Thingyan adalah masa paling bahagia bagi semua orang Myanmar. Kudeta militer membuat sebagian warga enggan merayakan Thingyan tahun ini.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
YANGON, SENIN — warga Myanmar menggunakan berbagai cara untuk melawan junta militer. Selain unjuk rasa, mereka juga mengajak memboikot Thingyan atau festival perayaan tahun baru dan menerbitkan tabloid bawah tanah.
Thingyan merupakan libur terpenting Myanmar dan tahun ini dijadwalkan pada 13-17 April 2021. Biasanya, warga merayakan Thingyan karnaval di jalan dan para biksu memercikkan air suci. Pada 2020, Thingyan ditiadakan karena pandemi Covid-19. Pada 2021, Thingyan terganggu oleh kudeta.
Dewan Pemerintahan Negara, pemerintahan sementara bentukan militer selepas kudeta 1 Februari 2021, telah merencanakan Thingyan di Mandalay dan Naypyidaw. Thingyan adalah nama festival air versi Myanmar. Di beberapa negara Asia, ada festival sejenis dengan nama dan waktu penyelenggaraan berbeda. Kemiripannya, antara lain, untuk merayakan tahun baru Waisak.
Media resmi junta, Global New Light of Myanmar, melaporkan bahwa Thingyan bukan sekadar festival. ”Ini adalah kesempatan luar biasa untuk menyucikan jiwa. Mereka bisa membersihkan pengaruh iblis. Ini adalah tradisi Myanmar,” demikian ditulis di koran itu.
Para penentang junta mengajak warga tidak menghadiri perayaan Thingyan versi junta. ”Tidak ada alasan ikut perayaan apa pun sampai demokrasi tercapai. Ikut festival Thingyan tidak menghormati orang tua dan warga serta para korban,” demikian pengumuman penentang junta melalui media sosial.
Pimpinan Komite Pemogokan Nasional Ei Thinzar Maung menyebut junta tidak berhak menyelenggarakan Thingyan. Ia mengajak warga membuat Thingyan sendiri. Umat Buddha dan Kristiani diajak mendoakan para korban. Perayaan Thingyan 2021 diajak diganti dari berpesta menjadi berdoa.
Tidak layak
Sejumlah warga negara bagian Mon mengatakan bahwa mereka merasa tidak layak bergembira di Thingyan dalam situasi sekarang. Banyak anggota suku minoritas terpaksa mengungsi gara-gara serangan militer Myanmar atau Tatmadaw. ”Tindakan kita (merayakan Thingyan) bisa dianggap ejekan terhadap mereka,” demikian diunggah di media sosial.
Sebagian warga memang berharap ada festival Thingyan pada 2021. Seorang warga Yangon, Nyi Lwin (26), berharap setelah vaksinasi Covid-19 berjalan bisa menjadi alasan untuk menyelenggarakan Thingyan tahun ini. Ia mengenang Thingyan 2019 yang penuh kegembiraan. Kala itu, jalan-jalan menjadi tempat pesta.
”Thingyan adalah masa paling bahagia bagi semua orang Myanmar. Suhu memanas karena orang berkumpul. Walakin, kami tidak kepanasan karena saling menyemprot air dan semua orang bergembira. Sayang sekali, sulit menikmati itu pada masa gelap seperti sekarang,” ujarnya.
Meski berharap ada Thingyan tahun ini, ia juga mengakui tidak mungkin berpesta di tengah pandemi dan kekejaman junta. ”Harapan kami dihancurkan kudeta. Orang Myanmar tidak akan bahagia karena ratusan orang meninggal dan ribuan ditangkap,” ujarnya.
Hingga Minggu, sedikitnya 706 orang tewas ditembak atau dipukuli aparat. Selain itu, 3.000 orang dilaporkan ditangkap. Setidaknya 200 pesohor dicari junta dan diancam tiga tahun penjara. Sebab, mereka mengajak warga tidak mematuhi junta dan tidak mematuhi pemerintahan hasil kudeta.
Setelah 2,5 bulan kudeta dan kebrutalan terbuka dari aparat, perlawanan warga tidak kunjung padam. Mereka melawan dengan berbagai cara di tengah pembatasan oleh junta.
Sekelompok pemuda Yangon membuat koran bawah tanah yang diberi nama Molotov. Koran itu diedarkan secara digital dan dalam bentuk cetak. Versi cetak diedarkan dari tangan ke tangan. Target pembacanya adalah para pemuda. ”Ini cara kami melawan pembatasan informasi,” kata salah seorang pengelola Molotov, Lynn Thant.
Ia tahu ada risiko ditangkap junta karena membuat koran bawah tanah itu. Walakin, ia percaya Molotov atau media sejenis tidak akan padam dengan penangkapan junta. ”Kalau salah satu dari kami ditangkap, ada banyak orang muda akan terus memproduki Molotov. Bahkan, jika salah satu di antara kami terbunuh, tetap ada pengganti. Mati satu tumbuh seribu. Molotov akan terus ada sampai revolusi berhasil,” ujarnya.
Upaya warga Myanmar tidak mudah karena junta merasa komunitas internasional tidak akan bisa bertindak nyata menindak mereka. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menyebutkan, upaya komunitas internasional terus digagalkan China dan Rusia. ”Kompetisi geopolitik di Myanmar membuat sulit menemukan persamaan. Kami akan terus mencoba,” ujarnya.
Karena itu, alih-alih sanksi tambahan, ia mengusulkan insentif untuk Myanmar. Bentuknya adalah perluasan akses pasar dan peningkatan investasi. Syaratnya, Myanmar kembali ke jalan demokrasi. (AFP/REUTERS)