Keberadaan Suu Kyi dan Tahanan Lainnya Masih Misterius
Sehari setelah menangkap tokoh-tokoh pro-demokrasi dan pemerintahan sipil dalam kudeta di Myanmar, militer negara itu tidak memberikan informasi tentang di mana para tokoh itu dan dalam kondisi apa mereka ditahan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
YANGON, SELASA — Keberadaan Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint, dan para pemimpin lain Partai Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD hingga Selasa (2/2/2021) pagi masih belum diketahui. Militer Myanmar, yang menangkap tokoh-tokoh itu pada Senin pagi, tidak memberikan informasi tentang di mana mereka dan dalam kondisi apa mereka ditahan.
Kudeta di Myanmar terjadi setelah ketegangan berhari-hari antara pemerintah sipil dan militer. Dalam pernyataan tertulis di Facebook sebelum penangkapannya, Suu Kyi mengatakan bahwa pengambilalihan kekuasaan oleh militer akan membuat Myanmar ”kembali berada di bawah kediktatoran”.
”Saya mendesak orang-orang untuk tidak menerima ini untuk menanggapi dan dengan sepenuh hati memprotes kudeta oleh militer,” katanya. Media belum dapat menghubungi pejabat NLD untuk mengonfirmasi kebenaran pernyataan tersebut.
Biksu Buddha, Shwe Nya War Sayadawa, yang dikenal karena dukungan terbuka kepada NLD, juga termasuk di antara mereka yang ditangkap pada Senin. Pernyataan itu disampaikan oleh otoritas kuil tempat Sayadawa mengabdi. Biksu adalah kekuatan politik yang kuat di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.
Pada Selasa pagi, kehidupan warga Yangon terlihat kembali seperti biasa. Bank dan pasar mulai buka lagi setelah tutup pada awal pekan. Para pendukung militer merayakan kudeta tersebut dengan berparade di kota Yangon dengan truk dan mengibarkan bendera nasional pada Senin.
Di Naypyidaw, ibu kota Myanmar, pasukan keamanan dilaporkan mengurung anggota parlemen di kompleks perumahan mereka. Para anggota parlemen itu dilarang keluar rumah.
Para aktivis demokrasi dan pendukung NLD mengungkapkan kemarahan mereka atas apa yang terjadi di Myanmar. Empat kelompok pemuda mengecam keras kudeta tersebut dalam pernyataannya dan berjanji untuk ”mendukung rakyat”, tetapi tidak mengumumkan tindakan spesifik.
”Negara kami adalah burung yang baru saja belajar terbang. Sekarang tentara mematahkan sayap kami,” kata aktivis mahasiswa, Si Thu Tun.
Wakil presiden yang juga mantan jenderal militer, Myint Swe, telah diserahi kekuasaan jabatan sebagai presiden sementara Myanmar. Myint Swe kemudian menyerahkan jabatan pemimpin negara kepada Panglima Tertinggi Militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Militer berjanji akan mengadakan pemilihan umum baru pada akhir keadaan darurat satu tahun. Partai pemenang dalam pemilu yang dijanjikan itu selanjutnya bakal diserahi kekuasaan.
Copot 24 menteri
Sebagai bagian dari konsolidasi kekuasaan, junta mencopot 24 menteri dan menunjuk 11 orang pengganti untuk mengawasi kementerian, termasuk kementerian keuangan, pertahanan, serta urusan luar negeri dan dalam negeri. Media Irrawaddy melaporkan, Menteri Kesehatan dan Olahraga Myint Htwe mundur dari jabatannya tepat pada hari kudeta terjadi.
Menteri Pendidikan Myo Thane Gyi, Menteri Informasi Pe Myint, dan Menteri Transportasi U Thant Zin Maung diminta mundur serta mengosongkan rumah mereka dalam tiga hari sejak diperintah pada Senin. ”Saya mundur dari Kementerian Kesehatan dan Olahraga. Saya akan meninggalkan Naypyidaw dalam tiga hari ke depan,” kata Htwe dalam unggahan di akun Facebook.
Bank Dunia, Senin, menyatakan sangat prihatin tentang situasi terbaru di Myanmar. Bank Dunia memperingatkan bahwa peristiwa kudeta itu berisiko membawa kemunduran besar bagi transisi negara dan prospek pembangunan Myanmar.
”Kami prihatin tentang keselamatan dan keamanan orang-orang di Myanmar, termasuk staf dan mitra kami, serta terganggu oleh penutupan saluran komunikasi, baik di dalam Myanmar maupun dengan dunia luar,” kata Bank Dunia dalam pernyataan yang dikeluarkan Senin malam.
Bank Dunia mengatakan, pihaknya telah menjadi mitra yang berkomitmen dalam mendukung transisi Myanmar menuju demokrasi selama satu dekade terakhir. Myanmar disebutkan tengah berupaya mencapai pertumbuhan berkelanjutan secara luas dan peningkatan inklusi sosial.
”Kami tetap berkomitmen untuk tujuan itu. Pikiran kami bersama rakyat Myanmar,” lanjut pernyataan Bank Dunia.
Situs web Bank Dunia mencantumkan 900 juta dollar AS dalam komitmen pinjaman Bank Dunia ke Myanmar pada tahun 2020, meningkat dari komitmen serupa senilai 616 juta dollar AS pada tahun 2017. Bank Dunia mengutip apa yang disebut sebagai ”peningkatan terukur dalam kesejahteraan sosial” sejak negara itu dibuka pada 2011. Kemiskinan di Myanmar turun menjadi 25 persen pada 2017 dari 48 persen pada 2005.
Momentum reformasi melambat setelah tahun 2016 ketika pemerintah sipil yang baru terpilih berjuang keras untuk mendefinisikan visi ekonominya. Bank Dunia menyatakan, Pemerintah Myanmar baru-baru ini mengadopsi rencana pembangunan berkelanjutan yang ambisius dan menghidupkan kembali agenda reformasi ekonominya. Ekonomi Myanmar diproyeksikan terkontraksi 0,5-2,5 persen pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19.
Seruan masyarakat sipil
Sementara itu, secara terpisah kelompok yang menyebut diri mereka Organisasi Masyarakat Sipil dan individu mengajak masyarakat Asia Tenggara menyuarakan tekanan untuk mendesak militer di Myanmar menghentikan kekerasan, memulihkan internet, dan menghormati hak digital yang dibutuhkan warga Myanmar di masa seperti sekarang ini.
Mengutip laporan organisasi pemantau jaringan internet, Netblocks, melalui pernyataan tertulis, organisasi itu mengatakan, telah terjadi gangguan pada jaringan internet di Myanmar di tengah pemberontakan militer dan laporan penahanan kepemimpinan sipil. Data jaringan dari NetBlocks Internet Observatory menunjukkan, permulaan gangguan internet yang meluas di Myanmar pada Minggu, 31 Januari 2021, di tengah laporan pemberontakan militer dan penahanan para pemimpin politik, termasuk Aung San Suu Kyi.
Gangguan telekomunikasi, yang dimulai sekitar pukul 03.00 Senin waktu setempat, memiliki dampak subnasional yang signifikan, termasuk ibu kota, dan kemungkinan akan membatasi cakupan acara saat berlangsung. Pemutusan berkelanjutan telah dipantau dengan konektivitas nasional yang awalnya turun menjadi 75 persen dan kemudian 50 persen dari tingkat biasa pada pukul 08.00 waktu setempat pada hari Senin, 1 Februari 2021.
”Kami mengajak masyarakat Asia Tenggara untuk menunjukkan solidaritas dan bersama-sama pihak militer Myanmar membebaskan tokoh-tokoh politik dan warga, memulihkan jaringan internet dan menjunjung hasil pemilu yang demokratis,” demikian pernyataan kelompok tersebut.
”Menghentikan dan memfilter pengguna dari akses internet, terlepas dari justifikasi yang diberikan, menjadi tidak proporsional dan dengan demikian melanggar Pasal 19 Ayat 3 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICPPR),” lanjut kelompok itu. (AP/AFP/REUTERS/SAM)