Seperti Trump, Pence Juga Tolak Bahas Peralihan Kekuasaan Saat Debat Cawapres
Debat calon wakil presiden AS diwarnai teguran terhadap Wapres Mike Pence yang bolak-balik memotong paparan Kamala Harris, calon wakil presiden AS dari Demokrat. Pemandu debat juga beberapa kali menegur keduanya.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence menolak membahas peralihan kekuasaan secara damai bila pihaknya kalah dalam pemilu pada 3 November mendatang. Ia juga ditegur karena berulang kali memotong paparan pesaingnya, calon wakil presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris, dalam debat calon wakil presiden AS.
Debat digelar pada Rabu (7/10/2020) malam waktu Salt Lake City atau Kamis pagi WIB. Ia duduk di panggung yang diberi pembatas bahan transparan antara dirinya dan Harris dalam jarak 3,6 meter.
Kala ditanya soal peralihan kekuasaan secara damai bila kalah dalam pemilu, Pence menjawab bahwa ia dan Presiden AS Donald Trump akan menang besar. Ia menyinggung kinerja Trump dan fakta jumlah hakim konservatif di pengadilan-pengadilan federal serta Mahkamah Agung AS.
Memang, sebanyak 25 persen hakim federal AS kini ditunjuk oleh Trump. Selain itu, sebanyak lima dari delapan hakim agung AS merupakan hakim-hakim yang dipilih para presiden Repulikan. Bahkan, dua di antaranya dipilih Trump. Untuk mengisi kekosongan satu kursi hakim agung setelah Ruth Bader Ginsburg meninggal, Trump juga telah mengusulkan Amy Coney Barrett.
Para hakim berwenang memutuskan sengketa terkait pemilu. Sejauh ini, sudah beberapa keputusan dibuat pengadilan-pengadilan AS terkait pemilu.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu Presiden Donald Trump menyatakan keengganannya untuk menyerahkan kekuasaan apabila pilpres nanti dimenangi oleh lawannya, Joe Biden dari Partai Demokrat. Dia menyatakan, pertarungannya dengan Biden akan berlanjut di Mahkamah Agung.
Pernyataannya tersebut diulanginya lagi pada Kamis (24/9/2020). Trump menyatakan keraguannya apakah pilpres nanti bisa berlangsung dengan jujur. ”Saya ingin ingin memastikan pemilihannya jujur dan saya tidak yakin bisa (terwujud) seperti itu,” kata Trump kepada jurnalis sebelum meninggalkan Gedung Putih, 24 September 2020.
Sikap Trump dan Pence itu berbeda dengan penegasan para petinggi Partai Republik yang ingin memastikan transfer dan transisi kekuasaan secara damai, apa pun hasil pemilihan presiden pada 3 November nanti. Mereka juga coba meyakinkan para calon pemilih bahwa para anggota parlemen akan menerima apa pun hasil pemilihan.
Sementara terkait kinerja pemerintahan Trump, serangkaian jajak pendapat justru menunjukkan hampir 60 persen responden tidak puas dengan Trump. Ketidakpuasan terhadap Trump selaras dengan peluang keterpilihannya. Serangkaian jajak pendapat menunjukkan paling banyak 45 persen responden menyatakan akan memilih Trump dalam pemilu 2020.
Dalam berbagai kesempatan, Trump menyebut jajak pendapat direkayasa dan menuding ada kecurangan pemilu. Walakin, ia tidak pernah menunjukkan buktinya. Selain itu, tren soal kepuasan atas kinerja dan peluang keterpilihan juga tercatat dalam jajak pendapat oleh Fox News, media yang condong menyokong Republikan dan Trump.
Dalam debat cawapres, Pence juga yakin pihaknya tidak akan kalah jika pemilu tidak diwarnai kecurangan. ”Jika pemilu berlangsung adil dan bebas, kami yakin (menang). Saya tahu dan yakin Presiden Trump akan terpilih lagi,” ujarnya.
Seperti debat para calon presiden, debat para cawapres juga diwarnai beberapa ketegangan karena calon dari Republikan bolak-balik menyela. Harris sampai harus menegur Pence yang terus memotong paparannya. ”Pak Wapres, saya sedang berbicara,” ujarnya.
Meski sudah ditegur, Pence terus memotong paparan Harris. Akhirnya, Harris kembali menegur Pence. ”Kalau Anda tidak keberatan, saya akan menyelesaikan berbicara dan setelah itu kita akan berbincang-bincang,” ujarnya.
Persatuan
Meski Pence menolak membahas peralihan kekuasaan, ia dan Harris sama-sama membahas soal pentingnya persatuan. Pence mencontohkan hubungan mendiang Ginsburg dan Antonin Scalia. Para mendiang hakim agung itu dikenal sangat berbeda pandangan. Meskipun demikian, mereka tetap akrab secara pribadi.
”Di AS, kita bisa tidak sepakat, berdebat sengit seperti Senator Harris dan saya malam ini. Walakin, kala debat usai, kita bersama lagi sebagai orang Amerika,” ujar Pence.
Sementara Harris menyebut, ia dan Biden sejak lama mendorong kesetaraan dan persatuan semua warga AS. ”Joe Biden punya catatan menaikkan (derajat) warga dan memperjuangkan kehormatan mereka,” ujarnya.
Persamaan lain Harris dan Pence adalah menolak menjawab secara jelas soal isu kesehatan para capres. Trump (74) dan Biden (77) sama-sama akan menjadi presiden manula jika memenangi pemilu 2020. Dengan fakta Trump terinfeksi Covid-19, banyak pihak membahas isu kesehatan para capres.
Fakta tersebut disinggung oleh pemandu debat, Susan Page, Kepala Biro Washington USA Today. ”Wapres Pence, apakah Anda pernah berbicara dengan presiden soal prosedur terkait ketidakmampuan presiden? Jika belum, sebaiknya Anda harus melakukan apa?” ujarnya.
Pence menolak menjawab pertanyaan itu. Ia malah mengalihkan persoalan pada penolakan Harris untuk menggunakan vaksin Covid-19 bila Trump menganjurkan vaksinasi massal. Dalam debat, Harris memang menolak vaksinasi jika penganjurnya adalah Trump. Harris mau divaksin jika para pakar menyatakan keharusan vaksinasi.
Seperti Pence, Harris juga tidak menjawab soal kesehatan capres. Ia malah memaparkan kinerjanya sebagai mantan jaksa yang kini menjabat Senator AS. Ia juga menyinggung soal laporan pajak Trump. (AP/REUTERS)