Keterbatasan Laboratorium Bisa Memperlambat Penanganan Hepatitis Akut Anak
Pemeriksaan sampel dugaan hepatitis akut pada anak baru bisa dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso di Jakarta.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fasilitas pemeriksaan untuk dugaan kasus hepatitis akut misterius pada anak masih terbatas. Kondisi ini dikhawatirkan dapat menghambat upaya penanganan penyakit tersebut.
Saat ini, sampel kasus terkait penyakit hepatitis akut pada anak yang belum diketahui penyebabnya baru bisa diperiksa di laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo dan laboratorium RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso. Selain itu, ketersediaan sarana pendukung untuk pemeriksaan pun masih terkendala.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam saat dihubungi di Jakarta, Jumat (6/5/2022), menuturkan, sejumlah sampel kasus terkait hepatitis akut sudah diterima oleh fasilitas laboratorium milik FKUI/RSCM. Meski begitu, pemeriksaan sampel ini belum bisa dilakukan karena masih menunggu primer dan alat uji untuk pemeriksaan adenovirus yang harus diimpor.
”Kita sudah pesan primer dan probe (alat uji) untuk pemeriksaan adenovirus, tetapi baru minggu depan datang. Jadi sementara sampel yang akan diperiksa disimpan dulu,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama RS Penyakit Infeksi (RSPI) Prof Dr Sulianti Saroso, Mohammad Syahril menyampaikan, sementara ini belum ada sampel kasus yang diterima untuk diperiksa terkait hepatitis akut misterius. Pemeriksaan sampel dari tiga kasus meninggal yang diduga dengan penyakit tersebut akan dilakukan oleh laboratorium milik FKUI/RSCM.
”Nanti RSPI juga akan menerima rujukan untuk pemeriksaan sampel seperti halnya Laboratorium FKUI/RSCM. Jadi, RSPI menjadi rumah sakit rujukan pasien dan pemeriksaan laboratorium,” ucapnya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, pemerintah memang baru menetapkan dua laboratorium tersebut sebagai laboratorium rujukan untuk pemeriksaan sampel kasus yang terkait dengan hepatitis akut misterius. Dari sampel yang ada, sebagian berada di laboratorium FKUI/RSCM, RSPI Sulianti Saroso, dan sebagian masih disimpan di laboratorium milik provinsi.
Ia menuturkan, kapasitas laboratorium pemeriksaan akan diperluas setelah fasilitas penunjang pemeriksaan dipastikan sudah siap. ”Sekarang masih disiapkan SDM dan prasarananya. Ini terutama untuk pemeriksaan adenovirus dan hepatitis E,” katanya.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Ede Surya Darmawan, mengatakan, penguatan pada fasilitas laboratorium pemeriksaan terkait kasus hepatitis akut harus segera dilakukan. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan adanya peningkatan kasus penularan di masyarakat.
”Jika semua pemeriksaan sampel dipusatkan hanya di dua laboratorium di Jakarta, itu tentu akan memperlambat proses penanganan. Deteksi pun akan terlambat dilakukan,” ucapnya.
Karena itu, menurut Ede, kewaspadaan masyarakat serta kapasitas tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan perlu ditingkatkan terkait penyakit hepatitis akut ini. Anak-anak yang ditemukan dengan gejala hepatitis harus segera ditangani. “Jangan sampai kita kecolongan lagi dengan adanya kasus kematian,” katanya.
Jika semua pemeriksaan sampel dipusatkan hanya di dua laboratorium di Jakarta, itu tentu akan memperlambat proses penanganan. Deteksi pun akan terlambat dilakukan. (Ede S Darmawan)
Penyakit hepatitis akut yang hingga saat ini belum diketahui penyebabnya ini ditemukan pada anak usia kurang dari 16 tahun. Adapun gejala yang banyak ditemui dari kasus yang dilaporkan adalah sakit perut, diare, BAB berwarna pucat, BAK berwarna pekat seperti teh, muntah, dan mual. Selain itu, gejala lain yang juga ditemukan adalah adanya peningkatan enzim hati dengan pemeriksaan SGOT/SGPT yang lebih dari 500 international unit per liter serta adanya penyakit kuning atau sindrom jaundice.
Dari seluruh kasus yang dilaporkan, tidak ditemukan adanya virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Sebagian besar juga tidak ditemukan adanya riwayat perjalanan internasional. Dari penelitian di Inggris ditemukan adanya infeksi adenovirus dari kasus yang diperiksa. Penularan dari adenovirus menjadi dugaan sementara sebagai penyebab penyakit ini.
Peneliti utama terkait kasus hepatitis akut, Hanifah Oswari, yang juga Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menuturkan, pencegahan dari penyakit hepatitis ini tidak bisa dilakukan melalui pemberian vaksinasi. Saat ini, vaksinasi hepatitis yang diberikan untuk anak sebagai pencegahan hepatitis A dan hepatitis B. Sementara, kasus hepatitis akut yang diwaspadai saat ini bukan disebabkan oleh virus hepatitis A dan B.
Pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan. Itu, antara lain, dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memastikan makanan dan minuman dikonsumsi dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan dengan orang lain, serta menghindari kontak dengan orang sakit.