Menlu Retno di Sidang PBB: Tiga Langkah Konkret Ini Harus Dilakukan PBB
Di sidang Majelis Umum PBB, Menlu Retno LP Marsudi menyerukan PBB agar mengirimkan pengawas internasional di Jerusalem. Pengawas akan memantau dan memastikan keselamatan warga Palestina di wilayah yang diduduki Israel.
Oleh
Kris Mada
·5 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menggelar sidang khusus untuk membahas perkembangan Palestina, Kamis (20/5/2021), di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat. Indonesia dan sejumlah negara kembali mendesak gencatan senjata di forum itu. Indonesia juga meminta pengerahan misi internasional ke Jerusalem.
Dalam sidang tersebut, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyampaikan pidato, antara lain, berisi seruan Indonesia kepada Majelis Umum PBB untuk mengambil tiga langkah konkret. ”Pertama, hentikan kekerasan dan aksi militer untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban jiwa... Majelis Umum PBB harus menuntut adanya gencatan senjata segera, tahan lama, dan dihormati secara penuh,” tegas Retno.
Ia menekankan pentingnya penghentian kekerasan dan segera dilakukan gencatan senjata di Palestina-Israel. ”Kita harus bertanya, berapa lama lagi akan membiarkan kekejian ini?” ujar Retno.
Guna mencegah terulangnya kejahatan ini di masa depan, kata Retno, Majelis Umum PBB harus menyerukan didirikannya keberadaan internasional di Jerusalem ”untuk mengawasi dan memastikan keselamatan rakyat di wilayah pendudukan, untuk melindungi status kompleks Al-Haram Al-Sharif, tempat suci untuk tiga agama”.
Langkah kedua, kata Retno, Majelis Umum PBB harus memastikan akses kemanusiaan dan perlindungan rakyat sipil. Dalam hal ini, badan-badan PBB dan pihak lain terkait harus mendesak Israel agar membuka dan memberikan akses pengiriman bantuan kemanusiaan, termasuk ke Gaza,yang telah berada dalam pengepungan selama lebih dari 13 tahun.
Adapun langkah ketiga, menurut Retno, Majelis Umum PBB mendorong negosiasi multilateral yang kredibel demi perdamaian yang adil dan komprehensif berdasarkan ”solusi dua negara” dan sejalan dengan parameter internasional yang telah disetujui.
”Kita semua memahami bahwa konflik ini bersifat asimetris antara Israel, negara penjajah dan penindas dengan bangsa Palestina, yang diduduki, yang terus-menerus ditindas. Penjajahan adalah inti masalahnya,” kata Retno.
”Masyarakat internasional berutang kepada bangsa Palestina: sebuah kemerdekaan bangsa Palestina yang terus tertunda, untuk hidup berdampingan dan setara dengan kita semua. Pendudukan dan agresi Israel yang terus berlangsung tidak hanya patut dikecam, tetapi juga merupakan bentuk pelanggaran berat hukum internasional yang memerlukan aksi dari kita.”
”Kita harus tetap berkomitmen dan bersatu dalam upaya melawan tindakan ilegal Israel (demi) menuju penghentian pendudukan Palestina. Kita harus bertindak sekarang, bersama. Perserikatan Bangsa-Bangsa harus bertindak sekarang,” tegas Retno.
Neraka di Gaza
Di awal sidang, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengingatkan, pertempuran di Gaza selama beberapa hari terakhir membawa banyak kerusakan. ”Jika ada neraka di dunia, (neraka) itu adalah kehidupan anak-anak di Gaza,” ujarnya.
Karena itu, ia mendesak serangan Israel ke Gaza dihentikan. Ia juga meminta Israel menghentikan perusakan bangunan dan penggusuran di wilayah Palestina yang diduduki Israel. Para pihak bertikai diminta kembali berunding demi mewujudkan solusi dua negara dengan perbatasan sebelum 1967.
Guterres juga mengingatkan, perang sekali pun mempunyai aturan. Serangan kepada warga dan fasilitas sipil dapat dianggap kejahatan perang. ”Warga sipil harus dilindungi. Serangan tanpa pandang bulu, serangan terhadap warga sipil dan bangunan sipil, melanggar aturan perang,” ujarnya.
Sebelum Retno, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu menyebut bahwa rangkaian kejadian di kompleks Masjid Al-Aqsa dan Jerusalem Timur memicu pertempuran sekarang. Israel berupaya menggusur warga Palestina di Sheikh Jarrah. ”Pendudukan Israel terus meluas dari tahun ke tahun,” ujarnya seraya menunjukkan peta Palestina dari beberapa periode terpisah.
Selain itu, sejumlah warga Israel sengaja merusak barang dan menyerang warga Palestina. Sementara aparat Israel dengan sengaja menutup akses ke Masjid Al-Aqsa menjelang dan pada bulan Ramadhan. Padahal, Masjid Al-Aqsa adalah tempat suci ketiga bagi Muslim dan Ramadhan waktu penting untuk beribadah.
Puncaknya, Israel menyerang jemaah di dalam masjid. Serangan dilakukan menjelang shalat Subuh di akhir Ramadhan, salah satu waktu ibadah terbaik dalam Islam.
Dalam sejumlah pernyataan, Hamas mengaku sudah meminta Israel untuk menghentikan penggusuran di Jerusalem Timur dan pembatasan akses ke Masjid Al-Aqsa. Hamas mengaku kehabisan kesabaran kala Israel menyerbu jemaah dalam Masjid Al- Aqsa. Setelah penyerbuan itu, Hamas mulai menembakkan roket ke Israel.
Sementara Menlu Palestina Riyadh al-Maliki mengatakan, Israel selalu berkilah membela diri dari serangan roket. ”Israel selalu bertanya, apa yang akan dilakukan negara lain jika diserang roket? Di sini saya balik bertanya, apa yang dilakukan suatu negara yang dijajah? Bagaimana kekuatan penjajahan mengajukan hak membela diri dari orang yang dijajah?” ujarnya.
Ia menyebut, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 230 warga Palestina dalam hampir dua pekan terakhir. Ratusan bangunan juga hancur oleh serangan Israel. ”Israel adalah penjajah, menduduki negara kami, menyiksa warga kami,” ujarnya.
Maliki mengingatkan, keputusan Israel menyerbu tempat tersuci pada waktu ibadah terpenting ibadah bagi Muslim adalah penyebab kekerasan beberapa waktu terakhir. Sebelum itu, Israel terus menerus berusaha menghapus jejak dan identitas Islam dan Kristen di Jerusalem sembari terus meyahudikan kota itu.
Akses kemanusiaan
Selain gencatan senjata dan penghentian kekerasan, Retno juga mendorong akses kemanusiaan. Akses harus dibuka untuk Gaza yang sudah 13 tahun diblokade Israel. Komunitas internasional bertanggung jawab pada keselamatan warga Palestina. ”Setiap menit yang sengaja dihabiskan di sini, ada nyawa warga Palestina yang bisa hilang,” ujarnya.
Tidak lupa, ia kembali mendorong perundingan di antara semua pihak bertikai di Palestina. Perundingan dilakukan dengan fasilitas pihak yang tepercaya. Perundingan itu harus dilakukan dalam kerangka solusi dua negara dan dengan kriteria yang disepakati komunitas internasional.
Tidak kalah penting, dunia harus bertindak untuk menghentikan Israel membuat keadaan menjadi tidak ada lagi yang bisa dirundingkan oleh Palestina. Dunia tidak boleh membiarkan warga Palestina terpaksa hidup dalam ketidakadilan. Komunitas internasional harus bertindak untuk menghentikan ketidakadilan itu.
Soal solusi dua negara, tekanan pada parameter internasional amat penting. Sebab, Amerika Serikat dan Israel mempunyai kriteria sendiri.
Pada era pemerintahan Donald Trump, Washington menetapkan seluruh Jerusalem menjadi ibu kota Israel dan hampir 70 persen Tepi Barat dikuasai Israel. Wilayah itu belum termasuk daerah yang kini diduduki Israel. Trump hanya mengusulkan 35 persen Tepi Barat, seluruh Gaza, dan sebagian kecil Negev di timur Gaza menjadi wilayah Palestina.
Sementara komunitas internasional sepakat Jerusalem dibagi dua dengan sisi timurnya untuk Palestina. Wilayah Palestina adalah seluruh Tepi Barat, Gaza, dan sejumlah daerah lain yang tidak diduduki Israel sebelum perang 1967.
Maliki mengatakan, pemerintahan Israel sekarang tidak percaya pada solusi dua negara. Sebab, Israel terus memperluas permukiman ilegal di wilayah pendudukan. (*/SAM)