Omicron, Oh, Omicron
Omicron sudah ada di Indonesia. Selanjutnya seperti ”de javu”. Pemerintah melarang keramaian di akhir tahun dan wajib disiplin prokes, tetapi PPKM level 1 yang berlaku. Kaum urban pun boleh bepergian sesukanya.

Didie SW
Selisih dua hari seusai Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan kasus Covid-19 varian Omicron kemungkinan sudah ada di sebagian besar negara, Indonesia secara resmi juga mengumumkan kasus pertamanya, yakni pada 15 Desember 2021. Selain satu kasus positif Omicron itu, ada lima kasus probable Omicron.
Kasus positif dan probable Omicron di Indonesia ditemukan di Jakarta dan Manado, Sulawesi Utara. Sejauh ini, pemerintah memastikan enam orang yang tersangkut varian baru itu dikarantina dan dalam kondisi tidak bergejala.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, masyarakat tidak perlu panik. Yang penting, tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan Covid-19 dan mengurangi perjalanan ke luar negeri yang tidak penting.
Pemerintah daerah pun menyambut pengumuman pemerintah pusat terkait Omicron di Indonesia dengan ramai-ramai menyatakan akan meningkatkan pengawasan terhadap warganya.
Menyimak semua informasi tersebut seperti mengalami de javu. Ingatan berbagai peristiwa serupa dalam hampir 2 tahun terakhir berulang berseliweran, nyaris sama persis. Pemerintah pusat dan daerah berganti-ganti kebijakan dalam hitungan hari. Hal tersebut terjadi lagi pada Desember ini.

Awalnya, pemerintah mengumumkan bahwa akhir tahun ini akan diberlakukan PPKM level 3. Siapa pun tidak boleh bepergian, tidak boleh ada keramaian perayaan keagamaan, dan acara menyambut pergantian tahun demi menghindari ancaman gelombang ketiga. Namun, dalam itungan hari, aturan itu digugurkan, juga oleh pemerintah, dan PPKM level 1 ditetapkan di sejumlah daerah.
Di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI melarang acara yang memicu kerumunan pada periode 24 Desember 2021-2 Januari 2022. Selebihnya, karena berstatus pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1, semua aktivitas publik bisa beroperasi 75-100 persen.
Sikap yang lebih tegas ditunjukkan Bogor Raya. Bagi warga yang akan ke Puncak, Bogor, harus bersiap dicegat di pos-pos penyekatan. Warga yang sudah mendapat vaksinasi Covid-19 boleh melenggang ke Puncak. Jika belum, diminta mengikuti vaksinasi di pos dan tetap diputar balik atau tidak boleh ke Puncak.
Menkes Budi Gunadi sendiri menyatakan setiap kali ada kebijakan pelonggaran kegiatan masyarakat dilakukan terjadi lonjakan pergerakan orang yang tinggi, terutama di masa libur panjang.
Provinsi Lampung juga akan mendirikan pos pengawasan di pelabuhan, terminal, bandara, jalan tol, dan wilayah perbatasan di jalan lintas Sumatera. Sejumlah syarat, seperti surat hasil antigen Covid-19, surat hasil PCR, serta kartu vaksinasi, akan diperiksa.

Meskipun demikian, siapa yang dapat memastikan pos penyekatan mampu mengawasi 24 jam nonstop selama berhari-hari? Siapa yang dapat memastikan Omicron tidak lebih dulu menyebar di Indonesia? Kedatangan warga negara asing ke Indonesia masih rendah, tetapi tidak dapat dipastikan seberapa banyak warga negara ini yang pergi dan pulang dari luar negeri. Selebgram Rachel Vennya yang menghindari karantina sepulang dari luar negeri dengan menyuap petugas bisa jadi bukan satu-satunya kasus.
Keran perjalanan antardaerah tidak perlu ditanyakan lagi, sudah sibuk mengalir deras sejak beberapa bulan silam. Di daerah, keramaian dan kerumunan muncul di mana-mana. Penggunaan masker dan jaga jarak antarorang tegas dan lantang di spanduk dan poster-poster di tempat publik, tetapi melempem dalam praktik kehidupan sehari-hari. Kemacetan di Jakarta saja sudah hampir menyamai masa sebelum pandemi.
Baca Juga: Kinerja Perempuan Senilai 10 Triliun Dollar AS
Menkes Budi Gunadi sendiri menyatakan, setiap kali ada kebijakan pelonggaran kegiatan masyarakat dilakukan terjadi lonjakan pergerakan orang yang tinggi, terutama di masa libur panjang. Dalam dua pekan hingga satu bulan setelah itu, ada peningkatan kasus positif Covid-19. Terakhir ledakan kasus yang nyaris melumpuhkan negeri ini pada pertengahan tahun lalu. Medio Juli, penambahan kasus harian di Indonesia di angka 47.899, ditetapkan tertinggi di dunia.
Memori pahit medio 2021 itu mencatat begitu banyak orang sakit, bahkan sebagian meninggal. Raungan sirene ambulans bolak-balik terdengar di permukiman warga. Begitu pula pengeras suara di masjid semakin sering mengabarkan warga yang berpulang. Fasilitas kesehatan hampir kolaps tak mampu menampung gelombang tinggi penambahan kasus terus-menerus. Kegiatan ekonomi individu, perusahaan, sampai negara nyaris berhenti.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F08%2Fcdc27f90-38c6-4c5e-b845-7e888d771078_jpg.jpg)
Foto udara lahan pemakaman dengan protokol Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Minggu (1/8/2021) malam. Lahan makam terus diperluas untuk menampung korban pandemi yang meninggal saat ledakan kasus sekitar Juni-Agustus.

Tangkapan layar https://covid19.who.int/table terkait data Covid-19 di dunia berdasarkan wilayah. Indonesia masuk dalam region Asia Tenggara yang masih cukup tinggi temuan kasusnya.
Dampak ikutannya lebih menyedihkan, ekonomi tak langsung dapat bergerak mendekati normal ketika kasus melandai. Di tingkat rumah tangga, jika yang meninggal adalah tulang punggung keluarga, yang ditinggalkan menanggung beban berlipat. Anak-anak menjadi yatim atau yatim piatu karena pandemi memunculkan isu tersendiri. Hal ini mau tak mau menjadi kewajiban negara untuk memikirkan solusi jangka pendek serta jangka panjang agar jumlah warga miskin dan tidak sejahtera akibat pandemi tidak semakin bertambah.
Dengan pengalaman yang masih segar di ingatan tersebut, muncul tanya lagi, mengapa akhir tahun ini pemerintah percaya diri melonggarkan berbagai pengetatan kegiatan publik? Selain desakan agar ekonomi bergulir lebih cepat lagi, pelonggaran dilakukan karena vaksinasi gencar diklaim meluas serta tingkat penularan kasus stabil rendah selama sedikitnya 2-3 bulan terakhir.
Baca Juga: Zakat untuk Perlindungan Perempuan dan Anak
Di kota besar seperti Jakarta, capaian vaksinasi memang telah di atas 100 persen. Hampir semua warga target vaksinasi sudah mendapat injeksi dosis lengkap (suntikan kedua). Sebagian warga yang rentan tertular, seperti tenaga kesehatan, bahkan sudah mulai mendapat suntikan vaksin ketiga atau booster.
Tingkat vaksinasi di kota-kota yang berbatasan dengan DKI dilaporkan telah tembus di atas 50 persen, bahkan ada yang mendekati 90 persen. Kondisi serupa ditemukan di kota-kota besar lain di Pulau Jawa. Di tingkat nasional, tercatat sekitar 149 juta orang telah mendapat vaksinasi dosis 1 dan sekitar 105 juta orang yang telah mendapat dosis lengkap.

Data kasus Covid-19 pada Jumat (17/12/2021) dari laman covid19.go.id

Data terkait kasus Covid-19 di Jakarta, Jumat (17/12/2021), dari laman Corona.jakarta.go.id
Masalahnya, warga yang telah mendapat vaksin dosis lengkap pun belum tentu aman dari serbuan Covid-19. Apalagi, sebagian warga Jakarta dan sekitarnya, misalnya, ada yang terakhir mendapat suntikan vaksinasi kedua sekitar 6-9 bulan lalu. Menurut perhitungan WHO, imunitas tubuh mereka berpotensi menjadi kurang maksimal menghadang serangan virus pemicu Covid-19, yaitu SARS-CoV-2. Apalagi, kini ada varian-varian baru, seperti Delta dan Omicron, yang menurut WHO lebih cepat menyebar serta menjangkiti manusia.
Baca Juga: Catatan Urban
Di sisi lain, aplikasi Peduli Lindungi memang efektif memastikan orang yang akan memasuki ruang publik dan perkantoran sudah divaksin. Namun, aplikasi tersebut dan alat tes suhu badan sekedar menampilkan suhu kala itu yang tidak mampu memastikan orang bersangkutan bebas korona. Lagi pula, tren saat ini, dengan sedikit alasan susah sinyal, telepon genggam habis baterai atau ketinggalan, pengunjung bisa lolos masuk mal dengan mudah. Pengecekan suhu pun terkesan seadanya.
Fakta lainnya, meskipun penggunaannya meluas, aplikasi Peduli Lindungi dan tes suhu tubuh hanya ditemukan di mal, perkantoran, tempat wisata, dan beberapa tempat publik lain.
Baca Juga: Menghitung Hidup dengan Upah Minimum Rp 150.000 Per Hari
Di pasar tradisional, di tempat usaha termasuk kafe serta tempat makan di luar mal, dan banyak tempat umum lain, aplikasi Peduli Lindungi dan pengecekan suhu tidak ditemukan. Atau, sudah tidak ada lagi petugas yang menjaga.
Untuk itu, di masa sekarang, alangkah baiknya jika membuka data kepada publik bahwa sudah sekian juta warga yang vaksinasi keduanya berusia 6 bulan atau lebih. Kepada mereka diminta lebih waspada dan ada rambu-rambu agar tetap aman beraktivitas. Fitur peringatan atau pemberitahuan kepada pemilik akun tentang usia vaksinasi mereka bisa ditambahkan dalam aplikasi Peduli Lindungi.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F11%2F0e54b238-f82f-423b-8d48-3c6105a651be_jpg.jpg)
Pengunjung memindai aplikasi Peduli Lindungi di saat akan memasuki kawasan cagar budaya Kota Tua, Jakarta, Sabtu (27/11/2021).
Di luar itu, perlu memastikan lagi jajaran satuan tugas Covid-19 nasional ataupun daerah sampai semua petugas di tingkat terbawah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat kembali tegas melaksanakan aturan protokol kesehatan.
Dengan kondisi terkini bahwa Omicron telah diakui ada di Indonesia, penyebarannya tinggal menunggu waktu. Kelengahan semua pihak, pemerintah ataupun masyarakat, akan berujung pada terpuruknya sektor kesehatan yang menjalar di geliat pusat-pusat perekonomian negara yang kini banyak berada di kota-kota besar, seperti Jakarta dan sekitarnya.
Kebijakan yang seragam serta tegas dari pusat hingga daerah mutlak diperlukan. Kembali memutuskan pemberlakuan PPKM level 3 di ujung tahun ini hingga di awal tahun depan, meskipun berarti lagi-lagi mengubah kebijakan, tidaklah mengapa demi menyelamatkan nyawa dan menjaga kesehatan warga secara umum.
Omicron, oh, omicron.... Tahun depan, tak perlulah kita mengulang ratapan sedih serta sesal seperti yang menimpa kita pada Juni-Agustus lalu.
Baca Juga: Revolusi Toilet