Keterbelahan Publik AS Makin Mengeras, Isu Masker Pun Jadi Identitas Politik
Isu pandemi Covid-19 dan cara penanganannya telah menjadi front baru perang kata-kata dan identitas politik antara kubu Biden dan Trump dalam kampanye menghadapi pemilihan presiden AS, 3 November mendatang.

Kandidat presiden AS dari Demokrat, Joe Biden, bersama istrinya, Jill Biden, meletakkan karangan bunga di Taman Makam Para Veteran Delaware Memorial Bridge pada Hari Pahlawan di Newcastle, Delaware, Senin (25/5/2020).
WASHINGTON, RABU — Di tengah keterbelahan publik Amerika Serikat yang semakin lebar dalam beberapa tahun terakhir, isu pandemi Covid-19–bahkan persoalan sederhana, seperti pemakaian masker di tengah pandemi–menjadi isu pembeda di antara dua kubu rival, Demokrat dan Republik. Penampilan publik dua tokoh bakal calon presiden, Joe Biden (Demokrat) dan Presiden Donald Trump (Republik), memperdalam jurang keterbelahan itu.
Biden dan Trump, Selasa (26/5/2020) waktu setempat, terlibat perang urat saraf terkait soal penggunaan masker saat pandemi Covid-19. Perselisihan pandangan ini terjadi sehari setelah Biden, yang berambisi menggantikan Trump di Gedung Putih, terlihat mengenakan masker dalam upacara Hari Pahlawan (Memorial Day) di Delaware, Senin. Biden juga mengubah foto profil pada akun Twitter-nya dengan wajahnya mengenakan masker hitam.
Penampilan Biden itu kontras dengan Trump yang tidak mengenakan saat menghadiri dua acara terakhir. Bukan itu saja, Trump menjadikan masker pelindung yang dikenakan Biden sebagai bahan ejekan. Ia, misalnya, membagi ulang (retweet) cuitan bergambar Biden mengenakan masker hitam. ”Cara Joe Biden menangani flu burung H1N1 dulu benar-benar petaka,” cuit Trump.
Baca juga: AS Catat Kematian Harian Terbesar, Trump Minta Warganya Pakai Masker
Sikap Trump tidak mengenakan masker dalam acara publik itu berlawanan dengan saran pemerintah yang dipimpin Trump sendiri agar warga AS mengenakan masker guna mencegah penyebaran Covid-19. ”Benar-benar bodoh,” balas Biden kepada CNN.

Presiden AS Donald Trump dan Ibu Negara Melania Trump menghadiri acara peringatan Hari Pahlawan di Monumen Nasional Fort McHenry di Baltimore, Maryland, AS, Senin (25/5/2020).
Isu pandemi Covid-19 dan cara penanganannya telah menjadi front baru perang kata-kata antara kubu Biden dan Trump dalam kampanye menghadapi pemilihan presiden AS, 3 November mendatang. Isu tersebut juga menjadi semacam identitas politik bagi setiap kubu yang bersaing dalam pemilu mendatang, Demokrat maupun Republik.
Dengan penampilan terbarunya, Biden juga seolah memberi sinyal bahwa pihaknya menempatkan isu pandemi Covid-19 sebagai isu sentral dan terdepan dalam kampanye. ”Dia orang bodoh, benar-benar bodoh, dengan berbicara seperti itu,” ujar Biden kepada CNN, merujuk penampilan publik Trump yang tidak mengenakan masker.
Baca juga: Trump Sempat Remehkan Pemakaian Masker, Kini Gedung Putih Mewajibkan
”Semua dokter terkemuka di dunia ini mengatakan, Anda harus mengenakan masker saat Anda berada di tengah kumpulan orang,” lanjut Biden.
”Semestinya presiden itu memimpin, tidak melakukan hal-hal yang terlihat bodoh dan pura-pura terlihat jantan,” tambah Biden.

Sikap yang kontras
Selama tiga bulan terakhir sejak AS dirundung krisis dan pandemi Covid-19, Trump kerap terlihat tanpa masker saat tampil di depan publik. Hari Senin (25/5/2020), misalnya, ia menghadiri dua upacara juga tanpa mengenakan masker. Padahal, dalam dua acara itu, orang-orang terdekat dan para pembantunya, pejabat militer, dan para tamu mengenakan masker atau pelindung wajah (face shield).
Alih-alih mengenakan masker, Trump terlihat dalam penampilan seolah menantang situasi. Hal ini kerap menginspirasi para pendukungnya, sekaligus membangkitkan kemarahan para pengkritiknya, serta menjadi pemicu perdebatan tentang bagaimana seharusnya menangani bencana pandemi ini.
Baca juga: Trump Tuduh China Terkait Pilpres 2020
Adapun Biden, dalam penampilan publik pertamanya sejak Maret lalu, memilih sikap kontras. Ia dan istrinya, Jill Biden, mengenakan masker hitam yang menutupi mulut dan hidung mereka saat meletakkan karangan bunga di taman makam para veteran di dekat rumah mereka di Wilmington.
Terkait hal itu, Selasa (26/5/2020), Trump mempertanyakan alasan Biden mengenakan masker di ruang terbuka dalam ”kondisi cuaca yang cerah”, padahal–lanjut Trump–di rumah bersama istrinya, Biden tidak mengenakan masker. ”Jadi, saya pikir, sangat tidak lazim ia mengenakan masker itu,” kata Trump di Gedung Putih.

Presiden AS Donald Trump menerima kehadiran komunitas pengendara motor gede (moge) dari Balkon Truman dalam acara bertajuk ”Rolling to Remember Ceremony: Honoring Our Nations Veterans and POW/MIA” di Gedung Putih, Washington DC, AS, 22 Mei 2020.
Potret yang bertolak belakang dari dua kubu rival itu menggambarkan perbedaan kontras di antara mereka terkait isu pandemi Covid-19. Kubu Trump dan Republik menginginkan perlunya segera bergerak dari situasi krisis. Kubu Biden dan Demokrat, dengan menekankan keyakinan pada sains, mengkritik Trump atas tindakannya yang tak memadai dalam menangani pandemi.
Situasi tersebut menggarisbawahi keterbelahan politik yang semakin menganga terkait isu penanganan pandemi: apakah negara-negara bagian di AS perlu membuka kembali secara penuh saat ini atau tetap mempertahankan karantina wilayah?
Manfaatkan sikap partisan
Trump tahu, rakyat AS memiliki cara pandang berbeda satu sama lain terhadap pandemi Covid-19. Ia juga paham, keterbelakangan di kalangan warganya bersikap partisan. Sikap partisan warga AS dalam menyikapi pandemi Covid-19 tidak terlepas dari peta demografi kasus dan korban pandemi.
Baca juga: Popularitas Trump di Tengah Pandemi
Data baru yang dirilis media AS memperlihatkan, dampak mematikan akibat virus korona ini secara jelas terasa di wilayah-wilayah yang warganya memilih Demokrat pada pemilu tahun 2016, seperti wilayah-wilayah pantai dan kota-kota besar. Adapun wilayah-wilayah yang warganya cenderung memilih Republik tidak terlalu terdampak oleh pandemi.

Warga menyaksikan parade perahu bertajuk ”Make America Great Again” dalam kampanye dukungan terhadap Presiden Donald Trump di Charleston, South Carolina, AS, 24 Mei 2020.
Menurut jajak pendapat, kaum perempuan AS yang cenderung memilih Biden mendukung kuat langkah-langkah pembatasan jarak dan penggunaan masker. Sebaliknya, kata Larry Sabato, profesor ilmu politik dari Universitas Virginia, mengatakan bahwa Trump didukung pria kulit putih berkerah biru, ”yang menganggap masker sebagai simbol ketidakberdayaan”.
Angka kematian terkait Covid-19 di AS mendekati menembus 100.000 kasus. Gara-gara pandemi, sekitar 38,6 juta warga AS juga menjadi pengangguran. Trump kini mengintensifkan langkah untuk memulai lompatan bagi ekonomi AS. ”Negara-negara bagian harus membuka sesegera mungkin,” cuit Trump melalui akun Twitter-nya.
Keraguan terhadap Trump
Berdasarkan jajak pendapat, sebagian pemilih meragukan kemampuan Trump menangani pandemi Covid-19. Dalam jajak pendapat oleh Fox, media AS yang condong ke Republikan, hanya 37 persen responden yakin Trump bisa menangani pandemi, dan hanya 33 persen percaya ia bisa mengurus kesehatan. Sebaliknya, 46 persen responden percaya Biden bisa menangani pandemi dan 50 persen responden yakin atas kemampuan Biden mengelola kesehatan.
Trump sedikit unggul, dengan 45 persen responden percaya pada urusan ekonomi. Sementara hanya 42 persen responden yakin Biden bisa mengurus ekonomi. Masalahnya, hanya 32 persen responden percaya perekonomian akan pulih pada 2020. Hingga 34 persen responden yakin ekonomi baru pulih mulai 2022 dan 23 persen percaya akan pulih mulai 2021. Hingga 63 persen responden jajak pendapat Fox juga mendukung pemilihan lewat pos.


Pengunjuk rasa berdiri di luar Lapangan Golf Nasional Trump saat iringan kendaraan Presiden AS Donald Trump melintas di Sterling, Virginia, 24 Mei 2020.
Terkait persiapan menghadapi pemilu, Trump menekan Gubernur Carolina Utara Roy Cooper dan Gubernur California Gavin Newsom. Trump meminta dua gubernur dari Demokrat itu menyetujui perkumpulan massa di tengah pandemi Peviko-19.
Trump memberi Cooper sepekan untuk menyetujui penyelenggaraan Konvensi Nasional Republik di Charlotte, salah satu kota di Carolina Utara. Jika tidak ada persetujuan, Trump mengancam akan memindahkan konvensi, yang rencananya digelar pada 24 Agustus 2020 itu, ke negara bagian lain.
Kami tidak akan mengorbankan kesehatan dan keselamatan warga Carolina Utara.
”Kami membutuhkan keputusan cepat dari gubernur. Jika dia merasa tidak bisa (memberi izin), cukup sampaikan ke kami dan kami akan memilih lokasi lain, banyak lokasi yang mau (jadi penyelenggara),” ujarnya, Selasa (26/5/2020) sore waktu Washington atau Rabu dini hari WIB.
Meski telah mendapat dukungan melebihi syarat minimal, Trump tetap berstatus bakal calon presiden AS yang akan diusung Republik. Penetapan secara resmi harus dilakukan lewat konvensi. Hal serupa berlaku pada Joe Biden, satu-satunya yang tersisa dari 317 politisi yang pernah memburu rekomendasi capres AS dari Demokrat.
Baca juga: Korona Hilangkan Senjata Trump

Koordinator Tanggap Darurat Gedung Putih untuk virus korona, Deborah Birx, memaparkan keterangan kepada pers di Gedung Putih, Washington DC, AS, 22 Mei 2020.
Pandemi Covid-19 membuat banyak pemerintah negara bagian dan daerah AS melarang orang berkumpul dalam jumlah besar. ”Kami tidak akan mengorbankan kesehatan dan keselamatan warga Carolina Utara,” kata Cooper seraya menyatakan pejabat negara bagian akan bekerja sama dengan Republikan untuk memastikan keselamatan.
Pelonggaran
Sementara para gubernur Republikan di Georgia, Texas, dan Florida telah melonggarkan pembatasan gerak yang diterapkan selama pandemi. ”Dengan fasilitas kelas dunia, restoran, hotel, dan tenaga kerja, Georgia merasa terhormat untuk menyelenggara konvensi nasional Republikan secara aman,” kata Gubernur Georgia Brian Kemp.
Selain Cooper, gubernur Demokrat yang diserang Trump adalah Gavin Newsom di California. Trump menuding Newsom mengirimkan jutaan surat suara kepada siapa pun yang tinggal di California. ”Banyak di antara mereka (penerima surat suara) tidak pernah berpikir akan memilih siapa, bagaimana caranya. Ini akan jadi pemilu curang,” tulisnya di Twitter.
Baca juga: Trump Melunak soal Pembatasan
Trump tidak mengunggah bukti untuk menguatkan tuduhan itu. Twitter, untuk pertama kalinya, melabeli cuitan Trump sebagai hal yang harus diperiksa lebih lanjut.

Foto ilustrasi ini memperlihatkan seorang editor di Los Angeles, AS, mengamati akun Twitter Presiden AS Donald Trump yang untuk pertama kalinya mendapat peringatan dari Twitter berupa tanda ”Get the facts about mail-in ballots”, Selasa (26/5/2020).
Trump dan sejumlah politisi Republikan memang menolak pemilu November 2020 digelar lewat pos. Sementara sebagian besar Republikan dan hampir seluruh Demokrat, termasuk Newsom, mendorong pemilu lewat pos. Keamanan pemilih di tengah pandemi jadi alasan Demokrat dan sebagian Republikan.
Baca juga: Trump Unggul di Kampanye Digital
Isu lain yang mengiringi persiapan pemilu adalah hak pilih. Ron DeSantis, sekutu Trump yang jadi Gubernur Florida, dikalahkan pengadilan Florida soal penggunaan hak pilih. Beberapa waktu lalu, Florida memutuskan melarang pemilih menggunakan hak suara jika belum membayar denda yang ditetapkan lewat pengadilan.
Keputusan tersebut bisa berdampak pada 775.000 pemilih, sebagian besar kulit hitam, di Florida. Karena itu, sejumlah pihak menggugat keputusan pemerintah Florida dan pengadilan memenangkan gugatan itu. Sebagian terpidana tidak tahu harus membayar denda, sebagian lainnya malah tidak mampu membayar.
Pada 2018, soal hak pilih juga jadi sorotan kala Sekretaris Negara Bagian–kini jadi gubernur–Georgia Brian Kemp menghapus 309.000 pemilih menjelang pemilu negara bagian. Kemp juga dituding menghambat pendaftaran puluhan ribu calon pemilihan.
Demokrat menunjuk Rachana Desai Martin untuk secara khusus menangani urusan perlindungan hak pemilih. Penunjukan ini menyusul keputusan sejumlah negara bagian tetap menggelar pemungutan suara di tengah pandemi.
(REUTERS/AP/AFP)