Di depan para menlu di ASEAN dalam pertemuan ASEAN-China di Chongqing, China, menlu junta Myanmar, Wunna Maung Lwin, menegaskan, militer memiliki lima langkah dalam peta jalan yang dibuat sendiri pascakudeta militer.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
BEIJING, SELASA — Negara-negara anggota ASEAN mendesak junta militer Myanmar segera memenuhi komitmennya sesuai dengan konsensus ASEAN yang disepakati, April lalu. Namun, Menteri Luar Negeri Myanmar yang ditunjuk junta, Wunna Maung Lwin, tidak mau mendengar, bahkan mempertahankan rencananya sendiri untuk memulihkan demokrasi di Myanmar.
Konsensus ASEAN itu bertujuan untuk mengakhiri gejolak kekerasan dan memulai proses dialog yang diikuti semua pihak berkepentingan di Myanmar. Pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, yang hadir dalam Pertemuan Para Pemimpin ASEAN (ASEAN Leaders’ Meeting) di Jakarta, 24 April lalu itu juga telah menyetujui konsensus tersebut.
Konsensus ASEAN berisi lima poin, yakni penghentian kekerasan dan sikap menahan diri oleh semua pihak, dialog konstruktif melibatkan semua pihak, penunjukan utusan khusus ASEAN, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar.
Namun, media pemerintahan junta Myanmar, Global New Light of Myanmar, Selasa (8/6/2021), menyebutkan bahwa di depan para menlu di ASEAN dalam pertemuan ASEAN-China di Chongqing, China, Wunna Maung Lwin menegaskan bahwa militer sudah memiliki lima langkah dalam peta jalan yang dibuatnya sendiri setelah kudeta militer, Februari lalu.
”Lwin menekankan satu-satunya cara untuk memulihkan sistem demokrasi adalah dengan lima poin dalam program masa depan yang sudah dibuat Februari lalu,” sebut media itu.
Para menlu ASEAN, ketika bertemu di China, Senin, mengekspresikan kekecewaan pada gerak langkah Myanmar yang lamban dalam memenuhi komitmen konsensus. ”Indonesia benar-benar berharap implementasi lima poin konsensus harus lebih didorong setelah pertemuan ini dengan, sekali lagi, proses yang transparan,” kata Menlu RI Retno LP Marsudi dalam konferensi pers.
Menlu Singapura Vivian Balakrishnan menegaskan, upaya diplomasi ASEAN hanya akan berhasil apabila ada itikad baik dari Myanmar untuk memulai dialog, negosiasi, dan rekonsiliasi. ”Jujur saja, kami sangat kecewa dengan perkembangan yang sangat sangat sangat lamban,” ujarnya dari kota Chongqing.
Hal senada dikemukakan Menlu Malaysia Hishammuddin Hussein. ”ASEAN harus mengakui proses ini teramat lamban. Komunitas internasional menunggu tindakan lebih lanjut dari ASEAN,” tulisnya melalui akun Twitter-nya.
Akan tetapi, menurut Lwin, Myanmar tidak lamban karena dari lima poin rencana program masa depan yang telah dibuat sebagian sudah terlaksana, termasuk langkah preventif Covid-19 dan membentuk komite pemilu yang baru.
Sampai sekarang, junta militer juga tetap berkeras mempertahankan keputusan untuk mengudeta pemerintahan sipil. Mereka menganggap protes adanya kecurangan dalam pemilu tidak ditanggapi oleh komite pemilu.
Sejak kudeta, gejolak kekerasan tak kunjung berakhir. Sedikitnya 845 orang tewas dan lebih dari 4.500 orang ditahan sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu, termasuk Aung San Suu Kyi. Junta mempunyai versi lain, dengan jumlah lebih sedikit, mengenai data korban dan tahanan akibat kudeta.
Bahkan, konflik-konflik bersenjata juga sudah meluas ke sejumlah daerah perbatasan antara militer dan kelompok-kelompok bersenjata. Sejumlah negara anggota ASEAN mendesak agar junta militer membebaskan para tahanan politik, menghentikan kekerasan, dan segera mulai berdialog demi mengakhiri krisis.
Kelompok penentang junta militer Myanmar kian frustrasi dengan ketidakmampuan ASEAN mendesak junta dan tidak melibatkan pemangku kepentingan politik lainnya dalam proses penyelesaian krisis.
Harian China, Global Times, mengutip Hlaing yang sudah berbicara dengan China bahwa Myanmar bersedia mengoordinasikan implementasi konsensus ASEAN. Setelah pertemuan dengan ASEAN, Senin, Menlu RI Retno Marsudi mengatakan bahwa bantuan China untuk membantu menyelesaikan krisis ini akan sangat dihargai karena akan berkontribusi pada upaya meraih solusi damai.
Pemerintahan bayangan Myanmar yang dibentuk oleh kelompok antikudeta mengecam kedutaan besar China di Myanmar yang menyebut Hlaing sebagai pemimpin Myanmar. (REUTERS)