Minusma tercatat sebagai misi penjaga perdamaian PBB yang paling banyak menelan korban. Sejak 2013, sudah 234 anggota Minusma tewas
Oleh
kris mada
·3 menit baca
BAMAKO, SENIN — Anggota pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Mali kembali menjadi sasaran serangan kelompok bersenjata. Serangan pada Minggu (25/4/2021) itu kembali menunjukkan bahwa misi di Mali menjadi lokasi penugasan pasukan penjaga perdamaian paling banyak memakan korban.
Juru bicara Anggota pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Mali (Minusma) Olivier Salgado mengatakan, serangan terjadi di Tessalit. Serangan di salah satu wilayah yang terletak di Mali utara itu membuat tiga tentara cedera serius setelah roket menghantam pangkalan Minusma.
Pangkalan Tessalit diisi oleh pasukan Minusma, Mali, dan Perancis. Selepas serangan, situasi sudah terkendali dan korban ditangani tim medis.
Bukan kemarin saja anggota Minusma disasar kelompok bersenjata di Mali. Pada awal April 2021, empat tentara Minusma tewas setelah serangan di Aguelhok, Kidal. Selain itu, 19 anggota Minusma dari Chad cidera dalam serangan tersebut.
Para penyerang menembakkan mortir ke pangkalan pasukan PBB di Mali, Minusma. Setelah itu, ada bom mobil dan diikuti dengan penembakan aneka senjata api. Belum diketahui pihak mana yang bertanggung jawab atas serangan itu. Di kawasan Sahel, ada banyak kelompok bersenjata dan sebagian terafiliasi dengan Al Qaeda.
Minusma tercatat sebagai misi penjaga perdamaian PBB yang paling banyak menelan korban. Sejak 2013, sudah 234 anggota Minusma tewas. Setiap bulan, Minusma berulang kali menjadi sasaran serangan. Bahkan, pada Juni 2019, Minusma diserang 136 kali.
Kini, Minusma diperkuat 13.289 tentara dari berbagai negara. Indonesia juga ikut mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Mali. Di antara seluruh anggota PBB, Perancis paling aktif mengirimkan tentara ke Minusma dan misi penjaga perdamaian lain yang diterjunkan PBB ke sekitar Sahel. Di kawasan itu, Paris mengirimkan sekitar 5.100 tentara yang sebagian besar ditempatkan di Mali utara dan Chad.
Dampak
Kondisi di Mali memasuki babak mengerikan sejak 2012 kala pemberontak Tuareg berkoalisi dengan Al Qaeda untuk menguasai Mali utara. Keadaan semakin kacau kala tentara mengudeta Presiden Ibrahim Boubacar Keita pada 2020.
Sementara pada pekan kedua April 2021, Ould Sidati tewas ditembak di rumahnya di Bamako. Sidati mewakili salah satu kelompok pemberontak di Mali, CMA, menandatangani perdamaian dengan Bamako pada 2015.
Konflik bersenjata di Mali menelan nyawa 4.000 warga sipil sepanjang 2019 saja. Pada 2020, PBB mencatat 580 penduduk sipil di Mali tengah tewas. Korban tewas juga tercatat di kawasan lain.
Konflik juga memaksa banyak warga Mali mengungsi. Dari 600.000 pada 2010 menjadi 1,5 juta orang pada 2020. Meski sudah berlangsung bertahun-tahun, belum ada kejelasan bagaimana konflik di Mali bisa diselesaikan.
Dalam situasi itu, kehadiran Minusma amat dibutuhkan warga setempat. Selain tentara, Minusma juga mengerahkan pekerja untuk membantu penyediaan infrastruktur dan angkutan udara. Sebab, Pemerintah Mali praktis tidak berdaya menghadapi berbagai kelompok milisi bersenjata di negara itu.
Paris memutuskan mengirim tentara untuk membantu Bamako merebut lagi daerah-daerah yang diduduki pemberontak. Sejak 2014, pemberontak tidak lagi menguasai satu pun daerah di Mali. Namun, mereka belum tumpas sepenuhnya dan terus menyerang dalam berbagai kesempatan. Kini, ada banyak milisi bersenjata di Mali, baik yang berlatar etnis maupun agama.
Pada Juli 2013, Minusma mulai beroperasi dengan fokus awal di Mali utara. Mandat Minusma adalah melindungi warga sipil, membantu perwujudan kesepakatan damai antara Bamako dan sejumlah milisi, serta membantu pihak berwenang meningkatkan kapasitas dalam menjalankan tugas. Minusma juga ditugasi memantau dugaan pelanggaran HAM oleh aparat dan milisi bersenjata di Mali.
Tugas Minusma tidak mudah karena para pihak, baik aparat maupun milisi, sama-sama kerap terlibat kekerasan terhadap warga sipil. Selain Al Qaeda melalui kelompok Al Nusra, di Mali juga ada Negara Islam Sahara Raya. Mali juga menjadi tempat aneka kelompok bersenjata berlatar etnis. (AFP/REUTERS)