Bandara Jadi Satu-satunya Pintu Keluar dari Afghanistan
Khawatir jadi korban kekerasan kelompok Taliban, ribuan warga Afghanistan berbondong-bondong datang ke bandara untuk segera keluar dari Afghanistan.
Ribuan warga Afghanistan berbondong-bondong mendatangi Bandara Internasional Kabul—dulu bernama Bandara Internasional Hamid Karzai—dengan panik karena ingin keluar dari Afghanistan secepatnya. Analis data Massouma Tajik (22) termasuk salah satunya. Karena semua orang panik dan tak sabar ingin naik ke pesawat yang dikhususkan untuk proses evakuasi, situasi di bandara pun ricuh. Setelah enam jam menunggu, Tajik mendengar suara tembakan dan terlihat ratusan orang berebut untuk masuk ke pesawat.
Baca juga : 71 Negara Ingatkan Taliban untuk Hormati Proses Evakuasi
Rupanya, suara tembakan itu datang dari sejumlah tentara Amerika Serikat yang mengeluarkan tembakan peringatan dan menyemprotkan gas air mata untuk membubarkan massa, Senin (16/8/2021). Massa berebut menaiki tangga untuk naik pesawat dan saling dorong, hingga beberapa orang bergelantungan di pegangan tangga dan hampir jatuh. Karena bandara difungsikan untuk proses evakuasi, Badan Penerbangan Sipil Afghanistan menyatakan bandara tertutup untuk kepentingan sipil dan bandara sekaligus ruang udara dikendalikan militer.
Kepanikan warga Afghanistan ini terjadi saat kelompok Taliban menduduki ibu kota Kabul, Minggu, setelah Presiden Ashraf Ghani meninggalkan Afghanistan. Situasi ini menandai akhir dari upaya 20 tahun AS dan negara-negara sekutunya untuk memperbaiki situasi di Afghanistan. Pemerintahan Afghanistan yang didukung negara-negara Barat terguling dalam hitungan hari, bahkan AS pun belum tuntas menarik seluruh pasukannya.
Pemerintah AS sudah menutup kantor perwakilannya di Afghanistan dan mengevakuasi seluruh diplomat dan warga sipil AS yang tinggal di Afghanistan ke kota Doha. Hal yang sama sudah dilakukan oleh negara-negara Barat lainnya. Bahkan ada sejumlah negara yang berencana juga mengevakuasi staf-staf lokalnya dan siapa saja yang selama ini membantu kegiatan-kegiatan pemerintahan mereka, salah satunya Swedia.
Baca juga : Kembalinya Taliban ke Kabul dan Janji Kedamaian di Afghanistan
Pesawat angkut militer Jerman A-400M juga sudah dua kali bolak-balik untuk mengevakuasi warga Jerman dan warga Afghanistan yang selama ini dianggap membantu kepentingan Pemerintah Jerman. Jerman melakukan proses evakuasi dari Kabul ke ibu kota Uzbekistan, Tashkent. Dari Tashkent lalu akan berganti pesawat dengan pesawat komersial ke Jerman. Jumlah orang yang dievakuasi diperkirakan mencapai 2.000 orang.
”Kami akan mengupayakan warga Jerman dan mantan staf lokal kami beserta keluarganya untuk segera keluar dari Afghanistan dalam beberapa hari ke depan,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, Minggu.
Suasana di bandara malah terlihat seperti kamp pengungsian karena banyak keluarga yang membawa banyak barang di luar gedung terminal bandara. Ada yang sampai membawa TV dan karpet. Warga Afghanistan yang berada di bandara itu banyak yang tidak memegang tiket ataupun visa untuk bisa ke luar negeri. Mereka hanya ingin keluar dari Afghanistan secepatnya dan bandara ini satu-satunya pintu keluar. Pasalnya, kelompok Taliban sudah berjaga dan menutup semua pintu perbatasan darat.
”Kami tidak mau tinggal di sini lagi karena takut dengan Taliban. Apalagi saya ini pernah bertugas jadi tentara, jadi saya pasti jadi sasaran Taliban,” kata salah satu warga, Ahmed (25).
Baca juga : Duduki Istana Kepresidenan, Taliban Kembali ke Tampuk Kekuasaan Afghanistan
Di luar terminal, dibuka loket penjualan tiket darurat. Bagi mereka yang beruntung sudah memiliki tiket untuk terbang ke mana saja hanya perlu menunggu sekitar tiga jam untuk bisa masuk ke terminal dan menunggu keberangkatan. ”Saya hanya membawa barang yang penting untuk memulai hidup baru di tempat lain, jauh dari sini,” kata Naweed Azimi yang akan terbang ke Istanbul bersama istri dan lima anaknya. Azimi khawatir akan bisa dibunuh Taliban karena ia bekerja sebagai subkontraktor dengan NATO.
Pintu keluar
Beberapa hari sebelum Taliban menduduki Kabul, ribuan warga Kabul setiap hari sudah memenuhi bandara yang bisa melayani hingga 100 pesawat itu. Maskapai penerbangan Afghanistan, Ariana dan Kam Air, sebelumnya mengatakan seluruh kursinya sudah penuh sampai pekan depan. ”Belum pernah bandara sekisruh ini,” kata pengusaha Afghanistan, Farid Ahmad Younusi.
Situasi bandara dikhawatirkan akan semakin kisruh dengan semakin banyaknya warga yang takut ditangkap Taliban. Perjuangan menuju bandara juga tidak mudah. Ada sejumlah warga yang mengaku harus membayar 375 dollar AS hanya untuk bisa sampai bandara dari kota Kunduz. Padahal, biaya transportasi yang normal hanya 40 dollar AS. Biayanya menjadi mahal karena harus melewati jalan-jalan tikus untuk menghindari pos-pos pemeriksaan Taliban.
Baca juga : Menunggu Deklarasi Taliban dan Komitmen pada Perlindungan Perempuan
Karena sudah meninggalkan pangkalan udara militer di Bagram, militer AS hanya bisa melakukan proses evakuasi dari Bandara Kabul. Dalam satu hari diperkirakan AS bisa mengevakuasi 5.000 orang. Kondisi di luar bandara terasa tegang karena anggota-anggota Taliban sering berpatroli di jalanan dan membuat pos-pos pemeriksaan. Salah satu pendiri Taliban, Abdul Ghani Baradar, meminta seluruh anggotanya untuk tetap disiplin setelah menguasai Kabul. ”Sekarang saatnya menunjukkan kita bisa melayani kepentingan rakyat dan menjamin keamanan serta kenyamanan hidup,” ujarnya.
Situasi bandara yang kisruh mengingatkan pada kondisi saat AS kalah perang dan harus meninggalkan Vietnam pada 1975. Namun, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken membantah hal itu. ”Ini jelas tidak seperti Saigon dulu,” ujarnya.
Hak individu
Dalam pernyataan bersama Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan Keamanan AS disebutkan, AS berjanji akan mengevakuasi ribuan warga AS, staf lokal kedutaan besar, dan warga Afghanistan yang rentan, termasuk tokoh dan pejabat perempuan, wartawan, dan warga Afghanistan yang bekerja pada pemerintah dan organisasi nonprofit Barat. Proses pengurusan visa untuk mereka akan dipercepat. Sebagian warga Afghanistan itu akan dievakuasi ke negara-negara lain. Untuk menangani proses evakuasi, AS mengirimkan ribuan tentara baru tambahan ke bandara itu.
Berbeda dengan situasi bandara yang kisruh, suasana di kota Kabul secara umum relatif tenang dan mayoritas warga bersembunyi di dalam rumah. Namun, ada laporan yang menyebutkan, terjadi penjarahan dan orang-orang bersenjata mendatangi rumah-rumah warga. Taliban juga disebutkan telah membebaskan ribuan tahanan. Sementara anggota-anggota Taliban dikerahkan di semua persimpangan jalan.
Baca juga : JK: Afghanistan Tak Akan Jatuh dalam Perang Saudara
Juru bicara Taliban, Suhail Shaheen, memerintahkan seluruh anggotanya untuk tidak memasuki rumah warga tanpa izin dan harus melindungi kehidupan, properti, dan harga diri. Taliban juga berjanji tidak akan masuk ke kompleks permukiman diplomat AS.
Kelompok Taliban pernah berkuasa di Afghanistan pada 1996 hingga 2001 dengan mempraktikkan hukum Islam. Pergerakan perempuan terbatas dan sering harus tinggal di rumah saja. Warga yang dianggap menyalahi hukum juga harus dihukum atau dieksekusi di depan umum. Selama beberapa tahun terakhir, Taliban berusaha untuk menjadi lebih moderat, tetapi masih banyak warga Afghanistan yang skeptis dan takut hak-hak individu akan hilang.
Ketika Taliban merebut Kabul pada tahun 1996, kondisi Kabul rusak berat akibat perang saudara setelah Soviet menarik diri tujuh tahun sebelumnya. Pada waktu itu, Kabul hanya dihuni sekitar 1 juta orang yang mayoritas menggunakan sepeda dan taksi buluk sebagai moda transportasi. Kini, Kabul yang dihuni sekitar 5 juta jiwa itu semakin modern. Banyak mobil mewah berkeliaran.
Di sisi lain, banyak anggota Taliban berusia muda berasal dari daerah pedesaan tanpa fasilitas listrik atau air bersih. Mereka baru melihat wajah kota Kabul yang modern untuk pertama kali. (REUTERS/AFP/AP)