AS Jatuhkan Sanksi kepada Jenderal Min Aung Hlaing dan 9 Pejabat Myanmar
Satu dari sepuluh pejabat yang masuk dalam daftar sanksi AS itu adalah Panglima Tertinggi Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. Ia sosok paling berkuasa saat ini atas legislatif, yudikatif, dan eksekutif di Myanmar.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Departemen Keuangan Amerika Serikat, Kamis (11/2/2021) waktu setempat atau Jumat dini hari WIB, menjatuhkan sanksi kepada junta militer Myanmar berupa pemblokiran aset dan transaksi apa pun terhadap 10 pejabat militer Myanmar dan perusahaan yang dikendalikan militer negara itu. Nilai aset dan transaksi yang diblokir Pemerintah AS itu diperkirakan 1 miliar dollar AS.
Sepuluh pejabat itu dianggap paling bertanggung jawab dalam aksi kudeta militer tidak berdarah atas pemerintahan sipil Myanmar pada 1 Februari lalu. Satu dari 10 pejabat yang masuk dalam daftar penerapan sanksi itu adalah Panglima Tertinggi Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Min Aung Hlaing adalah sosok yang saat ini paling berkuasa atas kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif di Myanmar. Ia sebelumnya sudah berada di bawah sanksi AS atas tindakan keras militer Myanmar yang diduga dilakukan terhadap warga minoritas Muslim Rohingya.
Sosok lain yang ditarget dalam sanksi itu adalah Menteri Pertahanan Myanmar Jenderal Mya Tun Oo. Ikut serta dijatuhi sanksi adalah tiga perusahaan pengekspor permata yang dikendalikan oleh militer Myanmar.
”Kami juga siap untuk mengambil tindakan tambahan jika militer Burma tidak mengubah arah,” kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen menggunakan nama lama Myanmar. ”Jika ada lebih banyak kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai, militer Burma akan mendapati bahwa sanksi hari ini baru yang pertama.”
Unjuk rasa memrotes kudeta militer di Myanmar terus berlanjut, Jumat ini, atau memasuki hari ketujuh. Sebagian besar demonstrasi yang mengecam keras penggulingan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi sebagian besar telah berlangsung damai. Namun, pasukan keamanan mulai awal pekan ini menggunakan gas air mata, meriam air, dan menembakkan senjata dengan peluru karet kepada pengunjuk rasa.
Bahkan, militer diduga juga menggunakan peluru tajam sehingga mengakibatkan dua peserta unjuk rasa dalam kondisi kritis. Pemerintahan Joe Biden di Washington sebelumnya meminta militer Myanmar untuk membebaskan para pemimpin dan aktivis politik Myanmar sekaligus meminta militer melepaskan kekuasaan mereka.
Langkah penerapan sanksi oleh Pemerintah AS itu didukung Pemerintah Inggris. Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab melalui media sosial Twitter mengatakan, London juga bakal meminta pertanggungjawaban para pemimpin militer Myanmar. Adapun dari Brussels, Belgia, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell juga memperingatkan bahwa blok UE dapat menjatuhkan sanksi baru kepada militer Myanmar.
Dari Yangon diwartakan bahwa Jenderal Hlaing pada Kamis malam menyerukan pegawai negeri untuk kembali bekerja setelah berhari-hari mereka ikut aksi pemogokan nasional mendukung protes warga pada umumnya. Ia mengancam akan mengambil tindakan jika perintah itu tidak dituruti dan dilaksanakan.
”Karena hasutan oknum, beberapa aparatur sipil negara gagal menjalankan tugasnya,” katanya dalam sebuah pernyataan. ”Tindakan efektif akan diambil.”
Aksi unjuk rasa merebak di Myanmar, didahului dan dilakukan seiring dengan pembangkangan sipil. Pembangkangan sipil itu dimotori para dokter dan tenaga kesehatan di seluruh Myanmar. Warga pada umumnya menyerukan pembebasan Suu Kyi dan tokoh senior lainnya partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang ditahan.
”Jangan pergi ke kantor," teriak pengunjuk rasa di luar bank sentral Myanmar di Yangon, Kamis. Mereka aktif ambil bagian dari upaya mendesak warga untuk mogok kerja sebagai cara untuk menekan junta.
”Kami tidak melakukan ini selama sepekan atau sebulan. Kami bertekad melakukan ini sampai akhir ketika (Suu Kyi) dan Presiden U Win Myint dibebaskan,” kata seorang pegawai bank yang ikut dalam aksi itu. Puluhan ribu pengunjuk rasa berbaris dengan damai di Naypyidaw, ibu kota dan benteng militer Myanmar, serta Yangon, kota terbesar dan pusat komersial di negara itu.
Sejauh ini junta militer Myanmar tampak bergeming dengan sikapnya. Ada lebih banyak laporan penangkapan yang dilakukan militer. Penangkapan terbaru dilakukan termasuk terhadap wakil ketua majelis rendah parlemen dan seorang asisten utama Suu Kyi. Menurut lembaga Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) yang berbasis di Thailand, jumlah orang yang ditahan oleh junta di Myanmar sudah lebih dari 200 orang.
Otoritas Partai NLD, yang markas besarnya di Yangon digerebek pada pekan ini, juga mengonfirmasi penangkapan sejumlah pejabat pemilihan umum Myanmar. Pejabat-pejabat itu ditangkap militer pada Kamis sore. Akhir pekan lalu, militer membenarkan perebutan kekuasaan dengan mengklaim ada kecurangan pemilih yang meluas dalam pemilu, November tahun lalu. (AP/AFP)