Ketersediaan Laboratorium Uji Hepatitis Akut Anak Masih Terbatas
Sejumlah daerah harus mengirimkan sampel dari pasien terduga hepatitis akut ke laboratorium di Jakarta atau Surabaya. Waktu pemeriksaan lab pun relatif lama, yaitu dua pekan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA, NIKSON SINAGA, AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO, RUNIK SRI ASTUTI, COKORDA YUDISTIRA M PUTRA, KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Deteksi hepatitis akut misterius yang menyerang anak-anak saat ini dihadapkan pada ketersediaan laboratorium yang terbatas. Pengujian sampel di laboratorium pun masih membutuhkan waktu sekitar dua pekan.
Sejumlah daerah harus mengirimkan sampel dari pasien ke laboratorium di Jakarta atau Surabaya. Seperti di Sumatera Utara, bila ada dugaan kasus terkait, sampel harus dikirim ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi Profesor Dr Sulianti Saroso atau ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
”Meski demikian, penanganan maksimal akan dilakukan setiap ditemukan dugaan kasus hepatitis akut pada anak tanpa harus menunggu hasil laboratorium,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sumut Syarifah Zakia, Kamis (5/5/2022).
Kondisi serupa juga diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan, dan Catatan Sipil Nusa Tenggara Timur Messerasih Ataupah. Pemeriksaan sampel kasus dikirim langsung ke Laboratorium Kesehatan di Jakarta atau Surabaya.
Kasus-kasus yang dilaporkan ke SKDR masih memerlukan pemeriksaan laboratorium apakah hepatitis atau bukan.
”Laboratorium di sana jauh lebih lengkap dengan tenaga yang lebih profesional dan sudah teruji,” katanya.
Hingga kini, laporan dugaan kasus hepatitis akut pada anak baru ada dari Jakarta. Tiga anak meninggal dengan dugaan hepatitis akut.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, Kamis, menyebutkan, ketiga kasus itu belum bisa digolongkan sebagai hepatitis akut dengan gejala berat. Investigasi kasus masih dilakukan lebih lanjut.
Hal itu di antaranya karena menunggu hasil pemeriksaan laboratorium terkait pemeriksaan adenovirus dan pemeriksaan hepatitis A, B, C, D, dan E. Semua pemeriksaan ini diperkirakan baru selesai pada 10-14 hari ke depan.
Ketiga kasus di Jakarta itu ialah anak meninggal dalam kurun waktu berbeda selama dua minggu terakhir hingga 31 April 2022. Sebelum dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, ketiganya dirawat di rumah sakit di Jakarta Barat dan Jakarta Timur (Kompas, 4 Mei 2022).
Peneliti utama terkait kasus hepatitis akut, Hanifah Oswari, yang juga Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menuturkan, tiga kasus anak dengan dugaan hepatitis akut misterius ini ditemukan sudah dengan kondisi berat ketika tiba di rumah sakit. Karena itu, risiko perburukan hingga kematian menjadi amat tinggi.
Nadia menuturkan, pada pasien anak usia 2 tahun belum divaksin Covid-19, anak usia 8 tahun sudah memperoleh dosis pertama vaksin Covid-19, dan anak usia 11 tahun sudah mendapatkan dosis lengkap. Ketiganya tidak tertular Covid-19.
Nadia menambahkan, hasil penyelidikan epidemiologi pada tiga kasus tersebut menunjukkan tidak ada riwayat keluarga lain yang menderita penyakit hepatitis ataupun penyakit kuning. Setelah penularan terjadi pun tak ada keluarga yang menunjukkan gejala serupa.
Penambahan jumlah
Siti Nadia menyebutkan, ada penambahan jumlah kasus sindrom kuning (jaundice) yang dilaporkan dari daerah. ”Itu belum kasus konfirmasi karena harus ada pemeriksaan lanjutan dengan genome sequencing,” ujarnya.
Seperti di Jawa Timur, ada 114 kasus suspek jaundice akut tercatat dalam Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) Jatim pada kurun 17 pekan terakhir atau 1 Januari-4 Mei 2022. Kasus ditemukan di 18 kabupaten/kota.
Kasus-kasus itu tidak sebatas pada anak-anak atau berusia di bawah 17 tahun, tetapi masyarakat umum. ”Kasus suspek cenderung naik dalam pekan ke-14 sampai ke-17, tetapi kasus-kasus yang dilaporkan ke SKDR masih memerlukan pemeriksaan laboratorium apakah hepatitis atau bukan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Jatim Erwin Astha Triyono.
Ahli epidemiologi dari Universitas Udayana, yang juga Ketua Unit Center for Public Health Innovation (CPHI) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Pande Putu Januraga, menyatakan, pencegahan penyakit menular, termasuk hepatitis akut, dapat dijalankan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk dengan memakai masker dan mencuci tangan.
Kini, sekitar 200 kasus hepatitis akut misterius dilaporkan di 20 negara.