Turki mengajukan usulan untuk menjalankan dan mengamankan Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, setelah AS menarik penuh pasukannya.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
ISTANBUL, JUMAT — Turki berambisi mengoperasikan dan mengamankan Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, setelah Amerika Serikat menarik penuh pasukannya. Namun, ambisi itu bisa terkendala karena Washington sudah memasukkan Turki dalam daftar negara yang terlibat pengerahan tentara anak setahun terakhir di Suriah dan Libya.
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar, Jumat (2/7/2021), mengatakan, negaranya telah menyampaikan usulan kepada Pemerintah Afghanistan untuk mengelola dan mengamankan Bandara Kabul. Negosiasi atas usulan Turki sedang berlangsung dengan beberapa negara dan belum ada keputusan akhir.
”Perlu ada beberapa keputusan politik di PBB dan NATO. Kesepakatan harus dicapai dengan Pemerintah Afghanistan,” kata Akar.
Akar juga menambahkan, Turki sedang mencari dukungan politik, keuangan, dan logistik dari berbagai negara. Negosiasi dengan AS dan anggota NATO lainnya terus berlanjut. Rencana Turki untuk mengoperasikan dan memberikan pengamanan di Bandara Kabul itu akan dieksekusi setelah mendapat persetujuan dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Awal musim panas ini, Turki mengajukan proposal untuk mengoperasikan dan memberikan pengamanan di Bandara Internasional Hamid Karzai Kabul setelah penarikan AS dari Afghanistan. Presiden Erdogan telah membahasnya dengan Presiden AS Joe Biden pada pertemuan tatap muka pertama mereka selama pertemuan tingkat tinggi NATO di Inggris, pertengahan Juni lalu.
Bandara Kabul merupakan simpul transporasi udara paling sibuk di Afghanistan. Perlindungan terhadap bandara tersebut menjadi semakin mendesak menjelang penarikan penuh AS dan NATO dari Afghanistan.
AS akan menarik penuh 2.500-3.500 tentaranya yang tersisa di Afghanistan paling lambat pada 11 September 2021. Langkah serupa akan dilakukan NATO terhadap sekitar 76.000 tentara sekutu.
Pada Jumat (2/7/2021), seluruh pasukan AS telah meninggalkan Pangkalan Udara Bagram setelah 20 tahun beroperasi. Pangkalan ini merupakan pusat operasi militer AS dan NATO di Afghanistan dalam memerangi Taliban dan memburu kelompok teroris Al Qaeda pada 11 September 2001 di AS.
Ada sekitar 500 tentara NATO Turki di Afghanistan. Mereka juga terlibat dalam pengamanan Bandara Kabul. ”Bandara harus tetap beroperasi. Jika bandara tidak berfungsi, kedutaan besar akan ditarik. Dalam situasi seperti ini, Afghanistan akan menjadi negara yang terisolasi,” kata Akar, yang beberapa waktu lalu mengatakan Turki takkan menambah pasukan di Afghanistan.
Banyak pengamat mengatakan, operasi saat ini di Afghanistan harus dipertahankan di bawah Misi Dukungan Tegas, misi militer asing pimpinan AS. Ini terutama karena meningkatnya kekerasan akibat menguatnya Taliban. ”Kami telah menyatakan niat kami. Kami sampaikan bahwa kami bisa bertahan jika kondisi ini terwujud,” kata Akar.
Tentara anak
Washington, Kamis (1/7/2021), memasukkan Turki ke dalam daftar negara-negara yang terlibat dalam penggunaan tentara anak selama setahun terakhir, baik di Suriah maupun di Libya. Dimasukkannya anggota NATO untuk pertama kalinya dalam daftar AS itu dapat memperumit hubungan Ankara dan Washington.
Departemen Luar Negeri AS menetapkan Turki dalam Trafficking in Persons (TIP) 2021. Hal itu karena Turki dilaporkan memberikan ”dukungan nyata” kepada milisi Sultan Murad di Suriah, faksi oposisi Suriah dukungan Ankara. Belum ada reaksi Ankara terkait langkah Washington tersebut.
Selain itu, seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Washington berharap dapat bekerja sama dengan Ankara dalam mengatasi penggunaan tentara anak di Libya. ”Terkait dengan Turki khususnya, ini pertama kalinya anggota NATO masuk daftar tindakan pencegahan tentara anak (oleh AS),” kata pejabat Departemen Luar Negeri.
”Sebagai pemimpin regional dan anggota NATO yang disegani, Turki memiliki kesempatan untuk mengatasi masalah terkait perekrutan dan penggunaan tentara anak di Suriah dan Libya,” katanya.
Turki telah melakukan tiga operasi lintas perbatasan di Suriah. Operasi itu untuk memerangi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), milisi Kurdi yang didukung AS, dan menggunakan kelompok pejuang Suriah di samping pasukannya sendiri.
Kelompok-kelompok pegiat hak asasi manusia dan PBB telah menuding beberapa kelompok yang terlibat dalam operasi Turki itu telah menyerang warga sipil secara serampangan. Mereka juga dituding melakukan penculikan dan penjarahan.
PBB telah meminta Ankara untuk mengendalikan pemberontak Suriah ini. Ankara menolak tuduhan tersebut dan menyebut tudingan itu sangat ”tidak berdasar”.
Turki, melalui proksi dan angkatan bersenjatanya sendiri, juga terlibat dalam konflik Libya. Dukungan Ankara telah membantu Pemerintah Libya yang berbasis di Tripoli bisa menggulung serangan pasukan Jenderal Khalifa Haftar dari Libya timur, yang didukung oleh Mesir dan Rusia.
Belum jelas apakah langkah terbaru AS terhadap Turki soal tentara anak bisa menggagalkan negosiasi antarkeduanya terkait usulan Ankara untuk mengelola dan mengamankan Bandara Kabul. Juru Bicara Deplu Ned Price mengatakan, dua masalah itu kemungkinan besar tidak berkaitan.
”Ketika menyangkut perdagangan orang, saya tidak ingin menghubungkannya dengan diskusi konstruktif kami dengan Turki dalam konteks Afghanistan atau bidang kepentingan bersama lainnya,” katanya. (AFP/REUTERS/AP)