Militer Bantah Lakukan Kudeta
Junta militer Myanmar menolak tindakan pengambilalihan kekuasaan sebagai sebuah kudeta dan menilainya sebagai sebuah kewajiban karena terjadi kecurangan dalam pemilu November 2020.
NAYPYIDAW, SELASA – Junta militer Myanmar tidak merasa tindakannya menahan pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi, Aung San Suu Kyi dan sejumlah anggota kabinet Pemerintah Myanmar yang memenangi pemilihan umum November lalu sebagai sebuah kudeta. Junta militer menilai tindakan mereka dibenarkan karena terjadi kecurangan dalam pelaksanaan pemilu November 2020 lalu dan hal itu tidak dibenahi.
Junta berencana menyelenggarakan pemilu ulang dan akan menyerahkan kekuasaan yang kini mereka pegang sekarang pada partai pemenang pemilu.
Baca juga : Pemerintahan Sipil Suu Kyi dan Kepentingan Bisnis Petinggi Militer
“Tujuan kami (mengambil alih kekuasaan) adalah untuk mengadakan pemilihan dan menyerahkan pada partai pemenang,” kata Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, juru bicara Dewan Penguasa Junta Militer Myanmar, SElasa (16/2), konferensi pers pertama sejak kudeta terjadi, 1 Februari.
Militer belum memberikan tanggal untuk pemilihan baru tetapi telah memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun. Zaw Min Tun mengatakan militer tidak akan lama memegang kekuasaan.
"Kami menjamin bahwa pemilihan akan diadakan," katanya pada konferensi pers yang disiarkan langsung oleh militer melalui Facebook, sebuah platform yang dilarang militer.
Saat ditanya mengenai keberadaan Aung San Suu Kyi dan presiden yang ditahan oleh Junta, Zaw menyatakan, mereka hanya mengikuti perintah konstitusi.
Aung San Suu Kyi yang kini masih berada di dalam penjagaan ketat militer kini tengah diincar dengan tuntutan hukum baru, setelah sebelumnya ditahan dengan sangkaan mengimpor enam unit walkie-talkie secara ilegal. Pengacara Aung San Suu Kyi, Khin Maung Zaw, mengatakan peraih Nobel Perdamaian itu menghadapi tuduhan kedua karena melanggar Undang-Undang Bencana Alam.
Baca juga : Junta Myanmar Susun UU Baru untuk Kekang Kebebasan Sipil
Dia mengatakan Suu Kyi telah bertemu dengan hakim melalui telekonferens. Namun, dia tidak bisa mendampinginya karena belum mendapat surat kuasa.
Ditanya tentang kesehatannya, Khin Maung Zaw berkata: "Tidak ada berita adalah kabar baik. Kami belum mendengar atau menerima kabar buruk."
Warga Terus Bergerak
Meski aparat keamanan gabungan menurunkan kendaraan lapis baja dan terus melakukan penangkapan terhadap warga, terutama di malam hari, hal itu tidak membuat warga surut bergerak. Ribuan pengunjuk rasa, termasuk sejumlah pemuka agama, turun ke jalan meyuarakan penolakannya terhadap pemerintahan junta militer dan kudeta yang dilakukannya. Para pengunjuk rasa dari berbagai kelompok warga mendesak pembebasan Aung San Suu Kyi dan kabinet pemerintahan sipil. Mereka terus menggelorakan gerakan pembangkangan sipil yang melumpuhkan banyak fungsi pemerintahan.
Baca juga : Myanmar Kembali ke Titik Nol
Tak peduli dengan sinar matahari yang terik, ribuan pengunjuk rasa memblokir jalur layanan kereta api antara Kota Yanhon dan Kota Mawlamyine. Ribuan pendemo melambai-lambaikan spanduk dan poster yang berisikan desakan pembebasan seluaruh warga sipil yang ditahan junta. "Lepaskan pemimpin kami segera," dan "Kekuatan rakyat, kembalikan," teriak kerumunan.
Massa juga berkumpul di dua tempat di kota utama Yangon - di lokasi protes tradisional dekat kampus universitas utama dan di bank sentral, di mana pengunjuk rasa berharap untuk menekan staf untuk bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil. Aksi hari SElasa juga diikuti oleh sekitar 30 biksu Buddha yang memprotes kudeta tersebut dengan doa.
Utusan Khusus PBB Christine Schraner Burgener menyatakan telah berbicara kepada junta, setelah militer memilih menutup komunikasi dengan dunia luar. “Ny. Schraner Burgener telah menegaskan bahwa hak berkumpul secara damai harus dihormati sepenuhnya dan para demonstran tidak dikenakan pembalasan," kata juru bicara PBB Farhan Haq. Dia menambahkan, seluruh dunia kini tengah mengawasi apa yang tengah berlangsung di negara tersebut dan menyatakan tindakan yang dilakukan oleh junta akan memiliki konsekuensi yang parah.
Baca juga : Kudeta Myanmar, dalam Perspektif Perbandingan
Singapura Tidak Dukung Perluasan Sanksi
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan, di depan parlemen mengatakan, pemerintah Singapura mengikuti perembangan di Myanmar dan menilai kondisi saat ini mengkhawatirkan. Tapi, pada saat yang sama, menurutnya, pemerintah Singapura tidak mendukung adanya perluasan sanksi terhadap Myanmar karena khawatir hal itu akan berdampak pada rakyat.
Dalam pernyataannya di hadapan parlemen, Vivian menyebut bahwa kudeta yang dilakukan oleh junta militer Myanmar adalah sebuah kemunduran besar bagi perekonomian negara itu. Dia juga menyatakan, pemerintah Singapura akan menilai kembali profil risiko berusaha dan eksposur mereka ke Myanmar.
Baca juga : AS Jatuhkan Sanksi kepada Jenderal Min Aung Hlaing dan 9 Pejabat Myanmar
"Kita seharusnya tidak menerapkan sanksi sembarangan yang digeneralisasikan secara luas karena orang yang paling menderita adalah rakyat biasa di Myanmar," katanya. Pandangan pemerintah Singapura itu, menurut Vivian telah disampaikan ke sejumlah negara barat, diantaranya adalah pemerintah Jerman.
Vivian mengatakan Singapura, investor utama di Myanmar, prihatin dengan bentrokan kekerasan di protes, penangkapan pegawai negeri, pemadaman internet dan penempatan pasukan dan kendaraan lapis baja di jalan-jalan kota.
"Ini perkembangan yang mengkhawatirkan. Kami mendesak pihak berwenang untuk menahan diri sepenuhnya. Kami berharap mereka akan mengambil langkah segera untuk meredakan situasi. Seharusnya tidak ada kekerasan terhadap warga sipil tak bersenjata. Dan kami berharap akan ada resolusi damai,” katanya.
Baca juga : Mengapa Militer Sangat Kuat di Myanmar?
Mengutip laman Enterprise Singapore, sebuah lembaga investasi milik pemerintah Singapura, nilai investasi negara ini di Myanmar adalah yang terbesar, mengalahkan nilai investasi China. Data nilai investasi 2018-2019, jumlah modal yang ditanamkan Singapura di Myanmar mencapai 20,6 miliar dolar atau sekitar 26 persen dari total nilai investasi asing di negara tersebut.
Sektor komunikasi adalah sektor yang menjadi tujuan investor Singapura di Myanmar, mencapai angka 73 persen. Sektor manufaktur dan real estat adalah dua sektor lainnya yang menarik minat investor singapura, masing-masing meyumbang angka 14 persen dan 4,6 persen.
Upaya Indonesia
Indonesia terus mengupayakan agar komunitas internasional memberi perhatian bagi keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar. Indonesia juga terus mendorong transisi demokrasi di Myanmar.
"Saya menyampaikan bahwa bagi Indonesia, keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar harus menjadi prioritas utama. Upaya untuk mengamankan berlanjutnya transisi inklusif menuju demokrasi perlu terus dikedepankan," ujar Retno usai berdiskusi dengan Menlu Hongaria Peter Szijjártó. Selain kepada Szijjártó, Retno juga menyampaikan pandangan Indonesia kepada Menlu AS Antony Blinken dan Menlu China Wang Yi.
Baca juga : Indonesia Galang Komunitas Internasional untuk Cari Solusi Krisis Myanmar
"Saya juga menyampaikan bahwa mekanisme kawasan harus dapat bekerja lebih baik, untuk secara konstruktif membantu penyelesaian isu yang sulit ini," lanjut Retno.
Retno juga menekankan bahwa Indonesia terus menyampaikan kesediaan berkontribusi. Selain kepada Szijjártó, Retno menyampaikan sikap Indonesia kepada sesama anggota ASEAN, Uni Eropa, Jepang, Australia, Inggris, dan Perserikatan Bangsa-bangsa. "Hari ini saya berkomunikasi dengan Menlu AS dan besok dengan Menlu RRT," ujarnya menyebut nama resmi negara China.
Retno juga kembali berkomunikasi dengan koleganya di Asia Tenggara. "Sekali lagi, Indonesia akan terus berupaya berkontribusi secara konstruktif," ujarnya. (AP/Reuters/RAZ)