Korona Memicu Gelombang Pemulangan Pekerja Migran
Prekrutan pekerja baru merosot hingga 50 persen gara-gara Covid-19. Negara-negara Teluk ingin meningkatkan jumlah pekerja domestik pada pekerjaan yang didanai pemerintah.
Sampai Februari 2020, pekerjaan-pekerjaan bergaji rendah dan tidak butuh keterampilan khusus dikerjakan para migran di banyak negara. Kini, penduduk lokal di banyak negara memperebutkan apa pun pekerjaannya demi menjaga pendapatan.
Dulu, pekerjaan berupah rendah dan tanpa keahlian khusus digarap pemegang visa pelajar, pendatang tanpa izin kerja, hingga warga asing tanpa izin sah. Sebab, hanya mereka yang mau menerima upah kecil dari pekerjaan yang dianggap rendahan seperti tenaga pembersih dan buruh angkut di banyak negara Asia, Eropa, dan Amerika Utara.
Baca juga : Trump Melunak Soal Pembatasan
Pandemi Covid-19 mengubah semua itu. Amerika Serikat kini mencatat hampir 18 juta pengangguran. Uni Eropa mencatat total 14,3 juta pengangguran. Sementara negara-negara Teluk mencatatkan banyak pengangguran karena pukulan ganda pandemi dan penurunan harga minyak. Di Asia Tenggara, pandemi melonjakkan pengangguran Malaysia dan Singapura yang selama ini paling banyak disasar pekerja migran.
Dengan penurunan suara Partai Aksi Rakyat (PAP) di Pemilu 2020, pengetatan izin bagi pekerja migran di Singapura berpeluang kembali terjadi. Hal itu pernah terjadi pada 2011 kala PAP mencatat perolehan terburuk sepanjang sejarah. ”Pembuat kebijakan akan mengetatkan izin pekerja asing,” ujar Song Seng Wun, ekonom pada CIMB Private Banking.
Pemerintah negara-negara berusaha menyediakan apa pun lowongan pekerjaan untuk warga mereka. Termasuk dengan mengurangi peluang pekerja migran. AS menerbitkan sejumlah kebijakan untuk mendorong itu. Kebijakan terbarunya memaksa pelajar asing pulang selama pembelajaran masih daring.
Hingga 1 juta pelajar asing kini kuliah di sejumlah perguruan tinggi AS dan bisa terdampak peraturan baru itu. Kebijakan-kebijakan itu diharapkan memberikan ratusan ribu lowongan kerja bagi warga AS.
Baca juga : Trump Memperpanjang Larangan Visa Kerja
Sementara Arab Saudi dan Kuwait ditaksir akan memulangkan hingga 2,5 juta pekerja migran sampai Desember 2020. Pekerja berketerampilan rendah di kawasan Teluk paling terdampak.
”Negara-negara Teluk ingin meningkatkan jumlah pekerja domestik pada pekerjaan yang didanai pemerintah,” kata peneliti Arab Gulf States Institute, Robert Mogielnicki, kepada Arab News.
Mengutip Gulf Talent, Arab News melaporkan bahwa perekrutan pekerja baru di kawasan merosot hingga 50 persen gara-gara Covid-19 dan penurunan harga minyak. Akibatnya, banyak pekerja migran harus pulang.
Pemerintah sejumlah negara berusaha menyediakan apa pun lowongan pekerjaan untuk warga mereka.
Paling dekat dari Indonesia adalah Malaysia yang secara resmi telah memulangkan belasan ribu pekerja migran. Sementara data dari Indonesia menunjukkan lebih dari 30.000 WNI pulang dari Malaysia selama pandemi. Sebelumnya, mayoritas dari mereka menjadi pekerja informal dengan upah harian.
”Pemutusan hubungan kerja yang dimulai sejak Covid-19 memengaruhi pertumbuhan ekonomi banyak negara. Perwakilan-perwakilan RI memastikan, jika memang ada pemutusan kerja, seluruh hak pekerja migran Indonesia terpenuhi. Termasuk membiayai repatriasi ke Indonesia,” kata Direktur Perlindungan WNI pada Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha.
Peluang penataan
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, sudah 162.000 pekerja migran Indonesia (PMI) selama pandemi. Hingga Agustus 2020, setidaknya 50.000 lagi akan pulang. Sebelumnya, mereka bekerja di Eropa, Asia, hingga Amerika. ”Untuk tenaga terampil relatif belum banyak (diberhentikan),” ujarnya.
Baca juga : Dunia Alami Krisis Pasar Tenaga Kerja
WNI yang bekerja di perkebunan, konstruksi, manufaktur, hingga menjadi asisten rumah tangga di Malaysia dan Singapura pun belum banyak diberhentikan. Sebab, mereka masih dibutuhkan. ”Kebetulan pemerintah (Indonesia) secara bertahap mengurangi penempatan pekerja migran Indonesia di sektor-sektor tersebut,” kata Benny.
Benny membenarkan, moratorium pengiriman ditambah gelombang pemulangan PMI menjadi kesempatan langka bagi lembaganya untuk merombak tata kelola penempatan PMI. ”Kami akan menjadikan PMI menerima pelayanan VVIP, memodernisasi sistem data dan informasi, dan paling pokok memberantas sindikat pengiriman ilegal,” ujarnya.
Sindikat pengiriman PMI ilegal menjadi perhatian karena sudah bertahun-tahun menjadi sumber masalah. Banyak PMI mengalami aneka persoalan di luar negeri antara karena diberangkatan oleh sindikat pengiriman ilegal. Mereka terlilit utang yang dinyatakan untuk membiayai pengiriman, kontrak tidak jelas, hingga perlakuan tidak manusiawi di tempat kerja.
”Banyak oknum mengatasnamakan lembaga nonperbankan dan koperasi untuk memberi pinjaman biaya keberangkatan. Bunganya sampai 25 persen, kejam sekali,” ujar Benny.
Mereka memanfaatkan ketidaktahuan dan kurangnya akses calon PMI pada perbankan untuk mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) khusus PMI. Pemerintah mendorong perbankan menyediakan kredit untuk membiayai keberangkatan PMI sebagai solusi pembiayaan. Sayangnya, tetap saja sindikat pemberangkatan PMI menemukan celah dari kebijakan itu. Dari perbankan, bunga resmi hanya 6 persen. Sementara sindikat mengenakan bunga hingga 25 persen.
Banyak oknum mengatasnamakan lembaga nonperbankan dan koperasi untuk memberi pinjaman biaya keberangkatan. Bunganya sampai 25 persen, kejam sekali.
Baca juga : Perlindungan Selama Pandemi
Karena itu, mulai Agustus 2020, calon PMI hanya perlu mengeluarkan ongkos dari rumah ke bandara keberangkatan dan biaya pembuatan paspor. Sementara biaya pelatihan dan keberangkatan dari bandara ke lokasi penempatan pekerja migran untuk sektor tertentu akan ditanggung bersama Pemerintah Indonesia dan pemberi kerja di negara asing.
Benny tidak menampik, sejumlah pihak memprotes kebijakan penghapusan biaya pelatihan dan pengiriman. Sebab, kedua komponen biaya itu paling kerap menyedot dana paling banyak sehingga ada alasan untuk memotong gaji PMI selama berbulan-bulan. Gaji PMI kerap habis karena dipotong cicilan utang untuk membiayai keberangkatan.
Fokus lain BP2MI adalah pembenahan pengiriman calon awak kapal ikan dan kapal niaga. Sejumlah kasus terkait WNI di kapal-kapal ikan China membuat pembenahan penempatan semakin mendesak. ”Tata kelola penempatan dan pelindung ABK itu masalah utama selain peningkatan kapasitas keterampilan dan keahlian PMI kita. Setelah itu, baru keluarkan kebijakan penempatan ABK,” ujarnya.
Baca juga : Indonesia-China Verifikasi Hak Awak Kapal Long Xin
BP2MI dan pihak terkait kini menunggu pengesahan rancangan peraturan pemerintah tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran. Sementara menunggu aneka peraturan disahkan, maka moratorium pengiriman harus tetap dijalankan. (AP/REUTERS)