Setelah China dan Rusia, sekarang giliran AS mendekati ASEAN. Bagi ASEAN, AS dan negara adidaya lainnya adalah mitra, bukan sekutu, sehingga perlakuan harus setara.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertemuan antara para menteri Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken membahas mengenai kekerasan di Myanmar, konfrontasi ASEAN dengan China di Laut China Selatan, dan diplomasi vaksin. Ini adalah pertemuan ketiga antara ASEAN dan negara adidaya. Sebelumnya, ASEAN melakukan dua pertemuan terpisah dengan China dan Rusia.
Belum ada keterangan resmi dari Kementerian Luar Negeri Indonesia, Sekretariat ASEAN, dan Kemlu AS mengenai pertemuan yang berlangsung secara daring pada Rabu (14/7/2021). Akan tetapi, AS melalui juru bicara Kemlu, Ned Price, telah mengeluarkan beberapa poin.
”Pertama-tama, AS meminta agar ASEAN segera menyelesaikan konflik dan pertumpahan darah di Myanmar. Kami meminta agar lima konsensus ASEAN segera dijalankan dan Myanmar membebaskan para tahanan politik,” papar Price.
Poin kedua mengenai Laut China Selatan. AS menegaskan kembali sikap mendukung kedaulatan negara-negara anggota ASEAN atas Laut China Selatan dan mengecam perbuatan China yang tidak memedulikan kedaulatan itu. Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, pada tahun 2016 telah memutuskan pembagian Laut China Selatan yang mencakup wilayah Filipina, Vietnam, dan Indonesia. Akan tetapi, selama lima tahun ini kapal-kapal militer dan sipil China melanggar batas-batas tersebut.
Poin ketiga mengenai diplomasi vaksin Covid-19. Koordinator Gedung Putih untuk Wilayah Indo-Pasifik Kurt Campbell mengatakan, selama pemerintahan Presiden Donald Trump (2017-2021) AS tidak aktif di Asia Pasifik. Pengaruhnya hampir tidak berasa. Akibatnya, Rusia dan China yang kemudian melebarkan sayap mereka ke kawasan ini. Sejak pandemi Covid-19 dimulai, China mempraktikkan diplomasi vaksin kepada negara-negara Asia Pasifik dan Afrika.
”AS harus menggenjot keberadaannya di Asia Pasifik. Diplomasi vaksin harus bisa kita manfaatkan untuk mempererat hubungan dengan kawasan ini,” ujar Campbell.
Pada Maret, AS mengadakan rapat dengan Jepang, India, dan Australia. Keempat negara sepakat memberi kontrak produksi 1 miliar dosis vaksin Covid-19 kepada perusahaan Biological E Limited dari India. Vaksin buatan mereka akan disebar ke Asia Pasifik per tahun 2022. Langkah ini menghadapi hambatan karena India tengah menghadapi gelombang kedua pandemi yang lebih mematikan daripada gelombang pertama.
Dari pihak ASEAN, sejumlah menteri telah mengutarakan pendapat. Intinya, mengingatkan AS bahwa sistem hubungan dengan ASEAN bersifat kemitraan, bukan sekutu. Artinya, ASEAN diperlakukan sebagai mitra setara yang bebas dari tekanan politik AS, China, ataupun Rusia. Ini berbeda dengan sistem sekutu yang apabila salah satu anggota diserang, anggota lain wajib membalas.
Salah satu menteri yang menyampaikan konsep ini adalah Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura Josephine Teo dalam wawancara dengan media CNBC. Ia menjabarkan dari perspektif teknologi digital. Berdasarkan laporan kerja sama Google, Temasek Holdings, dan Bain and Company tahun 2020, Asia Tenggara memiliki 400 juta pengguna internet atau setara 70 persen jumlah penduduknya. Sebanyak 10 persen mulai memakai internet pertama kali pada tahun 2020.
Dalam Rencana Pokok Pembangunan Digital ASEAN 2025 juga disebutkan bahwa kawasan ini hendak meningkatkan e-dagang agar bisa meliputi semua wilayah sehingga tercapai inklusivitas ekonomi. Demikian pula dengan integrasi data dan keamanan siber.
Oleh sebab itu, lanjut Teo, setiap negara, perusahaan, dan individu di ASEAN berhak memilih jenis teknologi yang cocok dengan kebutuhan masing-masing, terlepas asal-usul teknologi tersebut. ”Kami ingin agar AS dan China, ataupun negara penghasil teknologi digital lainnya, tidak memolitisasi kebutuhan ini. ASEAN tidak mau sanksi ekonomi AS terhadap perusahaan-perusahaan teknologi China berimbas kepada Asia Tenggara, begitu pula sebaliknya,” katanya.
Sementara itu, Menlu RI Retno Marsudi mengatakan, pertemuan ini adalah langkah positif bagi AS untuk kembali ke kancah relasi multilateralisme. Prinsip ini akan memberi kestabilan dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Ia mengingatkan bahwa ASEAN mengedepankan praktik bermusyawarah dan kolaborasi, bukan kompetisi dan defisit kepercayaan.
”Kita juga menghargai komitmen AS untuk berbagi 500 juta dosis vaksin kepada dunia. Apalagi, di Konferensi Tingkat Tinggi G-7, AS yang mengutarakan penangguhan hak cipta vaksin agar produksi bisa ditingkatkan,” kata Retno.
Anggota Tim Kajian ASEAN Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Khanisa Krisman, menjelaskan, fakta bahwa China, Rusia, dan AS mengadakan pertemuan terpisah dengan ASEAN membuktikan bahwa ASEAN masih dianggap sebagai entitas yang berpengaruh di Asia Tenggara. Demikian pula ketika ASEAN bisa mengumpulkan ketiga negara itu untuk duduk bersama di KTT Asia Timur. Namun, ketiga adidaya itu harus memahami bahwa ASEAN bukan entitas politik yang akan melakukan segala sesuatu seperti permintaan negara-negara adidaya.
”ASEAN merupakan payung regional, tetapi tidak di atas pemerintahan negara-negara anggotanya. Berbeda dengan Uni Eropa yang bisa memberi mandat ataupun ultimatum kepada anggotanya. Oleh sebab itu, persepsi individual negara-negara anggota ASEAN tidak bisa diremehkan,” ujarnya.
Negara adidaya memiliki sifat menjadikan negara-negara miskin dan berkembang sebagai bagian dari prestasi mereka. Misalnya dengan diplomasi vaksin. Meskipun begitu, kontrak individual dengan setiap negara tetap jangan sampai mengganggu stabilitas di ASEAN.
”Sama dengan isu Myanmar. Kalaupun ASEAN telah menunjuk utusan khusus, membuat konsensus, dan menyiapkan jalan keluar, kita tetap tidak bisa memaksakannya apabila Myanmar sendiri belum membuka pintu bagi pihak luar untuk masuk ke negaranya,” ujar Khanisa. (REUTERS)