Penularan varian Omicron terus meluas di tingkat global. Penambahan kasus baru di Indonesia pun terjadi. Karena itu, Indonesia harus bersiap menghadapi potensi lonjakan kasus dari varian baru tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tingkat global, penularan Covid-19 varian Omicron semakin meluas. Jumlah kasus baru varian tersebut di Indonesia pun terus bertambah. Meski dinilai tidak menyebabkan perburukan pada pasien, penularan varian Omicron harus tetap diwaspadai. Semua pihak pun diminta bersiap menghadapi potensi lonjakan kasus.
Sebagaimana diberitakan Kompas.id, Senin (10/1/2022), ancaman gelombang tsunami kasus Covid-19 varian Omicron dan Delta membayangi berbagai negara, termasuk Indonesia. Jika tidak segera diantisipasi, lonjakan kasus yang diprediksi masih terus terjadi dikhawatirkan akan membuat tenaga kesehatan kelelahan dan membebani sistem layanan kesehatan.
Kementerian Kesehatan per 8 Januari 2022 mencatat setidaknya sudah ada 318 kasus varian Omicron di Indonesia. Itu meliputi 295 kasus berasal dari pelaku perjalanan luar negeri dan 23 kasus lainnya merupakan transmisi lokal. Adapun kasus terkonfirmasi Omicron pertama kali dilaporkan pada 16 Desember 2021 yang merupakan petugas kebersihan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta.
Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Alexander K Ginting, ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (9/1/2022), mengatakan, transmisi lokal yang ditemukan saat ini mayoritas merupakan kontak erat dari kasus dari pelaku perjalanan luar negeri. Upaya pencegahan dan pengendalian penularan Covid-19, termasuk penularan dari varian Omicron, pun terus diperkuat.
”Sampai saat ini untuk kasus penularan Omicron di Indonesia masih terkendali. Artinya, peningkatan kasus yang dilaporkan masih bisa ditangani. Penambahan kasus yang ada saat ini juga tidak hanya karena Omicron, tetapi juga dampak dari libur panjang akhir tahun,” katanya.
Meski begitu, Alexander mengatakan, kewaspadaan akan penularan kasus Covid-19, terutama penularan varian Omicron, semakin ditingkatkan. Pintu masuk negara, yang terdiri dari pelabuhan udara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas darat negara, tetap dijaga secara optimal.
Seluruh pelaku perjalanan luar negeri serta pekerja migran Indonesia (PMI) harus patuh pada aturan karantina. Syarat administrasi dan hasil pemeriksaan negatif dari tes berbasis polymerase chain reaction (PCR) perlu dipenuhi.
Sejumlah peraturan telah diterbitkan dalam upaya antisipasi penularan varian Omicron. Pada November 2021, Surat Edaran Satuan Tugas (SE Satgas) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19 dikeluarkan. Aturan itu meliputi antara lain penutupan sementara pelaku perjalanan dari negara dengan transmisi Omicron. Pada Desember 2021, SE Satgas Nomor 25/2021 juga diterbitkan yang mengatur mengenai penambahan detail aturan karantina.
Sampai saat ini untuk kasus penularan Omicron di Indonesia masih terkendali. Artinya, peningkatan kasus yang dilaporkan masih bisa ditangani.
Alexander mengatakan, untuk mencegah meluasnya penularan varian baru Omicron di Indonesia, upaya lain juga dilakukan agar gelombang ketiga pascalibur Natal dan Tahun Baru bisa dicegah. Upaya tersebut, salah satunya diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 dan 2 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di wilayah Jawa dan Bali serta wilayah luar Jawa dan Bali.
Ada empat strategi utama yang mesti diperhatikan dalam pengendalian penularan Covid-19. Strategi itu meliputi memperkuat kepatuhan protokol kesehatan dengan 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, dan menggunakan masker), meningkatkan upaya 3T (tes, lacak, dan isolasi), mempercepat cakupan vaksinasi, serta persiapan pelayanan perawatan Covid-19.
”Seluruh upaya ini harus bisa terimplementasi dan berjalan dengan baik hingga di tingkat desa dan kelurahan. Pelaksanaan pembatasan sosial skala mikro harus kembali diaktifkan. Lurah, kepala desa, serta ketua RT dan RW punya andil yang besar,” ucap Alexander.
Secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, setiap daerah juga perlu segera mempersiapkan fasilitas isolasi terpusat. Fasilitas ini digunakan untuk menangani pasien tanpa gejala dan bergejala ringan.
Dengan adanya fasilitas isolasi terpusat, perawatan dengan isolasi mandiri di rumah diharapkan bisa diminimalkan. Berdasarkan pengalaman pada lonjakan kasus saat penularan varian Delta, perawatan dengan isolasi mandiri berpotensi menimbulkan penularan di kluster keluarga. Penularan pun menjadi tidak terpantau dan tidak terkendali.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir menegaskan, antisipasi akan lonjakan kasus akibat penularan Omicron telah dilakukan pada sisi hilir di fasilitas kesehatan. Saat ini, Indonesia memiliki 1.011 rumah sakit rujukan Covid-19 dengan 83.609 tempat tidur untuk pasien Covid-19. Jumlah ini masih bisa ditingkatkan hingga 50 persen melalui konversi tempat tidur. Dari jumlah itu, tingkat keterisian tempat tidur (BOR) masih 2,69 persen.
”Meski demikian, kita tetap harus berhati-hati dan bersiap jika nanti kasus Omicron meningkat dengan cepat. Setiap rumah sakit harus melakukan persiapan-persiapan, antara lain dengan mempersiapkan tempat tidur dan pemenuhan supply kebutuhan pelayanan kesehatan, termasuk oksigen, alat kesehatan, dan SDM (sumber daya manusia),” katanya.