Filipina Kembali Ajukan Protes ke China soal Laut China Selatan
Presiden Rodrigo Duterte menghadapi kritik domestik yang semakin meningkat karena keengganannya untuk menghadapi Beijing terkait Laut China Selatan. Duterte cenderung merangkul China sejak menduduki kursi presiden.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
MANILA, JUMAT — Pemerintah Filipina pada Jumat (23/4/2021) mengirim dua nota protes diplomatik baru ke China. Manila memprotes Beijing yang dinilai gagal menarik kapal-kapal China yang mengancam Filipina di wilayah yang disengketakan di kawasan Laut China Selatan. Pemerintah Filipina menilai China telah mengabaikan komitmennya untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu.
Filipina telah meningkatkan retorikanya dalam beberapa pekan terakhir atas kehadiran ratusan kapal China di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil dari daratan Filipina. Protes terbaru Manila itu sekaligus menguji hubungan di antara dua negara yang telah berusaha untuk memulihkan perpecahan bersejarah mereka.
Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Filipina mengatakan para pejabat maritim telah mengamati ”kehadiran dan aktivitas tidak sah yang terus berlanjut” oleh 160 kapal penangkap ikan dan milisi China di sekitar pulau-pulau Spratly yang disengketakan dan Benteng Scarborough, pada 20 April.
Kemlu Filipina menyatakan lima kapal penjaga pantai China juga terlihat di sekitar area tersebut. ”Keberadaan kapal-kapal China yang terus mengerumuni dan mengancam menciptakan suasana ketidakstabilan dan secara terang-terangan mengabaikan komitmen China untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu,” kata Kemlu Filipina.
Bulan lalu, Filipina mengirimkan protes diplomatik karena ada 220 kapal nelayan China yang masuk dan mengancam wilayah perairan Filipina. Kapal-kapal nelayan itu juga diduga dioperasikan kelompok milisi. Namun, China mengatakan, kapal-kapal itu hanya mencari ikan di dalam wilayah perairan China.
Bulan lalu, Filipina mengirimkan protes diplomatik karena ada 220 kapal nelayan China yang masuk dan mengancam wilayah perairan Filipina. Kapal-kapal nelayan itu juga diduga dioperasikan kelompok milisi.
Sejauh ini, belum ada tanggapan dari Pemerintah China atas nota protes diplomatik terbaru dari Filipina itu. Kedutaan China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar. Namun, sumber dari diplomat China membantah bahwa milisi berada di atas kapal tersebut.
China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan (LCS), tempat perdagangan senilai sekitar 3 triliun dollar AS per tahun yang dilalui kapal-kapal secara global. Pengadilan arbitrase internasional pada tahun 2016 membatalkan klaim ekspansif China yang didasarkan pada petanya sendiri. Selain China dan Filipina, empat negara lainnya, yakni Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Taiwan, juga mengklaim kawasan LCS.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang telah merangkul China sejak mengambil alih kekuasaan pada 2016, telah menghadapi kritik domestik yang semakin meningkat karena keengganannya untuk menghadapi Beijing atas aktivitasnya di perairan yang diklaim Filipina. Ketegangan Filipina-China terkait LCS meningkat bulan lalu setelah ratusan kapal China terdeteksi berada di Whitsun Reef di Kepulauan Spratly, yang diperebutkan oleh beberapa negara, termasuk Filipina dan China. Beijing telah menolak tuntutan berulang kali oleh Filipina untuk menarik kembali kapal-kapal tersebut, yang menurut Manila adalah kapal milisi maritim dan China mengatakan sebagai kapal penangkap ikan.
Duterte, pada Senin (19/4/2021), menyatakan, mengerahkan kapal angkatan laut untuk menegaskan hak kedaulatan negara atas minyak dan sumber daya mineral di wilayah ZEE Filipina. Ia mengatakan, jika China mulai mengebor minyak di kawasan itu, dirinya pun akan melakukan hal yang sama.
”Saya sekarang tidak begitu tertarik pada aktivitas memancing. Saya kira tidak ada cukup ikan untuk diperdebatkan,” kata Duterte. ”Namun ketika kita mulai menambang, ketika kita mulai mendapatkan apa pun yang ada di perut laut China, minyak kita, maka pada saat itu saya akan mengirim kapal abu-abu saya ke sana untuk menyatakan klaim.”
Duterte menekankan keinginannya untuk tetap berteman dan berbagi dengan negara lain, termasuk China. Duterte berbicara sehari setelah para pemimpin militer Filipina menolak desas-desus bahwa sebuah grup media sosial yang melibatkan anggota angkatan bersenjata telah menuntut presiden untuk mengecam China atau mereka tidak akan lagi mendukungnya sebagai panglima tertinggi. Duterte telah berulang kali mengatakan konflik dengan China akan sia-sia.
Ketegangan baru di LCS telah mengkhawatirkan beberapa negara. Amerika Serikat, sekutu militer utama Filipina dan mantan penguasa kolonialnya, baru-baru ini mengingatkan China tentang kewajiban perjanjiannya ke Manila. Perselisihan itu muncul ketika Filipina menerima jutaan dosis vaksin Covid-19 dari China yang dikembangkan Sinovac.
Media China, Global Times, dua pekan lalu menurunkan artikel tentang posisi dan aktivitas penjaga pantai China (CCG) sehubungan dengan aktivitas penegakan hukum penjaga pantai. Dikatakan bahwa CCG justru bisa dijadikan sebagai model penegakan hukum yang beradab di LCS. Artikel itu berupaya menolak tuduhan bahwa keberadaan CCG di LCS akan digunakan untuk menunjukkan kekuatan Beijing di kawasan itu secara sembarangan.
Sebagai kekuatan penegak hukum terbesar di LCS, dikatakan bahwa CCG telah sepenuhnya menunjukkan kualitas profesional dan beradab dalam proses penegakan hukum. CCG dinilai telah sepenuhnya melindungi hak dan kepentingan sah dari obyek penegakan hukum. Sayangnya, beberapa orang menutup mata terhadap fakta-fakta ini. Mereka membuat semua jenis kebohongan, seperti ”penegakan hukum dengan kekerasan”, ”tidak menghormati kehidupan manusia”, dan ”pengakuan paksa”. (AFP)