Persiapkan Diri, Penularan Zoonosis Berisiko Kian Sering dan Berulang
Kebutuhan sumber daya yang terus meningkat akibat perkembangan populasi yang pesat serta mobilitas masyarakat berisiko menimbulkan berbagai penyakit yang bersumber dari binatang. Ini perlu dikendalikan dan diantisipasi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 60 persen penyakit yang menginfeksi manusia ditularkan oleh hewan. Ini memerlukan penguatan pada kesehatan hewan yang menjadi satu kesatuan dalam konsep one health untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi baru dan berulang di masa depan.
Ketua Udayana One Health Collaborating Center Ni Nyoman Sri Budayanti menuturkan, penyebaran penyakit infeksi baru dan berulang semakin cepat terjadi. Berbagai faktor menjadi penyebabnya, antara lain globalisasi, urbanisasi, perubahan iklim, perkembangan populasi yang begitu cepat, serta konsumsi dan penjualan satwa liar.
”Kondisi ini menyebabkan interaksi antara manusia dan binatang menjadi lebih dekat. Dengan peningkatan jumlah penduduk yang pesat, kebutuhan pangan pun semakin meningkat. Peningkatan domestic animal juga terjadi untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia. Ini semua berpotensi menimbulkan infeksi baru yang ditularkan dari hewan,” katanya dalam webinar yang diikuti dari Jakarta, Sabtu (19/3/2022).
Ia menyampaikan, peningkatan jumlah penduduk yang pesat, perkembangan teknologi, serta peningkatan konsumsi masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan pada keseimbangan ekosistem. Kondisi ini pun berdampak negatif pada kemunculan berbagai infeksi baru dan berulang.
Penyakit infeksi yang sebelumnya hanya ditemukan pada hewan dapat bermutasi sehingga dapat mengenali manusia. Oleh karena itu, kemunculan penyakit infeksi baru dan penyakit infeksi berulang yang ditularkan dari hewan ke manusia sulit dihindari.
”Kita tidak dapat memprediksi kapan ini terjadi. Karena itu, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mempersiapkan apa yang harus dikerjakan. Zoonosis (penyakit yang ditularkan hewan ke manusia) patut diwaspadai karena bisa menyebabkan penularan yang luas, seperti pandemi saat ini,” kata Sri Budayanti.
Menurut dia, persiapan tersebut perlu dilakukan secara menyeluruh. Pendekatan yang dilakukan pun tidak bisa terbatas pada satu disiplin ilmu saja, tetapi perlu melibatkan antardisiplin ilmu serta dijalankan secara kolaboratif. Atas dasar itulah, konsep one health menjadi sangat relevan. Konsep ini mencakup kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan.
Dengan peningkatan jumlah penduduk yang pesat, kebutuhan pangan pun semakin meningkat. Peningkatan domestic animal juga terjadi untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia. Ini semua berpotensi menimbulkan infeksi baru yang ditularkan dari hewan.
Setidaknya ada empat cara yang bisa dilakukan, yaitu identifikasi, prediksi, pencegahan, dan respons. Identifikasi dilakukan pada agen yang bisa menjadi penyebab terjadinya penyakit. Identifikasi juga dilakukan untuk melihat cara penularan dan hubungan dengan risiko terjadinya penyakit.
Sementara prediksi dapat dilakukan dengan memperkirakan manifestasi penyakit dan potensi terjadinya kejadian luar biasa (outbreak) yang dilakukan melalui pendekatan epidemiologi dan surveilans. Untuk pencegahan, upaya ini juga diperlukan agar kontak dan paparan terhadap risiko bisa diminimalkan.
”Jika penularan sudah terjadi, langkah yang harus dilakukan ialah merespons dan membatasi outbreak melalui kolaborasi lintas sektor dan profesional,” katanya.
Konsep ”one health”
Country Team Leader FAO (Food and Agriculture Organization) Emergency Center for Transboundary Animal Disease Indonesia, Luuk Schoonman, menyampaikan, pendekatan one health sekaligus dapat dimanfaatkan untuk mencegah terjadinya pandemi berikutnya. Untuk memperkuat dan memperluas pendekatan tersebut, diperlukan sejumlah upaya.
Itu meliputi peningkatan kapasitas nasional terkait pendekatan one health, memperkuat implementasi kebijakan terkait, memfokuskan kebijakan pada pengurangan dampak perpindahan penularan penyakit dari hewan ke manusia, serta meningkatkan kesiapan dan respons terhadap ancaman zoonosis. Upaya ini diharapkan dapat mencegah terjadinya pandemi berikutnya yang berasal dari hewan.
”Pendekatan one health membutuhkan keterlibatan dan kerja sama dari profesi yang bekerja di sejumlah institusi dengan prioritas dan pendanaan yang berbeda. Komunikasi dan kolaborasi lintas disiplin pun diperlukan. Meski terlihat mudah, terbukti sulit dicapai. Ini tantangan yang harus diatasi,” ujar Luuk.
Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nuryani Zainuddin menuturkan, pemerintah telah berkomitmen untuk memperkuat konsep one health sebagai tujuan pembangunan berkelanjutan. Itu dilakukan antara lain dengan mengurangi penyakit pada manusia, kolaborasi antarsektor, menggunakan pendekatan kesetaraan jender, menjaga kesehatan hewan, menjamin keamanan pangan, serta mengendalikan penggunaan antimikroba.
”Dalam pendekatan ini, keterlibatan dokter hewan sangat dibutuhkan. Peningkatan kompetensi dokter hewan pun diperlukan, baik terkait kompetensi khusus, lanjutan, maupun kompetensi one health,” ujarnya.