Taliban Klaim Akan Maafkan ”Kolaborator Asing” jika Ada Penyesalan
Selama dua dekade terakhir, puluhan penerjemah Afghanistan telah dibunuh dan disiksa dalam serangan yang ditargetkan oleh Taliban. Taliban mengklaim tidak akan membahayakan mereka asal mereka ”menyesal”.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
KABUL, SENIN — Kelompok Taliban Afghanistan, Senin (7/6/2021), menegaskan, setiap warga yang pernah bekerja dengan pasukan asing tidak perlu takut begitu pasukan internasional meninggalkan Afghanistan. Cukup menunjukkan rasa ”penyesalan” yang besar, para ”kolaborator asing” akan dimaafkan.
Taliban sebelumnya telah berulang kali menyatakan, setiap warga Afghanistan yang bekerja di berbagai lembaga asing adalah ”kolaborator asing” atau musuh Islam dan negara. Mereka diancam akan menerima konsekuensi tertentu. Ancaman itu membuat ribuan penerjemah militer dan staf lokal di kantor-kantor perwakilan asing atau lembaga internasional diliputi rasa takut.
Pasukan Amerika Serikat dan sekutu NATO mulai meninggalkan Afghanisan sejak awal Mei 2021. Presiden AS Joe Biden menetapkan 11 September mendatang batas untuk mengakhiri 20 tahun keterlibatan militer AS di Afghanistan. Para penerjemah militer dan staf lokal kedutaan besar atau lembaga asing rentan menjadi target serangan balas dendam Taliban sepeninggal pasukan AS dan NATO.
Sejauh ini sudah banyak warga Afghanistan yang bekerja sebagai penerjemah militer dan staf lokal di kantor-kantor perwakilan pemerintah asing pergi meninggalkan negaranya sendiri. Beberapa dari mereka, termasuk asisten rumah tangga, telah dipindahkan ke tempat aman oleh mantan majikan mereka.
Taliban memberikan jaminan dalam sebuah pernyataan bahwa ”Mereka tidak akan berada dalam bahaya jika berada di pihak kami.” ”Imarah Islam ingin memberi tahu semua warga Afghanistan bahwa mereka harus menunjukkan penyesalan atas tindakan masa lalunya. Mereka tidak boleh lagi terlibat kegiatan serupa yang berarti pengkhianatan terhadap Islam dan negara, di masa depan.”
Dalam sebuah pernyataan, Taliban mengatakan, orang-orang Afghanistan ini sebelumnya dipandang sebagai musuh ketika mereka bekerja dengan pasukan asing. ”Tetapi, ketika mereka meninggalkan barisan musuh dan memilih untuk hidup sebagai warga Afghanistan biasa di tanah airnya, mereka tidak akan menghadapi masalah apa pun. Tidak ada alasan lagi untuk tetap merasa takut.”
Selama dua dekade terakhir, puluhan penerjemah Afghanistan dibunuh dan disiksa dalam serangan yang ditargetkan oleh Taliban. Dalam beberapa pekan terakhir, ribuan warga Afghanistan berdemonstrasi di Kabul. Mereka menuntut agar pasukan asing dan kedutaan besar yang mempekerjakan mereka harus memindahkan mereka ke luar Afghanistan.
”Mereka (Taliban) melacak kami,” kata Omid Mahmoodi, penerjemah militer pasukan AS antara tahun 2018 dan 2020. ”Taliban tidak akan memaafkan kami. Mereka akan membunuh kami. Mereka akan memenggal kepala kami.”
Para penerjemah militer dan staf lokal kedutaan negara asing, berikut anggota keluarga mereka, memang ada alasan kuat untuk takut. Rekam jejak kelompok Taliban masih segar dalam ingatan publik Afghanistan.
Penerjemah lain, Omar, yang bekerja bersama Kedutaan Besar AS selama sekitar 10 tahun, khawatir jika tidak meninggalkan negara itu, ia tidak akan bisa menghindari kekerasan Taliban. ”Saya menyesal bekerja untuk AS. Itu kesalahan terbesar dalam hidup saya. Paman dan sepupu saya sendiri saja memanggil saya agen Amerika,” kata Omar, bukan nama asli, kepada AFP.
AS, Inggris, dan beberapa negara lain mengatakan mereka telah mempercepat relokasi penerjemah dan karyawan lokal Afghanistan lainnya yang bekerja dengan mereka. Namun, prosesnya telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Pekan lalu, Taliban juga mencoba menenangkan kedutaan-kedutaan asing setelah misi Australia ditutup di Kabul. Taliban mengatakan mereka akan menyediakan ”lingkungan yang aman” bagi misi ini untuk bekerja, bahkan setelah pasukan asing meninggalkan negara itu.
Akhir tahun lalu, The Washington Post pernah menurunkan artikel yang menyebutkan bahwa ada sekitar 17.000 penerjemah Afghanistan dan lainnya yang membantu pasukan atau diplomat AS. Mereka sedang berjuang mengurus visa khusus untuk dimukimkan kembali di AS.
Jumlah itu belum termasuk anggota keluarga inti mereka yang jika dijumlah total mencapai sekitar 70.000 orang. Belum termasuk dengan warga Irak yang berjumlah sekitar 100.000 orang.
”Saya sangat takut tidak bisa pergi ke mana pun, bahkan ketika saya pergi ke tempat kerja saya, saya merasa hari itu adalah hari terakhir saya karena setiap hari pembunuhan target terjadi,” tulis Khaliqdad H, warga Afghanistan. ”Bantu saya untuk meninggalkan negara ini. Tolong saya pergi dari tempat ini. Tolong bantu saya,” katanya, seperti dilaporkan The Washington Post.
Ketika kelompok ini menguasai Kabul pada 1996, mereka memasuki kompleks Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka menculik mantan pemimpin negara itu, Najibullah Ahmadzai, lalu menyiksa dan membunuh secara brutal.
Dua tahun kemudian, Taliban mengawasi pembunuhan 10 diplomat Iran di kantor konsulat jenderal mereka di kota Mazar-i-Sharif, Afghanistan utara. Rakyat Afghanistan lelah dengan kekerasan serta sedih jika lembaga bantuan dan kantor perwakilan diplomatik asing keluar lagi dari negara itu. (AFP/AP)