Hubungan internasional antara Amerika Serikat dan Korea Utara yang selama ini penuh ketegangan akan terus berlanjut. Bahkan, dalam sepekan terakhir, balas pernyataan terjadi dengan nada yang tampaknya eskalatif.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
PYONGYANG, MINGGU — Pemerintah Korea Utara menilai Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Joe Biden akan menjalankan kebijakan permusuhan dengan Pyongyang. Hal ini disampaikan setelah dalam sepekan terakhir, Presiden Joe Biden dan para pembantunya memberikan serial pernyataan tentang diplomasi AS yang mengarah untuk lebih keras dan pramatis terhadap Korea Utara.
Direktur Jenderal Departemen Urusan Amerika Serikat (AS) pada Kementerian Luar Negeri Korea Utara (Korut) Kwon Jong Gun, melalui Kantor Berita Pusat Korea, Minggu (2/5/2021), menyatakan, pernyataan Washington atas Pyongyang adalah sesuatu yang tidak masuk akal dan melanggar hak Korut untuk membela diri atas AS. Kwon juga menyebut bahwa klaim pencegahan defensif yang dilakukan AS adalah ancaman.
”Pernyataannya jelas mencerminkan niatnya untuk tetap menegakkan kebijakan permusuhan terhadap DPRK (Democratic People’s Republik of Korea) seperti yang telah dilakukan oleh AS selama lebih dari setengah abad,” kata Kwon.
Langkah diplomasi AS, Kwon melanjutkan, ditujukan untuk menutupi kebijakan permusuhannya. Adapun klaim pencegahan defensifnya hanyalah sarana untuk menimbulkan ancaman nuklir ke Korut. ”Sekarang setelah kebijakan Biden menjadi jelas, Korut akan dipaksa mengambil langkah-langkah yang sesuai, dan seiring waktu AS akan berada dalam situasi yang sangat serius,” katanya.
Sementara Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Korut menuduh Washington telah menghina martabat pemimpin tertinggi negara itu dengan mengkritik situasi hak asasi manusia (HAM) Korut. ”Kritik atas HAM adalah provokasi yang menunjukkan AS bersiap untuk sebuah pertarungan habis-habisan dengan Korut dan akan kami respons dengan semestinya,” katanya.
Pernyataan para pejabat di Korut tersebut disampaikan setelah sepekan terakhir Presiden AS Joe Biden dan para pembantunya memberikan pernyataan tentang diplomasi AS terhadap Korut. Biden, dalam pidato perdananya sebagai presiden di depan Kongres AS, Rabu lalu, menyatakan bahwa ia akan menggunakan diplomasi pencegahan yang tegas untuk menangani ambisi Korut di bidang persenjataan nuklir.
Dua hari kemudian, Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan kepada wartawan di Air Force One bahwa para pejabat AS telah menyelesaikan peninjauan kebijakan AS terhadap Korea Utara yang dilakukan selama berbulan-bulan. Psaki menegaskan, pelucutan senjata nuklir secara menyeluruh terhadap Korut tetap menjadi tujuan AS. Ini ditempuh dengan mencari jalan tengah di antara kebijakan-kebijakan para pendahulu Biden.
Empat Presiden AS terakhir tidak dapat membuat Pyongyang melepaskan senjata nuklirnya. Presiden yang digantikan Biden, Donald Trump yang adalah Presiden AS dari Partai Republik, mengadakan tiga pertemuan puncak dengan Kim, tetapi tidak mencapai terobosan selain jeda dalam uji coba rudal balistik nuklir dan antarbenua yang telah berlangsung sejak 2017.
Presiden sebelumnya yang berasal dari kubu Demokrat layaknya Biden, Barack Obama, tidak banyak menempatkan diplomasi terhadap Korut di panggung utama. Sejalan dengan itu, tak ada pula langkah-langkah untuk mengurangi ketegangan hubungan di antara kedua negara.
”Kebijakan kami tidak akan fokus pada pencapaian kesepakatan besar, juga tidak akan bergantung pada strategi penuh kesabaran (sebagaimana dijalankan di masa Obama),” kata Psaki. Sebaliknya, lanjut dia, Washington akan mengejar pendekatan ”praktis terkalibrasi yang terbuka” dan akan mengeksplorasi diplomasi dengan Korut. AS juga ditegaskannya siap membuat ”kemajuan praktis” guna meningkatkan keamanan AS dan sekutunya.
Sejauh ini, Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS belum mengomentari tanggapan para pejabat Korut tersebut. Menurut sejumlah analis, Korut tampaknya menggemakan komentar Pyongyang pada Maret yang mengatakan hubungan Pyongyang-Washington akan dibentuk oleh prinsip kekuasaan untuk kekuasaan dan niat baik untuk niat baik.
”Jadi AS tetap menekankan ancaman tersebut, tetap fokus pada aspek negatif dari hubungan tersebut dan akan menimbulkan respons negatif sekaligus,” kata Jenny Town, Direktur Program 38 North, sebuah lembaga yang melacak dan menganalisis dinamika terkait Korut.
Markus Garlauskas, peneliti senior di Dewan Atlantik dan mantan perwira intelijen nasional AS untuk Korut, mengatakan, retorika Pyongyang adalah pengingat bahwa masalahnya lebih besar daripada urusan terminologi atau taktik. Kim Jong Un dinilainya tidak berniat untuk menyerahkan senjata nuklir atau mereformasi sistem politik Korut dan sulit untuk melihat bagaimana Washington dapat merangkul Pyongyang yang memiliki senjata nuklir dan melanggar HAM. ”Perbedaan antara rezim Kim dan AS jauh lebih mendasar,” katanya.
Dari Seoul dilaporkan pada Minggu (2/5/2021), Kim Yo Jong, seorang pejabat senior di pemerintahan Korut dan saudara perempuan Kim Jong Un, dengan tajam mengkritik Korut karena gagal menghentikan aktivis pembelot untuk meluncurkan selebaran anti-Korea Utara. Pernyataan itu muncul untuk menanggapi peristiwa yang terjadi Jumat lalu. Sebuah kelompok aktivis di Korsel mengatakan, mereka telah melepaskan balon propaganda ke Korut yang membawa uang kertas dan selebaran yang mengecam Pemerintah Korut.
”Kami menganggap manuver yang dilakukan oleh kotoran manusia di selatan sebagai provokasi serius terhadap negara kami dan akan mempertimbangkan tindakan yang sesuai,” kata Kim Yo Jong. Tahun lalu Korut meledakkan kantor penghubung antar-Korea di Kaesong, Korut, setelah Kim Yo Jong memimpin kampanye kritik atas peluncuran selebaran serupa.
Pada 21 Mei mendatang, Biden dijadwalkan mengadakan pertemuan pertamanya dengan Presiden Korsel Moon Jae-in. Pertemuan itu diperkirakan akan digunakan Biden untuk mendorong lebih banyak keterlibatan Seoul dengan Korut. Upaya Moon digagalkan oleh kegagalan pembicaraan denuklirisasi di bawah Trump. Skeptisisme Biden terhadap pertemuan pribadi dengan Kim dan fokus baru pemerintahannya untuk menyoroti pelanggaran HAM Korut menghadirkan rintangan baru bagi Moon saat ia berusaha membuat kemajuan dengan Pyongyang di tahun terakhir masa kepresidenannya. (AP/AFP/REUTERS/BEN)