Hubungan Semakin Panas, Biden Pastikan AS Ungguli China
Sejumlah pejabat China bolak-balik menuding AS dan sekutunya mencampuri urusan dalam negeri China terkait isu Taiwan, Xinjiang, dan Hong Kong.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Pernyataan keras Amerika Serikat terhadap China semakin meningkat. Setelah para pejabat tinggi, giliran Presiden AS Joe Biden ikut bersuara keras soal China. Ia memastikan AS akan selalu mengungguli China.
Biden mengatakan, persaingan AS dan sekutunya dengan China-Rusia sebagai pertarungan demokrasi dan otokrasi di abad ke-21. ”Inilah pertaruhannya. Kita harus membuktikan demokrasi berfungsi,” ujar Biden, Kamis (25/3/2021) sore waktu Washington atau Jumat dini hari WIB.
Di bawah Biden, AS tetap menunjukkan sikap keras pada China. AS menggalang kekuatan di Asia dan Eropa untuk mengadang China-Rusia. Dalam beberapa kesempatan, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken secara terbuka menyebut China sebagai ancaman bagi AS dan sekutunya.
Pernyataan itu disampaikan Blinken, antara lain, di Belgia, Jepang, dan Korea Selatan. Blinken juga menyampaikan hal itu kepada Menlu China Wang Yi kala mereka bersua di Alaska pada pertengahan Maret 2021.
Kini, giliran Biden masuk gelanggang. ”Tujuan utama China menjadi negara terdepan, terkaya, dan terkuat. Hal itu tidak akan terjadi selama saya ada karena AS akan terus tumbuh,” kata Biden.
Bahkan, Biden juga menyerang Presiden China Xi Jinping secara pribadi. Ia menyamakan Xi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Beberapa waktu lalu, Biden setuju dengan sebutan Putin sebagai pembunuh.
Bagi Biden, Putin dan Xi sama-sama mencoba mewujudkan otokrasi. ”Dia (Xi) salah seorang, seperti Putin, yang berpikir otokrasi adalah masa depan dan demokrasi tidak berfungsi di dunia yang semakin rumit. Dia tidak memiliki unsur demokratis di tubuhnya,” kata Biden.
Biden mengaku telah menegaskan kepada Xi bahwa AS akan terus menyoroti dugaan pelanggaran HAM oleh China. ”AS menghargai HAM. Kita tidak selalu bisa sesuai harapan, walakin kita menghargai sistem nilai. Kita berdiri berdasarkan prinsip itu. Selama Anda (Xi) dan negara Anda melanggar HAM secara jelas, kami takkan lelah meminta dunia memperhatikan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya kepatuhan pada norma, termasuk prinsip persaingan yang adil. Baginya, Beijing kerap tidak mematuhi itu.
Tanggapan
Duta Besar China untuk AS Cui Tiankai segera menanggapi pernyataan Biden lewat wawancara dengan CNN, Kamis sore. ”Tujuan kami memenuhi harapan warga China untuk kehidupan yang lebih baik. Tujuan kami bukan untuk bersaing atau menggantikan negara lain. Itu tidak pernah menjadi strategi nasional kami,” ujarnya.
Cui menyoroti upaya AS menggalang kekuatan menghadang China-Rusia. ”Kami tidak menganggap upaya membelah dunia dalam kelompok berbeda atau bahkan mengembangkan pendekatan militeristik sebagai solusi. Malahan, itulah masalahnya,” tuturnya.
Cui juga mengingatkan AS untuk membaca ulang Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa. Dalam piagam itu, salah satu prinsip dasarnya adalah semua anggota PBB setara. Setiap anggota PBB wajib menghormati kedaulatan negara lain.
”Kalau orang-orang mengaku tertarik pada aturan,mungkin bisa dimulai dengan membaca piagam itu dulu. Kalau memang mau memberi contoh, saya menyarankan dimulai dengan menunjukkan kepatuhan pada prinsip yang disepakati secara universal ini,” tuturnya.
Cui dan sejumlah pejabat China bolak-balik menuding AS dan sekutunya mencampuri urusan dalam negeri China. Tudingan disampaikan terkait isu Taiwan, Xinjiang, dan Hong Kong. Bagi Beijing, semua persoalan itu adalah urusan dalam negeri China dan tidak ada negara lain bisa mencampuri.
Terkait persaingan adil, Cui mengatakan bahwa Beijing tidak masalah dan sangat mendukung. Justru AS yang dituding tidak benar-benar mematuhi prinsip persaingan bebas.
”Bagaimana mungkin ada persaingan adil kalau perusahaan China didiskriminasi? Seorang CEO China ditahan tanpa alasan? Kala banyak bukti jelas untuk memolitisasi apa pun. Kala banyak sekali percobaan bukti proteksionisme yang melanggar aturan internasional,” ujarnya.
Selain itu, AS juga memasukkan sejumlah perusahaan China dalam daftar pihak yang dilarang bertransaksi dengan warga atau badan hukum AS. Perusahaan-perusahaan China dalam daftar itu juga dilarang membeli produk AS melalui perantara pihak ketiga. (AP/REUTERS/RAZ)