Korut Bersiap Konfrontasi dengan AS, Meski di Ambang Krisis Pangan
Korea Utara siap berdialog dengan AS, tetapi lebih siap lagi untuk berkonfrontasi. Namun, sanksi ekonomi Barat, kegagalan panen, dan pandemi Covid-19 memperburuk ketahanan pangan negara itu.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
PYONGYANG, JUMAT — Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un meminta jajaran pemerintahannya agar bersiap untuk berkonfrontasi dengan Amerika Serikat. Mereka menganggap pemerintahan Presiden AS Joe Biden sudah terlalu jauh memaksa dan memberlakukan sanksi ekonomi sehingga diperlukan tindakan yang tegas. Padahal, pada saat yang sama penduduk Korea Utara tengah mengalami kekurangan pangan akibat gagal panen dan pandemi Covid-19.
”Kalau AS mau diajak berdialog, silakan. Tetapi, saat ini kita mengutamakan konfrontasi karena program nasional Korea Utara adalah memperkuat persenjataan nuklir kita. Justru, kebijakan politik AS-lah yang agresif terhadap Korea Utara,” kata Kim ketika berbicara dengan jajaran pemerintahannya seperti dilansir dari kantor berita nasional Korea Utara, KCNA, Kamis (17/6/2021).
Kim selama ini membanggakan program pengayaan uranium dan persenjataan negaranya. Ia mengaku Korea Utara memiliki bom nuklir, kapal selam bertenaga nuklir, rudal jarak jauh, dan satelit mata-mata. Bahkan, pada 2017 negara ini menyiarkan uji coba rudal yang memiliki jarak terbang mampu mencapai AS serta kota-kota besar di Eropa. Akibatnya, AS dan Uni Eropa memberi kecaman keras berupa sanksi ekonomi.
Presiden Barack Obama dan Donald Trump pada masa pemerintahan masing-masing beberapa kali bertemu dengan Kim. Akan tetapi, tidak ada hasil positif dari diskusi mereka karena Korea Utara tidak mau menghentikan program nuklir. Pemerintahan Biden pun sejak Februari 2021 berusaha menjangkau Korea Utara, termasuk melalui dutanya di Perserikatan Bangsa-Bangsa, hasilnya sama-sama nihil. Dilansir dari BBC, sikap Kim yang seolah tidak mau tahu ini membuat Biden menyamakannya dengan preman.
Krisis pangan
Pernyataan Kim ini diutarakan ketika negaranya mengalami krisis pangan. Menurut laporan KCNA, dalam pertemuan pemerintahan yang sama, Kim juga meminta jajarannya bersiap menghadapi krisis pangan serupa pada 1990. Ketika itu, Uni Soviet baru saja bubar dan mengakibatkan anjloknya perdagangan Korea Utara sehingga terjadi kelaparan yang menewaskan 10 persen dari penduduk.
Berdasarkan laporan Organisasi Pangan dan Agrikultur (FAO) pada 14 Juni 2021, Korea Utara memerlukan 5,75 juta ton bahan pangan setiap tahun. Saat ini, mereka hanya memiliki 860.000 ton bahan pangan yang hanya cukup untuk dua bulan. Artinya, pada kisaran Agustus-Oktober Korea Utara akan mengalami kelaparan.
Laporan ini menjelaskan, Korea Utara hanya mengimpor seperlima dari kebutuhan pangan mereka karena pada awal 2020 Kim mengumumkan rencana swasembada pangan. Namun, sepanjang Agustus-September 2020 terjadi cuaca buruk dan banjir yang mengakibatkan gagal panen.
Kebijakan pemerintah menutup perbatasan demi menghindari penularan Covid-19 juga membuat mereka semakin sulit memperoleh makanan dan kebutuhan pokok lainnya. Sebagai gambaran, perdagangan dengan China yang selama ini memasok kebutuhan pokok rakyat Korea Utara turun 80 persen pada 2020.
Demi menjaga perputaran ekonomi, Kim memerintahkan rakyatnya menggencarkan daur ulang. KCNA mencatat, di Pyongyang ada 70 bank sampah dan tempat daur ulang yang menerima plastik, kaca, logam, kain, minyak jelantah, karet, dan kertas. Tempat-tempat daur ulang ini telah memproduksi 70.000 ton bata, 8.000 ton pupuk, dan alumunium.
Ahli ekologi dari lembaga konsultasi daur ulang Resource Recycling di Korea Selatan, Hong Su-yoel, mengatakan bahwa ekonomi berbasis daur ulang sederhana ini tidak akan bertahan lama. Ekonomi daur ulang berkelanjutan membutuhkan investasi teknologi canggih yang bisa mengubah materi bahan yang didaur ulang hingga pada partikulat terkecil. (AP/REUTERS)