Rumah Sakit Nyaris Kolaps, Bolsonaro Tetap Ingin Buka Aktivitas Ekonomi
Sering kali sikap pemimpin negara yang tidak sejalan dengan rekomendasi ilmiah dan berat pada sektor ekonomi membuat jumlah kasus Covid-19 tinggi.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
BRASILIA, SENIN — Presiden Brasil Jair Bolsonaro tetap meremehkan pandemi Covid-19 dan mendesak dibuka kembalinya aktivitas ekonomi negara itu. Padahal, saat ini hampir semua rumah sakit di Brasil kolaps karena kehabisan ruang perawatan intensif bagi pasien Covid-19.
Bolsonaro menyambut ratusan pendukungnya yang berkumpul di luar kantor presiden, Minggu (17/5/2020) waktu setempat atau Senin WIB. Massa memberikan dukungan atas keputusan bermotif ekonomi Bolsonaro yang melonggarkan kebijakan pembatasan jarak sosial.
Demonstran di Brasilia dan Sao Paulo menentang perintah otoritas lokal yang mewajibkan warga tetap tinggal di rumah. Mereka bergabung dengan unjuk rasa mendukung Bolsonaro yang menghadapi tekanan terkait responsnya terhadap pandemi Covid-19, yang sudah menewaskan lebih dari 15.000 orang di Brasil.
”Kami harap bisa bebas dari pertanyaan ini segera untuk kebaikan kita semua,” kata Bolsonaro kepada pendukungnya di Brasilia, ibu kota Brasil. ”Brasil akan kembali lagi dengan lebih kuat,” ujarnya.
Kondisi rumah sakit
Mayoritas rumah sakit di Brasil nyaris kolaps karena membeludaknya jumlah pasien Covid-19 yang datang terus-menerus. Dalam hitungan hari semua kapasitas rumah sakit terisi seiring dengan meluasnya penyebaran Covid-19.
Di rumah sakit Sao Jose, Rio de Janeiro, misalnya, hanya tersisa dua tempat tidur pada Sabtu (16/5/2020) pagi waktu setempat. Tetapi, menurut para dokter, sisa tempat tidur itu pasti akan terisi sore hari.
Empat ambulans baru saja tiba membawa pasien menyusul ambulans pertama yang tiba 20 menit sebelumnya. Pasien-pasien itu akan berebut ruang perawatan yang nyaris penuh di RS Sao Jose, yang menerima pasien rujukan dari rumah sakit lain yang sudah penuh untuk merawat pasien Covid-19.
Di Rio de Janeiro, kota dengan kasus meninggal kedua terbanyak akibat Covid-19 di Brasil, sebagian besar rumah sakit yang menerima pasien Covid-19 telah kekurangan ruang perawatan intensif (ICU). Menurut dinas kesehatan setempat, Kamis (14/5/2020), 369 pasien positif Covid-19 menunggu dipindahkan ke ICU.
”Pasien datang dari berbagai tempat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Duque de Caxias Jose Carlos de Oliveira di parkiran rumah sakit. ”Penyakit ini tidak main-main. Siapa pun yang mengira ini lelucon akan kehilangan nyawa mereka,” kata Oliveira, dokter yang baru sembuh dari Covid-19.
Fasilitas di RS Sao Jose sendiri baru diresmikan pada 4 Mei 2020 dan kini hampir 90 persen tempat tidurnya sudah terisi. Kurang dari seminggu setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan status pandemi, kota Duque de Caxias membeli RS swasta dan mulai mengubahnya menjadi fasilitas perawatan intensif khusus pasien Covid-19.
Sejauh ini lebih dari 15.000 penduduk Brasil meninggal karena Covid-19 meski banyak ahli yang memperkirakan jumlah riilnya jauh lebih banyak dari itu. Dalam beberapa hari terakhir ada penambahan sedikitnya 800 kasus meninggal baru per hari. Namun, menurut para ahli, Brasil belum mengalami puncak pandemi.
Pada Minggu (17/5/2020), Kementerian Kesehatan Brasil melaporkan ada 7.938 kasus baru Covid-19 dalam 24 terakhir sehingga jumlah total kasus menjadi 241.000, sementara total jumlah kasus meninggal 16.118 kasus.
Meski demikian, Bolsonaro selalu meremehkan pandemi Covid-19 ini dengan menyebutnya sebagai ”flu kecil” serta mengkritik keras gubernur dan wali kota yang menutup perekonomian, menerapkan karantina wilayah, dan mendesak warganya tinggal dan bekerja dari rumah.
Bolsonaro justru mendorong semua orang yang tidak masuk ke dalam ”kelompok berisiko” kembali bekerja sehingga perekonomian tidak kolaps. Bolsonaro juga mendorong pemakaian obat yang tidak terbukti mampu menyembuhkan Covid-19, seperti klorokuin.
Merespons sikap presidennya yang tidak mengindahkan rekomendasi kesehatan, Menteri Kesehatan Brasil Nelson Teich mengundurkan diri, Jumat (15/5/2020), membuatnya hanya menjabat sebagai menteri kesehatan kurang dari sebulan.
Menurut Teich, klorokuin masih ”tidak pasti” dan efek sampingnya pun perlu diwaspadai. (AP/REUTERS)