Taliban memperingatkan akan adanya konsekuensi jika proses evakuasi diperpanjang. Waktu semakin sempit dan masih banyak warga Afghanistan yang harus dievakuasi.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
KABUL, SENIN — Kelompok Taliban sudah menyusun jajaran kabinet dalam pemerintahan Afghanistan yang baru, tetapi tidak akan mengumumkan hasilnya sampai Amerika Serikat menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan. Presiden AS Joe Biden sudah menetapkan 31 Agustus sebagai batas akhir dari proses evakuasi seluruh warga AS dan warga Afghanistan yang selama ini membantu kepentingan AS. Namun, Biden membuka kemungkinan proses evakuasi masih bisa diperpanjang jika diperlukan.
Hanya, Pemerintah Inggris melalui Menteri Pertahanan Ben Wallace, Senin (23/8/2021), mendorong AS untuk memperpanjang waktu evakuasi. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akan membicarakan permintaan ini dengan AS dalam pertemuan kelompok G-7 secara daring, Selasa. ”Kalau waktunya ditambah sehari dua hari, itu juga akan memberi kita waktu lebih untuk bisa mengevakuasi orang lebih banyak. Kita harus memanfaatkan waktu semaksimal mungkin karena waktunya sangat terbatas,” ujarnya.
Namun, upaya itu kemungkinan tidak akan mudah karena kelompok Taliban sudah memperingatkan, jika proses evakuasi diperpanjang, akan ada ”konsekuensinya”. Juru bicara kelompok Taliban, Suhail Shaheen, menegaskan, Taliban tidak akan menyetujui perpanjangan waktu evakuasi. Jika diperpanjang, akan dianggap sebagai bentuk pendudukan. ”Jika AS atau Inggris mau menambah waktu evakuasi, jawabannya jelas tidak. Jika masih melanjutkan pendudukan, akan ada konsekuensinya,” ujarnya.
Inggris sudah mengerahkan 1.000 tentara untuk membantu proses evakuasi dan berpacu dengan waktu untuk mengevakuasi semua orang yang memenuhi kualifikasi. Inggris sudah mengevakuasi 5.725 orang dari Kabul sejak 13 Agustus lalu, termasuk 3.100 warga Afghanistan dan keluarganya. Menurut rencana, Inggris akan menerbangkan sembilan pesawat lagi dalam 24 jam ke depan.
Waktu semakin sempit dan masih banyak warga Afghanistan yang harus dievakuasi. Warga yang tidak memenuhi kualifikasi pun berbondong-bondong ke bandara menuntut untuk pergi. Akibatnya, banyak warga Afghanistan yang tewas di bandara. Bahkan, terjadi baku tembak di bandara antara tentara Afghanistan dan penembak yang tidak teridentifikasi. Sedikitnya 20 orang tewas dalam kekisruhan itu. Sebagian besar korban tewas dalam penembakan dan kerusuhan.
Taliban menugaskan sejumlah anggotanya untuk berjaga di luar bandara guna membantu mengamankan situasi dan mengendalikan massa. Biden sudah memperingatkan, situasi di Afghanistan berubah cepat dan berbahaya. ”Proses evakuasi ribuan orang dari Kabul akan sulit dan menyakitkan. Jalan masih panjang dan apa saja bisa terjadi,” ucapnya.
Kekacauan yang terjadi di bandara itu juga mengganggu proses distribusi bantuan ke Afghanistan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, sekitar 500 ton obat-obatan yang seharusnya dikirimkan pekan ini terhambat karena Bandara Kabul ditutup untuk penerbangan komersial. WHO sedang mengupayakan meminta pesawat-pesawat pengangkut orang yang dievakuasi untuk mampir ke gudang penyimpanan WHO di Dubai guna mengambil obat-obatan dan mengirimkan ke Afghanistan.
Kepung oposisi
Pada saat para pemimpin Taliban membahas pembentukan pemerintahan baru, mereka juga mengerahkan anggota-anggotanya untuk mengambil alih tiga distrik di Provinsi Baghlan yang sebelumnya dikuasai kelompok oposisi. Kelompok Taliban juga sudah mengepung pasukan oposisi di Bukit Panjshir, daerah yang dikuasai kelompok oposisi Taliban. ”Musuh kami sudah dikepung di Panjshir,” kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, di Twitter.
Pemimpin anti-Taliban, Ahmad Massoud, Minggu, berharap bisa berbicara dengan kelompok Taliban, tetapi pada saat yang sama siap berperang. Zabihullah juga mengatakan ingin menyelesaikan masalah secara damai di meja perundingan. Namun, mantan Wakil Presiden Afghanistan Amrullah Saleh menyebutkan, kelompok anti-Taliban masih kuat dan bisa melawan.
Salah satu pemimpin dari gerakan di Panjshir, Front Perlawanan Nasional (NRF), adalah anak dari pemimpin anti-Taliban, Ahmad Shah Massoud. Juru bicara NRF, Ali Maisam Nazary, sudah siap untuk berperang dalam waktu lama, tetapi tetap bersedia bernegosiasi dengan kelompok Taliban untuk membicarakan pemerintahan inklusif. ”Syarat kesepakatan damai dengan Taliban dari kami adalah sistem desentralisasi, sistem yang menjamin keadilan sosial, kesetaraan, jaminan hak, dan kebebasan untuk semua,” ujarnya. (REUTERS/AFP)