Ekonomi Memburuk, Korut Berbaikan dengan Dunia Luar
Korut ingin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sembari mempertahankan persenjataan nuklir. Pyongyang hanya mau pengurangan sanksi untuk peredaan ketegangan, bukan denuklirisasi.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
SEOUL, JUMAT — Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un ingin hubungan dengan negara lain diperbaiki dan ditingkatkan. Keinginan itu disampaikan setelah Kim mengakui target pembangunan tidak tercapai.
Kim mengungkap keinginan itu di sela-sela Kongres Partai Pekerja, Kamis (7/1/2021). Mengutip laporan KCNA, kantor berita resmi Korut, pada Jumat, Yonhap menulis bahwa Kim mengumumkan kebijakan dan orientasi umum partai adalah memperluas dan meningkatkan hubungan dengan pihak luar secara menyeluruh.
Kim menyebut, hubungan dengan Korea Selatan dibutuhkan sesuai keadaan dan waktu yang berkembang. ”Laporan menunjukkan bahwa masalah dengan Korea Selatan dibutuhkan dalam keadaan sekarang,” ujarnya.
Pernyataan pada hari ketiga Kongres Partai Pekerja, partai penguasa di Korut, itu diungkap setelah Kim mengakui target pembangunan lima tahunan tidak tercapai. ”Rencana ekonomi lima tahun kemarin seharusnya tercapai tahun lalu, tetapi gagal di hampir semua sektor,” ujarnya pada hari pertama kongres Partai Pekerja.
Sejumlah pakar di Korsel menduga pernyataan Kim merupakan persiapan Korut untuk membuka perundingan dengan Amerika Serikat di masa Joe Biden. ”Kita harus bersiap pada kemungkinan kejutan. Pernyataan ’meningkatkan dan memperluas secara menyeluruh’ hubungan dengan pihak luar adalah pernyataan yang jarang. Mungkin saja Ketua Kim Jong Un memberikan proposal yang serius untuk menarik perhatian dan mengukuhkan citranya sebagai pemimpin yang mengendalikan hubungan internasional meski ia tidak akan menunjukkan hasil nyata dalam waktu dekat,” tutur pakar di the Institute for Far Eastern Studies pada Kyungnam University, Lim Eul-chul.
Sampai sekarang, Pyongyang belum bersikap soal kemenangan Biden. Dalam berbagai kesempatan, Biden mengindikasikan sikap keras terhadap Kim Jong Un dan Korut. Bahkan, Biden menyebut Kim sebagai penjahat dan tidak boleh diperlakukan dengan baik. Biden mengindikasikan tidak akan mengikuti langkah Donald Trump dalam mengurus Korut. Sejumlah pemantau Korut di Korsel menduga Kim cemas dengan Biden.
Di masa pemerintahan Trump, AS-Korut untuk pertama kalinya menggelar pertemuan tingkat tinggi secara bilateral. Sayang, upaya itu berantakan setelah Pyongyang-Washington sama-sama berkeras pada tuntutan masing-masing. Pyongyang meminta seluruh sanksi internasional dicabut sebelum persenjataan nuklirnya dimusnahkan, sementara Washington meminta sebaliknya.
Provokasi
Sejak perundingan gagal, Pyongyang beberapa kali menembakkan rudal. Penembakan-penembakan itu dipandang sebagai upaya provokasi. Walakin, beberapa waktu belakangan tidak ada indikasi provokasi oleh Pyongyang. Kondisi itu dinilai bagus untuk perundingan AS-Korut di masa depan.
”Sangat bagus untuk perundingan jika Korut tidak melakukan provokasi militer menjelang pemerintahan Biden. Akan tetapi, masalah mendasarnya adalah pemerintahan Kim ingin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sembari mempertahankan persenjataan nuklir. Pyongyang hanya mau pengurangan sanksi untuk peredaan ketegangan, bukan denuklirisasi,” kata Leif-Eric Easley, pengajar di Ewha Womans University.
Selain dengan AS yang jauh, hubungan Korut dengan Korsel yang bersebelahan pun memburuk. Korut meledakkan kantor penghubung dengan Korsel pada 2020. Sebab, Seoul dinilai gagal mengendalikan penyebaran selebaran-selebaran anti-Pyongyang. Selebaran itu dibuat pembelot asal Korut di Korsel dan disebarkan terutama di wilayah perbatasan Korut-Korsel.
Korsel telah mencoba memperbaiki keadaan, antara lain dengan melarang penyebaran selebaran itu. Korsel juga terus menawarkan dialog dengan Korut. Sampai sekarang, Korut terus mengabaikan tawaran tersebut.
Ke depan, Korut diduga akan menerima tawaran dialog dari Korsel. Perbaikan hubungan Korsel dinilai sebagai batu loncatan Korut untuk kembali berhubungan dengan AS. (AP/AFP)