Upaya gencatan senjata antara Israel dan Palestina mulai berbuah meski kekerasan belum mereda. Hamas bersedia mengurangi serangan jika Israel mengurangi serangan. Persoalan mendasar pemicu pertempuran harus dituntaskan.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
GAZA, KAMIS — Gencatan senjata antara Israel dan Palestina berpeluang tercapai mulai Sabtu (22/5/2021). Hamas dan militer Israel sama-sama mengindikasikan pertempuran tidak akan berhenti hingga Jumat (21/5/2021).
Dalam laporan pada Kamis (20/5/2021), televisi Israel, Channel 12, menyiarkan bahwa Israel tidak akan menghentikan serangan ke Gaza sebelum Jumat. Hal itu disepakati dalam rapat antara politisi dan perwira Israel pada Rabu (19/5/2021).
Secara terpisah, Wakil Kepala Biro Politik Hamas Mosa Mohammed Abu Marzook mengatakan bahwa gencatan senjata diharapkan tercapai dalam satu atau dua hari ke depan.
”Saya kira mediasi gencatan senjata akan berhasil. Rumusnya jelas, jika mereka mengurangi (serangan), kami juga mengurangi. Jika mereka berhenti menembaki Gaza, kami juga berhenti menembaki Tel Aviv,” ujarnya pada Rabu malam waktu Gaza atau Kamis dini hari WIB.
Ia juga menekankan pentingnya membahas penyebab pertempuran terbaru. ”Tindakan Israel di Jerusalem dan Sheikh Jarrah menyebabkan Brigade Al Aqsa bertindak. Perundingan apa pun harus membahas masalah ini,” ujarnya.
Ia menyebut, Israel kini juga pusing dengan peluang konflik dan pertempuran di wilayah pendudukan lain. Selain di Gaza, Israel harus mengerahkan aparat karena peningkatan ketegangan di Tepi Barat, Jerusalem, dan kota-kota pendudukan Israel lainnya.
Pernyataan Abu Marzook diungkap dua hari setelah Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi menyebut gencatan senjata akan tercapai. Kairo telah mengirimkan sejumlah perwira intelijen ke Gaza dan Tel Aviv untuk mendorong gencatan senjata. Mesir menjadi salah satu pihak yang bisa berhubungan dengan Israel dan Palestina. Satu-satunya jalur penghubung Gaza dengan dunia dikendalikan Mesir yakni pintu perlintasan di Rafah.
Terus serang
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menegaskan kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden bahwa serangan akan diteruskan sampai tujuan tercapai. Netanyahu menyampaikan itu lewat telepon kepada Biden pada Rabu.
Pernyataan itu menunjukkan kegagalan Biden membujuk Netanyahu untuk meredakan ketegangan. Dalam sepekan terakhir, Biden beberapa kali menelepon Netanyahu. Gedung Putih mengungkap, total 60 telepon dilakukan AS kepada berbagai pihak di Israel dan Timur Tengah untuk membahas perkembangan di Palestina. Seluruhnya gagal meredakan ketegangan.
Selain meminta peredaan ketegangan, Biden dan para pejabat pemerintahannya juga mendukung serangan Israel yang disebutnya sebagai upaya membela diri.
Sikap Biden dikecam oleh anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Alexandria Ocasio-Cortez. Ia menyebut Biden berpihak dalam masalah Palestina-Israel. Sebab, Biden mengabaikan penyebab insiden terakhir, yakni penggusuran sistematis warga Palestina dan serangan di Masjid Al-Aqsa di tengah Ramadhan.
Komentar Biden disebut Ocasio-Cortez sebagai restu bagi Israel untuk melanjutkan pembantaian. ”Biden memperkuat wacana palsu bahwa orang Palestina memicu lingkaran kekerasan. Ini bukan istilah netral. Ini berpihak, pada pendudukan,” ujarnya.
Dukungan AS pada Israel juga diwujudkan di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam sepekan terakhir, Dewan Keamanan PBB menggelar empat rapat untuk membahas perkembangan di Palestina. Seluruhnya gagal membuahkan hasil karena AS menggunakan hak veto.
Rapat terakhir digelar pada Selasa malam waktu New York atau Rabu siang WIB. AS tetap menolak usulan yang diajukan salah satu sekutunya, Perancis.
Selepas pertemuan Presiden Perancis Emmanuel Macron dengan El-Sisi dan Raja Abdullah dari Jordania, Paris mengusulkan resolusi DK PBB untuk mendorong gencatan senjata. Usulan itu kandas karena penolakan AS. Washington menilai, resolusi itu hanya akan melemahkan upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan.
Padahal, resolusi DK PBB merupakan salah satu mekanisme internasional yang mangkus dibandingkan keputusan organ dan badan lain di PBB. Resolusi DK PBB mengikat semua pihak yang menjadi anggota PBB. Sementara resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat.
Meski demikian, Indonesia dan sejumlah negara akan memanfaatkan sidang Majelis Umum PBB pada Kamis ini untuk membahas isu Palestina. Sidang dijadwalkan digelar pada Kamis malam WIB. Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi telah berada di New York untuk menghadiri sidang itu. (AFP/AP/REUTERS)