AS Tawarkan Pemerintahan Sementara di Afghanistan, Taliban Bisa Masuk Parlemen
Proposal baru perdamaian dari Pemerintah AS buat Afghanistan menjadi ujian baru bagi para pihak bertikai di negara itu. Proposal itu juga dinilai sebagai cara Washington melakukan ”cek ombak” atas situasi di Afghanistan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
KABUL, SELASA — Pemerintah Amerika Serikat menyodorkan proposal damai untuk Afghanistan, antara lain, berisi desakan agar Pemerintah Afghanistan saat ini digantikan oleh pemerintahan sementara hingga konstitusi baru disepakati dan pemilu digelar. Namun, sebelumnya pihak-pihak yang bertikai di Afghanistan telah menyatakan penolakan keras terhadap poin-poin utama dalam proposal AS tersebut.
Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad menyampaikan ”Pemerintahan Damai Transisi”, pekan lalu, kepada Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, tokoh oposisi dan para pemimpin masyarakat sipil, dan juru runding kelompok Taliban. Di bawah pemerintahan sementara itu, menurut draf proposal yang dilihat kantor berita Reuters, parlemen nasional bisa diperluas dengan mencakup para anggota Taliban atau dibubarkan hingga pemilu digelar.
Proposal AS itu juga menegaskan bahwa Afghanistan ”tidak menampung para teroris atau mengizinkan aktivitas terkait dengan teroris di wilayah itu”, yang mengancam negara-negara lain. Selain itu, disebutkan juga bahwa Taliban harus meninggalkan persembunyian dan hubungan militer dengan ”negara-negara tetangga”.
Empat sumber politik di Kabul, yang tidak mau disebutkan namanya, termasuk pejabat senior di Istana Kepresidenan di Kabul, mengonfirmasi keaslian salinan draf yang dilihat Reuters. Proposal AS itu pertama kali dilaporkan laman TOLO News dan media-media Afghanistan lainnya.
Dalam pemerintahan sementara, seperti yang ditawarkan dalam proposal AS itu, terdiri dari berbagai unsur yang ikut serta dalam perundingan intra Afghanistan. Dengan proposal tersebut, Pemerintah AS di bawah Presiden Joe Biden tengah menguji situasi apakah mereka bisa membawa perubahan besar di Afghanistan atau sebaliknya, mengarahkan negara itu ke dalam jurang konflik baru dengan proposal perdamaian yang lebih ambisius.
Pada saat yang sama, tenggat waktu bagi Amerika Serikat untuk benar-benar keluar dari Afghanistan semakin dekat, yaitu 1 Mei. Laurel Miller, Direktur Asia pada lembaga International Crisis Group mengatakan, Senin (8/3/2021), bahwa proposal baru yang ditawarkan Pemerintah AS itu sebagai cara Washington menguji sesuatu.
”Saya pikir tujuannya di sini tampaknya adalah mari kita lihat apakah ada pilihan lain yang kita (AS) miliki selain hanya keluar dari Afghanistan pada 1 Mei atau tinggal lebih lama. Apakah ada jalan pintas menuju proses perdamaian?” kata Miller, yang juga merupakan mantan Utusan Khusus AS untuk Afghanistan dan Pakistan.
Proposal baru itu muncul ke publik setelah surat yang dikirimkan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dimuat dalam sebuah situs berita Afghanistan, TOLO News, Minggu (7/3/2021). Sebelum kemunculan surat itu, Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad telah berkeliling dan bertemu sejumlah pejabat tinggi pemerintah, termasuk Presiden Ashraf Ghani dan Ketua Dewan Tinggi Rekonsiliasi Afghanistan Abdullah Abdullah, pemimpin oposisi serta tokoh masyarakat sipil, untuk membicarakan proposal baru mereka.
Khalilzad juga telah terbang ke Doha, Qatar, bertemu dengan sejumlah petinggi Taliban untuk membicarakan proposal baru tersebut.
Gencatan senjata
Selain itu, dokumen proposal AS itu juga menyebutkan ketentuan pelaksanaan gencatan senjata dan penegakannya. Disebutkan bahwa sebuah komisi khusus bertugas mengawasi pelaksanaan gencatan senjata itu di lapangan, perlindungan hak perempuan, anak dan kelompok minoritas serta pendirian komisi rekonsiliasi dan kebenaran untuk menyembuhkan luka konflik yang telah berlangsung selama lebih dari 42 tahun.
Di dalam proposal tersebut, AS mengusulkan pengurangan kekerasan selama 90 hari untuk mencegah kemungkinan terjadi serangan musim semi oleh kelompok Taliban. Setelah periode itu selesai, pengurangan kekerasan akan diikuti dengan gencatan senjata permanen.
Kedua belah pihak bertikai, Pemerintah Afghanistan dan Taliban, akan berhenti berperang beberapa jam setelah perjanjian perdamaian ditandatangani. Taliban akan menghapus semua struktur militer dan militernya dari negara-negara tetangga, seperti Pakistan.
Di dalam paragraf pembukaan proposal perdamaian baru itu juga disebutkan, draf perjanjian perdamaian dimaksudkan untuk memulai negosiasi. ”Ini (dokumen proposal perdamaian yang baru) menetapkan prinsip-prinsip untuk pemerintahan, keamanan, dan supremasi hukum dan menyajikan opsi untuk pembagian kekuasaan yang dapat membantu kedua belah pihak mencapai penyelesaian politik yang mengakhiri perang,” tersebut dalam dokumen itu.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan, setiap gagasan yang diajukan oleh Pemerintah AS pada intinya harus dikelola oleh Afghanistan dan dimiliki oleh setiap warganya. Juru Bicara Taliban Mohammad Naeem mengatakan, Taliban menerima draf tersebut dan sedang meninjaunya.
Penolakan Ghani
Pemerintah Afghanistan langsung bereaksi terhadap proposal baru ini. Presiden Ghani menolak mundur dan menolak pembentukan pemerintahan transisi. Dalam pidatonya baru-baru ini, Ghani mengatakan, ”Tidak ada pemerintahan sementara yang akan dibentuk selama saya masih hidup.”
Wakil Presiden Pertama Ghani, Amrullah Saleh, mengatakan pada hari Senin bahwa presiden telah menerima surat itu dan tidak terpengaruh oleh isinya. Dia mengatakan, Ghani tidak siap untuk menerima langkah cepat Menlu Blinken menuju penyelesaian.
”Kami tidak mempermasalahkan surat itu dan tidak mengubah posisi kami. Kami akan berdamai dengan bermartabat, tetapi tidak pernah perdamaian yang dipaksakan,” katanya.
Fawzia Koofi, anggota tim perunding Pemerintah Afghanistan, memperingatkan agar Pemerintah AS tidak tergesa-gesa untuk menarik pasukannya meski tenggat semakin dekat. Hal itu dinilainya akan menyebabkan kekacauan.
”Satu hal yang penting adalah bahwa kepemilikan Afghanistan dan kepemimpinan Afghanistan harus dihormati. Prosesnya tidak boleh terburu-buru,” ujarnya.
Scott Warden, Direktur Program Afghanistan dan Asia Tengah pada Institut Perdamaian AS, mengatakan bahwa tidak realistis untuk menghasilkan kerangka kerja pemerintahan yang sama sekali baru pada bulan Mei. ”Intinya, jika surat ini bisa menarik perhatian masyarakat dan benar-benar beralih ke pembahasan istilah-istilah kunci, Anda bisa mempertimbangkan kemajuannya,” kata Warden.
Miller melihat ada risiko nyata jika pemerintahan Biden benar-benar meninggalkan Afghanistan. ”Jangan membongkar Pemerintah Afghanistan saat Anda keluar dari pintu. Anda tidak akan mendapatkan penyelesaian perdamaian cepat yang akan menyelesaikan semuanya dan membawa Taliban masuk selama tujuh minggu ke depan,” katanya.
”Jadi, jika Anda berniat pergi, setidaknya tinggalkan sesuatu yang memiliki potensi sederhana untuk berdiri sendiri,” ujar Miller. (AP/AFP/REUTERS)