Kasus-kasus itu disebut hepatitis karena menunjukkan gejala radang hati berupa kulit dan selaput mata yang menguning, diare, muntah, serta sakit perut.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Laporan kematian tiga anak di RS Cipto Mangunkusumo dengan dugaan hepatitis akut sungguh memprihatinkan. Kita perlu berhati-hati, tetapi jangan panik.
Ucapan dukacita mendalam disampaikan kepada orangtua yang kehilangan. Kita paham, sungguh tak mudah menghadapi situasi ini. Baru sedikit bernapas melewati deraan Covid-19, datang hepatitis akut yang tidak kalah menakutkan. Apalagi, penyakit ini menyerang anak-anak berusia 1 bulan hingga 16 tahun. Namun, justru di sisi lain, mitigasi harus segera dilakukan agar tak lagi jatuh korban.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mulai menerima laporan kasus ini sebulan lalu, 5 April 2022. Ada 10 kasus hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya pada anak-anak, yang berlangsung sepanjang Januari-Maret 2022 di Skotlandia Tengah, Inggris Raya.
Yang mengkhawatirkan, jumlah kasus dan negara yang melaporkan terus meningkat. Hingga pekan ini, Selasa (3/5/2022), tercatat 200 kasus dari 16 negara, termasuk Indonesia. Temuan rata-rata terjadi di negara maju sehingga ada kemungkinan sebenarnya kasus sudah terjadi di banyak negara, hanya belum ketahuan karena persoalan deteksi dini.
Kasus-kasus di atas disebut hepatitis karena menunjukkan gejala radang hati berupa kulit dan selaput mata yang menguning, diare, muntah, dan sakit perut. Pada sebagian besar kasus tidak ada demam dan tidak ada keterkaitan dengan virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Temuan paling banyak adalah patogen yang disebut adenovirus 41F.
Setelah diobati, penderita umumnya kembali sehat. Beberapa anak perlu transplantasi hati dan sebagian lagi meninggal. Yang menarik, terjadi koinfeksi adenovirus dengan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Namun, kecurigaan pada vaksinasi perlu disingkirkan karena kebanyakan kasus pada usia di bawah lima tahun yang belum divaksinasi.
Kementerian Kesehatan mengingatkan pentingnya tindakan pencegahan. Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menyantap makanan dalam kondisi bersih dan matang, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit, dan tetap melaksanakan protokol kesehatan.
Di sisi lain, pemerintah memang perlu proaktif agar kasus hepatitis akut ini tidak berlarut-larut. Kita sudah belajar dari pandemi Covid-19, menyepelekan tanda-tanda awal bisa berakhir dengan penyesalan. Namun, menghadapi situasi dengan sikap ketakutan berlebihan juga tidak akan menolong.
Kewaspadaan dan kesiapsiagaan menjadi kuncinya. Melalui berbagai platform media, informasi yang singkat, padat, dan mudah dipahami, perlu disampaikan secara masif. Segera ke fasilitas kesehatan terdekat jika orangtua menemukan gejala-gejala di atas. Di sisi lain, surveilans dalam kerangka mitigasi perlu diperkuat agar penanganan penderita tepat.
Kita menghargai semua langkah yang telah ditempuh pemerintah dan berharap masyarakat berperan serta. Semoga dengan demikian, hepatitis akut segera berlalu.