Hanya dalam Dua Hari, Muncul 400.000 Kasus Baru Covid-19 di India
Penularan Covid-19 gelombang kedua di India mencapai 400.000 kasus hanya dalam dua hari. Stok oksigen yang minim dan proses distribusi yang lambat memperparah kondisi India.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
MUMBAI, MINGGU — Kasus baru penularan Covid-19 gelombang kedua di India melonjak hingga 403.738 orang hanya dalam waktu dua hari. Untuk menekan laju penambahan kasus, Pemerintah India didesak segera memberlakukan kebijakan pembatasan nasional atau lockdown. Jumlah total korban tewas di India hingga kini mencapai 242.362 orang.
Kementerian Kesehatan India mengumumkan perkembangan itu, Minggu (9/5/2021). Jumlah korban tewas yang sebenarnya diduga lebih banyak karena masalah kekurangan oksigen dan dipan di banyak rumah sakit belum terselesaikan. Institut untuk Metrik Kesehatan dan Evaluasi memperkirakan akan ada 1 juta orang yang tewas karena Covid-19 pada Agustus mendatang.
Selama satu bulan terakhir sudah banyak negara bagian yang memberlakukan pembatasan fisik dan menutup bioskop, restoran, pub, dan pusat pertokoan untuk mencegah penyebaran virus. Contohnya, New Delhi dan Negara Bagian Uttar Pradesh. Bahkan, mereka memperpanjang pembatasan dan ketentuan jam malam hingga 17 Mei mendatang.
Namun, kebijakan pembatasan yang berlaku di daerah-daerah itu tak cukup. Perdana Menteri India Narendra Modi didesak untuk segera memberlakukan pembatasan secara nasional, seperti halnya ketika gelombang pertama pandemi Covid-19 menerpa India, tahun lalu.
Asosiasi Kedokteran India (IMA), organisasi yang memayungi dokter, mendesak pembatasan menyeluruh dan terencana di semua daerah, tidak hanya jam malam sporadis dan pembatasan jangka pendek.
Posisi Modi kian terdesak setelah ia juga dikecam banyak pihak karena memperbolehkan festival keagamaan dan kampanye pemilu yang menyebabkan banyak orang berkumpul selama dua bulan terakhir. Padahal, pada waktu itu, kasus Covid-19 sedang melonjak.
Audit oksigen
Karena India kewalahan, sejumlah negara memberikan bantuan silinder oksigen, ventilator, dan alat kesehatan lain untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit. Mahkamah Agung India akan membentuk gugus tugas nasional yang terdiri dari para pakar kesehatan dan dokter untuk mengaudit krisis oksigen.
Gugus tugas itu akan menentukan apakah suplai oksigen dari pemerintah federal diterima oleh negara-negara bagian. Keluhan mengenai kekurangan oksigen mendominasi MA belakangan ini.
Tantangan lain yang dihadapi India ada pada kekurangan vaksin Covid-19. Program vaksinasi yang dimulai, Maret lalu, di beberapa negara bagian melambat karena stok vaksin menipis. Padahal, baru sekitar 10 persen dari populasi India yang sudah menerima vaksin dosis pertama dan baru 2,5 persen yang sudah divaksin dua kali.
Pada April lalu, India memvaksin rata-rata 3,5 juta orang setiap hari. Namun, sejak itu melambat menjadi 1,3 juta orang per hari.
Ahli biostatistik di University of Michigan, AS, Bhramar Mukherjee, mengatakan, dosis vaksin harian turun 38 persen selama 6 April hingga 6 Mei. Padahal, kasus Covid-19 melonjak hingga enam kali lipat. Saat ini, dua produsen vaksin India, yakni Institut Serum India dan Bharat Biotech, memperkirakan akan bisa memproduksi 70 juta dosis vaksin AstraZeneca setiap bulan.
Pakar kebijakan kesehatan India, Chandrakant Lahariya, mengatakan bahwa jumlah suplai vaksin sebenarnya hampir tidak berubah. Hanya saja, target populasi yang harus divaksin bertambah hingga tiga kali lipat. ”Sejak awal, stok vaksin di India sudah jauh di atas kebutuhan, tetapi kini terbalik,” ujarnya.
Selain ketersediaan stok yang menipis, proses distribusinya pun lambat. Faktor yang lain adalah pemerintah mengubah kebijakan distribusi vaksinnya. Sebelumnya, semua stok vaksin dibeli pemerintah federal, kemudian dibagikan ke seluruh rakyat melalui fasilitas kesehatan publik dan swasta.
Namun, sejak 1 Mei lalu, semua stok vaksin yang ada langsung dibagi dua, yakni 50 persen untuk program vaksinasi pemerintah bagi warga berusia 45 tahun ke atas. Sisanya, diambil negara-negara bagian dan sektor swasta langsung dari produsen dan diperuntukkan bagi warga berusia di bawah 45 tahun.
”Sistem India semula efisien karena ketersediaan vaksin ada di bawah kendali pemerintah federal. Namun, ketika pasar mulai bermain dan negara bagian tidak siap, sistemnya kacau,” kata Guru Besar Kesehatan Masyarakat di Christian Medical College, Vellore, Jacob John.
Untuk membantu India, Rusia sudah bersepakat dengan perusahaan farmasi India untuk mendistribusikan 125 juta dosis vaksin Sputnik V. Ahli Mikrobiologi di Christian Medical College, Vellore, Gagandeep Kang, mengingatkan, pemerintah seharusnya memprioritaskan memvaksin orang tua dan siapa saja yang kondisi kesehatannya rentan.
”Vaksin harus diberikan kepada siapa saja yang rentan dan kemungkinan besar akan tewas jika tak segera divaksin,” ujarnya. (REUTERS/AFP)