Pemerintah AS menawarkan proposal baru yang dinilai lebih komprehensif untuk memujudkan damai di Afghanistan. AS membutuhkan bantuan banyak negara untuk mendukung proposal baru ini.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Pemerintah Amerika Serikat mengejar upaya diplomatik baru untuk mempercepat proses perdamaian di Afghanistan. Washington tengah meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengumpulkan menteri luar negeri Rusia, China, Pakistan, Iran, India, dan Amerika Serikat untuk membahas pendekatan terpadu mendukung perdamaian di Afghanistan.
Menurut rencana, pertemuan para menlu itu akan diselenggarakan di Turki akhir bulan ini.
Upaya baru itu disampaikan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam surat yang dikirimkan kepada Presiden Afghanistan Ashraf Ghani akhir pekan lalu. Isi surat tersebut kemudian disebarluaskan sebuah media lokal Afghanistan, TOLONews, Minggu (7/3/2021).
Dalam surat tersebut, Blinken menyerukan pembicaraan antara Pemerintah Afghanistan dan Kelompok Taliban untuk menuntaskan proposal perdamaian yang telah direvisi. Tujuan jangka pendek yang diinginkan Blinken dan Gedung Putih adalah pengurangan kekerasan selama 90 hari. Proposal itu sendiri dikabarkan telah disampaikan oleh Utusan Khusus Pemerintah AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad kepada Pemerintah Afghanistan dan Kelompok Taliban untuk membantu mempercepat perundingan itu.
Afghanistan akan menjadi salah satu proses pengambilan kebijakan luar negeri yang paling sulit bagi Pemeritah AS yang baru di bawah Presiden Joe Biden dan Menlu Blinken. Rakyat AS sudah lelah dengan perang yang hampir berusia 20 tahun. Namun, keputusan mundur sekarang dapat dilihat sebagai tindakan memberi angin terlalu besar bagi Taliban, memberikan ruang pengaruh yang luas serta menutup mata atas pengorbanan yang dilakukan oleh pasukan AS, pasukan koalisi dan juga warga sipil Afghanistan.
Blinken mendesak Ghani untuk segera menerima proposal tersebut dan menggarisbawahi keprihatinannya bahwa situasi keamanan di negara itu dapat dengan cepat memburuk saat cuaca memasuki musim semi di Afghanistan.
”Bahkan, dengan kelanjutan bantuan keuangan dari Amerika Serikat kepada pasukan Anda setelah penarikan militer Amerika, saya khawatir situasi keamanan akan memburuk dan Taliban dapat memperoleh keuntungan teritorial dengan cepat,” tulis Blinken dalam surat itu.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri menolak untuk mengkonfirmasi kebenaran surat itu. Dia menyatakan, Pemerintah AS belum membuat keputusan apa pun tentang postur pasukan AS yang tersisa di Afghanistan setelah 1 Mei, batas penarikan seluruh pasukan. ”Semua opsi tetap di atas meja,” katanya.
Keamanan masih menjadi faktor pengganjal proses perdamaian di Afghanistan. Dalam dua hari terakhir, warga yang memiliki posisi atau jabatan di lembaga pemerintah menjadi korban penembakan kelompok tidak dikenal.
Malala, kepala polisi perempuan di Provinsi Helmand, terluka ketika kelompok bersenjata memberondong kendaraan yang tengah ditumpanginya, Minggu (7/3/2021). Sang Suami, Abdul Qayum, tewas.
Kabul juga tidak luput dari serangan kelompok tidak dikenal. Dua hari berturut-turut, bom mobil mengguncang ibu kota Afghanistan itu. Pada Sabtu (6/3/2021), sebuah bom mobil meledak menewaskan Kepala Direktorat Intelejen Kejaksaan Afghanistan Sayed Mahmood Agha. Sehari kemudian, ledakan bom mobil menewaskan satu orang dan melukai empat orang yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian.
Secara terpisah, sedikitnya delapan orang polisi tewas ketika pos pemeriksaan yang mereka jaga di Provinsi Balkh utara diserang oleh Kelompok Taliban. Zabihullah Mujahid, Juru Bicara Taliban, mengaku pihaknya bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Proposal baru AS
Dalam sepekan terakhir, Khalilzad yang menjadi motor nota kesepahaman damai AS-Taliban di Doha, Qatar, telah mempresentasikan proposal baru perdamaian Afghanistan. Dikutip dari laman The New York Times, secara signifikan, proposal tersebut menyerukan pelaksanaan pemilihan nasional setelah pembentukan pemerintahan perdamaian transisi Afghanistan. Taliban sendiri menolak pemilihan dan menganggapnya sebagai campur tangan Barat.
Selain itu, proposal baru itu juga mencakup jaminan hak bagi perempuan, agama, dan etnis minoritas serta perlindungan untuk kebebasan pers.
Salah satu hal yang diusulkan AS adalah pembentukan lembaga baru, yaitu Dewan Tinggi untuk Yurisprudensi Islam. Lembaga baru ini nantinya akan memberikan masukan pada pengadilan independen untuk menyelesaikan sebuah masalah atau konflik berdasarkan interpretasi anggotanya terhadap ajaran Al Quran dan hukum Islam.
Pemerintah Afghanistan dan Taliban diharapkan menunjuk masing-masing tujuh anggota untuk duduk di dalam lembaga itu. Anggota ke-15 akan ditunjuk langsung oleh Presiden Afghanistan. Pengaturan serupa juga diusulkan untuk sebuah komisi yang akan melakukan kajian atau revisi konstitusi Afghanistan serta untuk Komisi Pengawasan dan Pelaksanaan Gencatan Senjata Bersama.
Salah satu hal yang menarik dalam proposal itu adalah mendesak Taliban untuk menghapus struktur militer dan perwira mereka di negara tetangga Afghanistan, yaitu Pakistan. Pakistan selama ini dikenal sebagai tempat perlindungan bagi para komandan dan pejuang Taliban.
Dari sana, mereka menyeberang bolak balik ke Afghanistan. Bahkan, Pakistan mengizinkan para militan untuk mempertahankan dewan politik di negara tersebut.
Presiden Ghani, dalam pernyataannya pada Sabtu akhir pekan lalu, mengatakan bahwa mereka siap untuk membahas penyelenggaraan pemilihan umum yang baru. Dia menyatakan, pemerintahan baru harus muncul melalui proses demokrasi. (AP/Reuters)