Pencegahan dan antisipasi penularan hepatitis akut misterius perlu dilakukan sejak dini. Orangtua perlu mengenali gejala penyakit ini serta menjaga kebersihan makanan dan tetap mematuhi protokol kesehatan.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah daerah mempersiapkan diri untuk mencegah dan mengantisipasi penularan hepatitis akut misterius yang menyerang anak-anak. Orangtua pun agar mengenali perubahan pada kondisi kesehatan anak dan segera membawanya ke tempat layanan medis bila menjumpai gejala penyakit ini.
Gejala tersebut, antara lain, mual dan muntah, diare, air kencing atau urine berwarna pekat, tinja berwarna pucat, serta ikterus atau sakit kuning (warna kuning pada sklera mata dan kulit). Gejala lain yang mungkin muncul, antara lain, nyeri sendi atau pegal-pegal, nyeri perut, lesu, hilang nafsu makan, dan kejang.
Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan enzim hati SGOT atau SGPT lebih dari 500 mikro per liter.
Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan peringatan mengenai hepatitis akut misterius pada anak, 15 April 2022, laporan terkait penyakit peradangan pada hati ini terus bertambah. Kasus yang pertama kali dilaporkan di Inggris pada 5 April 2022 ini hingga 3 Mei 2022, lebih dari 200 kasus dilaporkan dari 20 negara, termasuk Indonesia. Tiga anak di Jakarta meninggal dengan dugaan hepatitis akut misterius (Kompas, 4 Mei 2022).
Ada tambahan kasus di DKI Jakarta dengan gejala hepatitis, tetapi belum ada info selanjutnya yang dilaporkan. (Siti Nadia Tarmizi)
Direktur Eksekutif Asosiasi Pediatri Internasional (IPA) yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bidang Ilmu Kesehatan Anak, Aman Bhakti Pulungan menyampaikan, investigasi masih terus dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab munculnya hepatitis akut di sejumlah negara. Dari hasil penyelidikan sementara, penyakit ini kemungkinan disebabkan oleh adenovirus tipe 41F.
”Jenis virus ini sering ditemukan sehari-hari yang biasanya menyebabkan gejala diare, muntah, demam, dan gejala saluran pernapasan. Namun, adenovirus biasanya tidak menyebabkan hepatitis pada anak sehat,” katanya, Rabu (4/5/2022).
Aman menuturkan, adenovirus yang ditemukan ini berbeda dengan strain adenovirus yang digunakan dalam vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca. Karena itu, penyakit hepatitis ini tidak terkait dengan vaksin tersebut. Selain itu, sebagian besar pasien anak ini berusia di bawah lima tahun yang belum mendapatkan vaksin Covid-19.
Penasihat untuk Pencegahan dan Pengendalian Virus Hepatitis dari Pan American Health Organization (PAHO) Leandro Soares Sereno, Selasa (3/5), mengatakan, infeksi adenovirus parah yang bisa menyebabkan hepatitis umumnya terjadi pada pasien dengan gangguan sistem kekebalan atau pasien transplantasi. Namun, pada anak-anak yang ditemukan dengan hepatitis akut ini tidak terkait dengan kondisi tersebut. Dari pemeriksaan laboratorium pun tidak terkait virus hepatitis A, B, C, D, maupun E.
”Data (kasus) yang ada masih minim untuk menentukan apakah sudah terjadi wabah. Risiko global pun masih dianggap rendah karena belum ada kepastian tentang asal penyakit. Yang paling penting, khususnya bagi orangtua, yakni mengenali gejala penyakit ini,” katanya.
Kasus tambahan
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, penyelidikan epidemiologi telah dilakukan pada tiga kasus anak yang meninggal karena dugaan kasus hepatitis yang belum diketahui penyebabnya. Penyelidikan pada satu kasus sudah hampir selesai. Hasilnya, tidak ada keluarga yang menderita sakit serupa, baik sesudah maupun sebelum anak itu sakit.
”Sampai sekarang masih tiga suspek yang dilaporkan. Ada tambahan kasus di DKI Jakarta dengan gejala hepatitis, tetapi belum ada info selanjutnya yang dilaporkan,” kata Siti.
Kementerian Kesehatan meminta seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan kewaspadaan akan penyakit ini. Hal itu disampaikan melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
”Kami sudah menyampaikan SE tersebut ke dinas kabupaten, kota serta rumah sakit se-Jabar. Koordinasi dan pantauan juga dilakukan dengan KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan),” kata Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat R Nina Susana Dewi.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Ahyani Raksanagara menyatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan untuk melakukan pemantauan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Nanik Sukristina, Dinas Kesehatan berkoordinasi dengan seluruh fasilitas untuk peningkatan kewaspadaan. RS diminta meningkatkan pengawasan terhadap semua kasus sindrom jaundice (kulit menjadi kekuningan).
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) Piprim Basarah Yanuarso dalam siaran pers menyatakan, seluruh dokter anak dan residen dokter anak perlu ikut mengawasi apabila gejala-gejala hepatitis akut ditemukan pada pasien. Masyarakat pun perlu waspada sehingga ketika gejala itu muncul bisa segera membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Berbagai upaya pencegahan pun perlu diperhatikan. Pastikan selalu menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, selalu mengonsumsi air minum matang, mengonsumsi makanan yang bersih dan matang, tidak bergantian alat makan, serta membuang tinja atau popok sekali pakai di tempatnya. Protokol kesehatan dengan menggunakan masker dan menjaga jarak juga perlu dipatuhi.