Aktivitas Manusia Jadi Pemicu Penyakit Bersumber Binatang
Kebutuhan akan sumber daya karena meningkatnya populasi dan perubahan tren perdagangan juga mobilitas membuat interaksi manusia dengan satwa liar meningkat. Ini berisiko memunculkan penyakit bersumber binatang.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
PARIS, SELASA – Penyakit menular yang bersumber pada binatang, termasuk Covid-19 yang hingga Selasa (21/4/2020) kemarin telah membunuh lebih dari 171.000 orang, diduga terjadi akibat aktivitas manusia.
Aktivitas manusia diduga menjadi biang keladi bermunculannya penyakit yang bersumber binatang, termasuk Covid-19. Apabila hal ini tidak diperbaiki maka dunia kemungkinan akan menyaksikan munculnya penyakit-penyakit menular baru bersumber binatang, yang tidak menutup kemungkinan menjadi pandemi.
Kantor berita Perancis, AFP, Selasa (21/4/2020), melaporkan, menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Program Lingkungan (UNEP), 60 persen penyakit menular pada manusia berasal dari hewan.
Contohnya, tuberculosis, rabies, toksoplasmosis, dan malaria. Angka itu naik menjadi 75 persen dengan memasukkan penyakit infeksi “baru” seperti ebola, HIV, flu burung, zika, Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS), dan jenis virus korona yang lain.
"Kemunculan penyakit infeksi bersumber binatang biasanya terkait perubahan lingkungan atau gangguan ekologis seperti intensifikasi pertanian, pemukiman, serta perambahan hutan dan habitat lainnya,” tulis AFP mengutip laporan UNEP 2016. “Aktivitas manusia mulai dari alih fungsi lahan hingga perubahan iklim biasanya menyebabkan perubahan lingkungan,” kata laporan itu.
Gwenael Vourc\'h, peneliti di lembaga riset publik INRAE di Perancis, juga mengatakan, aktivitas manusia menjadi penyebab meningkatnya interaksi manusia dengan satwa liar. “Mengingat pertumbuhan populasi manusia dan penggunaan sumber daya planet bumi yang intens, kerusakan ekosistem kian meningkatkan kontak manusia dengan satwa liar,” kata Vourc\'h, Selasa (21/4).
Pokok keprihatinan adalah rusaknya hutan akibat dibuka untuk aktivitas pertanian dan peternakan yang intensif. Hewan peliharaan kerap menjadi jembatan antara patogen dari satwa liar dan manusia. Penggunaan antibiotik di industri peternakan juga memicu sejumlah bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik tertentu.
Urbanisasi dan fragmentasi habitat juga sangat mengganggu keseimbangan spesies sementara pemanasan global bisa mendorong hewan pembawa penyakit berpindah ke wilayah baru. Virus korona baru 2 atau SARS-CoV-2, penyebab penyakit Covid-19, diyakini muncul di pasar produk hewan di Wuhan, Hubei, China akhir tahun lalu.
Menurut para peneliti, virus itu berasal dari kelelawar yang meloncat ke hewan mamalia lain seperti trenggiling sebelum akhirnya berpindah ke manusia. Trenggiling termasuk spesies dilindungi yang daging dan sisiknya dihargai tinggi di beberapa negara Asia.
Namun, para ilmuwan belum memiliki jawaban yang pasti bagaimana virus itu berpindah ke manusia. Yang pasti, aktivitas manusia memfasilitasi perpindahan itu.
"Proses yang menyebabkan mikroba seperti virus dari populasi vertebrata, contohnya kelelawar, berpindah ke manusia itu kompleks, tetapi didorong aktivitas manusia,” kata Ane Larigauderie, Sekretaris Eksekutif IPBES, panel pakar biodiversitas PBB.
“Manusia, melalui tindakannya, menciptakan peluang mikroba untuk semakin dekat pada populasi manusia,” ujarnya lagi.
Larigauderie juga menyebutkan bahwa virus korona baru yang menyebabkan Covid-19 hanyalah puncak dari gunung es. “Tren alih fungsi lahan yang meningkat ditambah dengan tren perdagangan, perjalanan global akan meningkatkan frekuensi pandemi di masa depan. “Dibutuhkan perubahan yang transformatif untuk mencari jalan keluar dari tragedi global ini,” ujarnya.
Di luar pandemi Covid-19, IPBES memperkirakan bahwa penyakit bersumber binatang telah menewaskan sekitar 700.000 orang setahun. Sebuah penelitian dari AS menyatakan bahwa hewan pengerat, perimata, dan kelelawar merupakan sumber dari tiga perempat virus yang berpindah ke manusia.
Menurut Christine Johnson dari fakultas kedokteran hewan University of California, tindakan manusia yang “mengubah lansekap” menjadi biang keladi munculnya penyakit bersumber binatang. “Ini juga meningkatkan frekuensi dan intensitas kontak antara manusia dengan satwa liar, memunculkan kondisi yang sempurna bagi virus untuk berpindah,” ujarnya.
Hingga Selasa (21/4/2020) sore, pandemi Covid-19 telah menjangkiti hampir 2,5 juta manusia di dunia dengan 171.000 di antaranya meninggal dunia.
Di tengah sejumlah negara Eropa yang melonggarkan kebijakan penutupan wilayahnya, Rusia kini menjadi episenter baru Covid-19 di Eropa. Selasa kemarin Rusia melaporkan 5.642 kasus baru sehingga total kasus menjadi 52.763 kasus.
Selain itu, dilaporkan juga terdapat 51 kasus meninggal baru sehingga total kasus meninggal akibat Covid-19 menjadi 456 kasus. Meski jumlah kasus dan kasus meninggal akibat Covid-19 di Rusia tergolong lebih rendah dari banyak negara Eropa barat lainnya, dalam sebulan terakhir trennya justru meningkat tajam.
Peningkatan kasus Covid-19 yang tajam juga masih terjadi di Turki. Data hingga Selasa kemarin memeprlihatkan total kasus Covid-19 sudah mencapai melebihi 90.000 kasus.
Jumlah tersebut menjadikan Turki sebagai negara di luar Eropa dan Amerika Serikat dengan kasus Covid-19 terbanyak. Sejak melaporkan kasus pertamanya 10 Maret lalu penambahan kasus baru yang tinggi terus terjadi.(AFP/REUTERS)