Presiden Korsel Minta Biden Belajar dari Kegagalan Trump Hadapi Kim Jong Un
Dua hari jelang pelantikan Joe Biden sebagai Presiden AS, Presiden Korsel Moon Jae-in menyampaikan pesan agar Biden belajar dari kegagalan pendahulunya, Donald Trump, dalam bernegosiasi dengan Pemimpin Korut Kim Jong Un.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
SEOUL, SENIN — Presiden Korea Selatan Moon Jae-in meminta pemerintahan baru Amerika Serikat di bawah presiden terpilih, Joe Biden, memanfaatkan pencapaian dan sekaligus belajar dari kegagalan Presiden Donald Trump dalam mengelola dinamika di Semenanjung Korea. Moon juga berharap Biden dapat memulai kembali pembicaraan antara Washington dan Pyongyang yang masih buntu di bawah pemerintahan Trump.
Harapan tersebut disampaikan Moon dalam konferensi pers di hadapan media lokal dan asing di kantor kepresidenan, Gedung Biru, di Seoul, Korsel, Senin (18/1/2021).
Pada pemerintahan AS di bawah Trump, Moon telah melobi keras untuk membantu mengatur pelaksanaan tiga pertemuan puncak antara Trump dan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un. Upaya keras Moon, yang berhaluan liberal dan juga putra pengungsi dalam Perang Korea, sempat membuahkan hasil.
Trump beberapa kali bertemu langsung dengan Kim. Namun, kelindan diplomasi mereka masih menemui jalan buntu karena ketidaksepakatan dalam negosiasi soal pelonggaran sanksi AS berkaitan dengan pelucutan senjata nuklir Korut.
Terkait diplomasi di Semenanjung Korea, Biden menuduh Trump lebih mengejar tayangan pertemuan puncak daripada berupaya membatasi kemampuan nuklir Korut. Korut memiliki sejarah menggelar uji coba senjata dan langkah-langkah lain yang dianggap sebagai tindakan provokasi terhadap pemerintahan AS.
Belum lama ini, pada Jumat (15/1/2021), Pyongyang memamerkan kemampuan militer terbarunya dalam sebuah parade. Parade itu digelar seusai Kongres Ke-8 Partai Pekerja Korut. Dalam parade tersebut dipamerkan rudal balistik terbaru berbasis kapal selam, yang belum pernah ditampilkan sebelumnya.
Kim Jong Un juga ditunjuk secara resmi menjadi Sekretaris Jenderal Partai Pekerja yang berkuasa di Korut. Posisi ini pernah dipegang mendiang ayahnya, Kim Jong Il, dan kakeknya, Kim Il Sung, dan sama dengan posisi Ketua Umum Partai Pekerja yang sudah dipegang Kim sejak 2016. Kim berjanji membangun persenjataan nuklir yang lebih canggih, mencapai target-target pembangunan ekonomi, dan mengganti sejumlah pejabat partai.
Kim berjanji membangun persenjataan nuklir yang lebih canggih, mencapai target-target pembangunan ekonomi, dan mengganti sejumlah pejabat partai.
Pidato politik Kim baru-baru ini mengenai tekadnya atas nuklir Pyongyang dipandang bertujuan untuk menekan pemerintahan Biden yang akan datang. Perkembangan itu mau tidak mau menimbulkan kekhawatiran bagi Seoul. Itu sebabnya, Moon merasa perlu untuk memberikan saran dan masukan terhadap Biden, yang akan dilantik sebagai presiden AS, Rabu (20/1/2021) lusa.
Pendekatan berbeda
Moon mengakui bahwa Biden kemungkinan akan mencoba pendekatan yang berbeda dari Trump. Moon pun menekankan harapannya agar Biden masih bisa belajar dari keberhasilan dan kegagalan Trump dalam menangani Pyongyang. Dalam sebuah konferensi pers, Senin ini, Moon mengklaim bahwa Kim masih memiliki ”keinginan yang jelas” atas tawaran program denuklirisasi.
Syaratnya, menurut Moon, adalah Washington dan Pyongyang dapat menemukan langkah-langkah yang dapat disepakati bersama. Kesepakatan itu terkait langsung dengan langkah untuk mengurangi ancaman nuklir dan sekaligus memastikan keamanan Korut.
Sebagian besar pengamat melihat komentar terbaru Kim terkait nuklir Pyongyang sebagai bukti bahwa pemimpin Korut itu akan mempertahankan program senjatanya. Langkah tersebut diambil sebagai bagian dari strategi untuk memastikan kelangsungan rezimnya.
Ketika ditanya tentang upaya Korut meningkatkan kapasitas balistiknya untuk menyerang sasaran di seluruh Korsel, termasuk pangkalan AS di sana, Moon menjawab secara diplomatis. Ia mengatakan Korsel cukup dapat mengatasi ancaman semacam itu dengan sistem pertahanan misil dan aset militer lainnya.
”Dimulainya pemerintahan Biden memberikan kesempatan baru untuk memulai kembali pembicaraan antara Korut dan AS dan juga antara Korut dan Korsel yang telah terhenti di tengah kebuntuan dalam negosiasi nuklir,” kata Moon.
Kemunduran dalam hubungan antar-Korea telah menjadi kemunduran besar bagi Moon. Padahal, dalam masa kepemimpinannya, dia telah bertemu Kim tiga kali pada 2018. Ia pun telah mengungkapkan ambisi untuk memulai kembali keterlibatan ekonomi antar-Korea di tengah sanksi internasional yang dipimpin AS terhadap Pyongyang.
Dalam pertemuan pertama antara Trump dan Kim pada Juni 2018, Washington-Pyongyang berjanji untuk meningkatkan hubungan bilateral. Kedua pemimpin itu juga bertekad mewujudkan keinginan mewujudkan Semenanjung Korea yang bebas nuklir. Namun, dalam pertemuan berikutnya dan masa-masa setelahnya, tidak ada kejelasan soal itu maupun kerangka waktu pencapaiannya.
Negosiasi antarpihak itu pun tersendat setelah pertemuan kedua Trump-Kim pada Februari 2019. Kala itu Amerika menolak tuntutan Korut untuk mendapatkan keringanan sanksi besar dengan imbalan pembongkaran reaktor nuklir yang sudah tua.
Moon bersikeras bahwa kesepakatan Trump dan Kim dalam pertemuan pertama mereka masih relevan dan pemerintahan Biden harus mengambil pelajaran dari kegagalan dua pertemuan Trump-Kim. (AP/REUTERS)