Bukannya menjadi ajang adu gagasan, debat perdana calon presiden Amerika Serikat dipenuhi interupsi dan saling ejek kedua kandidat. Sulit bagi kedua capres menyampaikan pernyataan secara utuh.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Pertarungan menuju kursi orang nomor satu di Amerika Serikat antara calon presiden petahana Donald Trump (Republik) dan Joe Biden (Demokrat) semakin sengit. Suhu politik di negara itu terasa kian panas. Situasi ini, antara lain, tergambar dari acara debat perdana antara Trump dan Biden di Cleveland, Ohio, AS, Selasa (29/9/2020) malam waktu setempat atau Rabu pagi WIB.
Hingga pemungutan suara pada 3 November 2020, dijadwalkan digelar tiga sesi debat. Bagi Trump, yang kini tertinggal dalam perkiraan dukungan suara berdasarkan sejumlah jajak pendapat nasional, ajang debat merupakan kesempatan terakhir untuk mengubah jalannya pertarungan.
Namun, debat perdana berlalu hampir tanpa substansi karena berlangsung kacau, diwarnai interupsi, serta saling sembur kata-kata serangan mengarah pribadi. Sang moderator, Chris Wallace, pembawa acara di Fox News, disebut seperti pria yang mencoba menghentikan kereta yang melesat kencang dengan tangan kosong saat memimpin acara debat itu.
Dengan berkali-kali interupsinya, Trump mencoba mengganggu Biden agar lawan dari Demokrat itu hilang kendali. ”Tolong biarkan dia berbicara, Bapak Presiden,” kata Wallace berulang kali mengingatkan Trump agar memberi kesempatan Biden berbicara dan menyelesaikan pendapatnya.
Wallace menunjukkan bahwa dirinyalah moderator, satu-satunya orang yang berhak melontarkan pertanyaan kepada dua kandidat presiden. Ia mengingatkan Trump bahwa tim kampanyenya sudah menyepakati aturan-aturan dasar debat.
Namun, Wallace tak benar-benar bisa mengendalikan debat. Berulang kali Trump mengabaikan peringatannya. Kedua kandidat akhirnya berbicara satu sama lain, saling melontarkan ejekan hingga sulit bagi keduanya menyampaikan pernyataan secara utuh.
Di satu titik, Biden kesal atas interupsi Trump. Ia beberapa kali menyahut dengan ketus, ”Maukah kamu diam, Bung? Ini benar-benar tak pantas bagi presiden.”
Wallace mengingatkan Trump yang terus berbicara kepada Biden meski waktunya habis. ”Negara ini layak mendapat sesuatu jika kita mengizinkan keduanya berbicara dengan tak banyak interupsi. Saya mengimbau Anda, Tuan, untuk melakukan itu,” ujarnya.
Ketika Trump mengatakan bahwa Wallace harus mengatakan hal yang sama kepada Biden, Wallace menimpali, ”Sebenarnya, jujur saja, Anda lebih banyak menginterupsi.”
Menyebalkan
Alih-alih sebagai adu gagasan untuk meyakinkan calon pemilih, debat itu justru bisa membuat warga apolitis. CBS mengadakan jajak pendapat terhadap warga yang menonton debat. Hasilnya, 69 persen responden merasa debat menyebalkan. Hanya 17 persen merasa acara itu informatif.
Debat perdana 90 menit ini digelar di Paviliun Sheila dan Eric Samson, Klinik Cleveland dan Universitas Case Western Reserve. Awal 2020, gedung itu diubah menjadi rumah sakit sementara dengan 1.000 tempat tidur untuk menampung pasien Covid-19.
Bagi Trump (74), debat ini menjadi salah satu kesempatan untuk mengubah preferensi pemilih. Dalam sebagian besar jajak pendapat, ia tertinggal dari Biden. Mayoritas warga AS kecewa terhadap langkah Trump menangani pandemi. Lebih dari 200.000 orang di AS meninggal akibat Covid-19.
Biden menuduh Trump gagal melindungi warga AS dan hanya peduli pada aspek ekonomi. ”Banyak orang meninggal dan lebih banyak lagi akan meninggal kecuali ia bertindak lebih cerdas,” ujar Biden.
Merasa keberatan terhadap Biden yang memakai kata ”cerdas” dan ingin membela pendekatannya dalam menangani pandemi, Trump menyahut, ”Kami telah mengerjakan tugas luar biasa. Jangan pernah memakai kata cerdas dengan saya. Anda sendiri tak cerdas.” Biden menyerang balik dengan retorikanya sendiri, menyebut Trump ”badut”, ”rasis”, dan ”pembohong”.
Bagi pendukungnya, penampilan agresif Trump saat debat mungkin menarik. Namun, begitu debat berakhir, tak jelas apakah Trump berhasil memperluas dukungan dan menarik pemilih, terutama dari kalangan perempuan kulit putih, terpelajar, dan independen.
Ketika ditanya moderator, apakah Trump bersedia mengecam kelompok supremasi kulit putih dan menyuruh mereka untuk mundur, Trump tidak memberikan jawaban yang jelas.
Pada persoalan-persoalan substansial, tak jelas pesan yang disampaikan. Hal ini bisa dilihat dari komentar Trump mengenai, misalnya, layanan kesehatan dan pengendalian pandemi Covid-19. Trump juga menolak bukti ilmiah tentang perubahan iklim, bahkan ketika kebakaran hutan melanda beberapa wilayah di AS.
Satu hal yang tak pantas untuk dicontoh, misalnya, ketika Trump tidak mau berkomitmen menerima hasil pemilu jika ia kalah. Ia juga berulang kali menyampaikan keluhannya yang tidak berdasar bahwa pemungutan suara melalui surat akan memicu kecurangan.
Apakah dengan demikian, dari debat tersebut, posisi Biden aman? Tidak juga. Bagi wakil presiden pada era pemerintahan Barack Obama ini, debat itu mengandung risiko. Ia perlu meningkatkan kampanyenya kepada anak muda, pemilih kulit hitam dan Latin yang dalam beberapa kasus kurang antusias kepada Biden.
Ada dua debat capres lagi, 15 dan 22 Oktober. Berbagai kemungkinan bisa terjadi hingga rakyat AS menentukan pilihan pada 3 November. (AP/AFP/REUTERS)