Kemampuan Rumah Sakit di Titik Nadir, Brasil Butuh Keajaiban Hadapi Covid-19
Sistem pelayanan kesehatan yang nyaris kolaps akibat pandemi Covid-19 terulang lagi di Brasil. Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut kegagalan Brasil mengendalikan penyebaran Covid-19 jadi peringatan bagi dunia.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
BRASILIA, JUMAT — Ruang perawatan di rumah sakit di kota-kota besar di Brasil hampir penuh sejalan dengan laporan jumlah kasus meninggal akibat Covid-19 tertinggi sepanjang pekan lalu. Hal ini memicu pembatasan yang lebih ketat di negara-negara bagian yang berpenduduk padat.
Menurut pusat biomedis Fiocruz, tingkat keterisian unit perawatan intensif (ICU) mencapai level yang kritis, yaitu di atas 90 persen, di 15 dari 27 negara bagian. ”Perjuangan kita melawan Covid-19 kalah pada tahun 2020 dan tidak ada peluang sekecil apa pun untuk membalikkan situasi itu pada semester pertama 2021,” kata Jesem Orellana, epidemiolog dari Fiocruz, seperti dikutip France24.
”Yang maksimal bisa kita lakukan adalah berharap akan keajaiban vaksinasi massal atau perubahan radikal dalam manajemen pandemi,” ucap Orellana. ”Hari ini, Brasil adalah ancaman bagi umat manusia sekaligus laboratorium terbuka di mana kekebalan atas kesalahan manajemen di atas segalanya.”
Di Porto Alegre, bagian selatan Brasil, rumah sakit umum Conceicao yang menjadi rujukan utama kasus Covid-19 berhenti menerima pasen kasus baru Covid-19. Semua tempat tidur ICU di rumah sakit itu masih terisi. Ini merupakan pertama kalinya rumah sakit tersebut menolak pasien sejak epidemi H1N1 tahun 2009.
”Ini peringatan. Kami sudah mencapai kapasitas dan orang-orang perlu mewaspadai bagaimana buruknya situasi ini,” kata Claudio Oliveira, Direktur RS Conceicao. Oliveira mengatakan, rumah sakit menolak pasien Covid-19 baru agar pelayanan kesehatan terhadap pasien Covid-19 tidak kolaps.
Di ibu kota Brasilia yang memberlakukan jam malam, 97 persen ICU di rumah sakit umum terisi dan ICU di rumah sakit swasta 99 persen penuh. Akibatnya, otoritas setempat harus membangun rumah sakit lapangan, seperti dilakukan tahun lalu ketika puncak infeksi terjadi.
Kementerian Kesehatan Brasil menyampaikan, untuk kedua kalinya secara berturut-turut, kematian akibat Covid-19 di Brasil dalam sehari menembus angka 2.000 kasus. Tercatat 2.233 kasus kematian pada Kamis (11/3/2021) dan kasus baru 75.412. Sejauh ini, Brasil melaporkan total 11.277.717 kasus Covid-19.
Dengan total jumlah kematian mencapai lebih dari 272.000, Brasil berada di urutan kedua sebagai negara dengan kasus meninggal akibat Covid-19 tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat. Namun, dalam seminggu terakhir kasus meninggal di Brasil rata-rata di atas 1.600 per hari, lebih tinggi daripada AS yang mencatat sekitar 1.400 kematian sehari.
Sementara para gubernur dan wali kota berjuang untuk menerapkan pembatasan sosial, Presiden Jair Bolsonaro justru menentang karantina wilayah dan mendesak warganya untuk keluar rumah.
Pada Kamis, Bolsonaro kembali menyerang para gubernurnya yang mendorong karantina wilayah, termasuk keputusan Gubernur Sao Paulo yang melarang pertandingan sepak bola. Menurut Bolsonaro, kebijakan itu membuat angka kemiskinan meningkat yang justru lebih parah daripada penyakitnya itu sendiri.
Vaksinasi lambat
Sementara negara-negara Eropa dan Amerika Serikat terus menggencarkan program vaksinasi Covid-19 dan mulai menekan penambahan kasus barunya, Pemerintah Federal Brasil justru memulai vaksinasi dengan lambat. Hanya 2 persen dari 210 juta penduduk Brasil yang sudah divaksinasi penuh.
Dalam keterangan persnya 5 Maret 2021, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, kegagalan Brasil mengendalikan penyebaran virus SARS-CoV-2 menimbulkan kekhawatiran tidak hanya bagi negara-negara Amerika Latin lainnya, tetapi juga peringatan bagi dunia.
”Di seluruh negara, intervensi agresif kesehatan masyarakat, intervensi sosial, akan sangat sangat krusial,” ujar Tedros. ”Tanpa berbuat sesuatu untuk menekan penyebaran penyakit ini, tidak mungkin kasus Covid-19 di Brasil menurun.” (REUTERS/AP)