Vaksinasi Dosis Penguat Dimulai Januari 2022, Warga Lansia Jadi Prioritas
Vaksinasi dosis penguat akan dimulai pada Januari 2022 dengan warga lanjut usia sebagai sasaran prioritas. Capaian perluasan dan pemerataan vaksinasi dosis lengkap pun diharapkan bisa lebih cepat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksinasi Covid-19 dosis penguat atau booster direncanakan mulai dilaksanakan pada Januari 2022. Vaksinasi ini akan diprioritaskan untuk kelompok masyarakat lanjut usia. Terkait ketentuan jenis vaksin yang diberikan, keputusan pemerintah ditargetkan bisa terbit pada akhir Desember 2021 setelah ada rekomendasi dari para ahli.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, rekomendasi dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) diharapkan keluar paling lambat minggu ketiga Desember 2021 terkait jenis vaksin yang akan diberikan untuk vaksinasi dosis penguat.
Vaksin yang diberikan pun harus dipastikan telah mendapatkan izin penggunaan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
”Pemberian vaksin booster akan diprioritaskan pada nakes (tenaga kesehatan) yang sudah berjalan, kemudian lansia (warga lanjut usia) dan imunokompromais (orang dengan masalah kekebalan tubuh). Itu sesuai dengan ketentuan WHO mengenai kelompok rentan,” ujarnya dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Budi menuturkan, vaksinasi dosis penguat akan dilaksanakan dalam dua skema, yakni skema pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan anggaran non-APBN. Pada skema yang dibiayai dari APBN meliputi vaksin untuk warga lansia dan masyarakat penerima bantuan iuran (PBI) non-lansia.
Sementara itu, vaksin yang tidak dibiayai APBN, yakni peserta program Jaminan Kesehatan Nasional, didaftarkan oleh pemda dan peserta mandiri. Total kebutuhan vaksin untuk vaksinasi penguat diperkirakan mencapai 231,4 juta dosis, termasuk dosis cadangan.
Pemberian vaksin booster akan diprioritaskan pada nakes (tenaga kesehatan) yang sudah berjalan, kemudian lansia dan imunokompromais (seseorang dengan masalah kekebalan tubuh). Itu sesuai dengan ketentuan WHO mengenai kelompok rentan.
Budi menyampaikan, semua fasilitas kesehatan, kecuali puskesmas dan kantor kesehatan pelabuhan, nantinya dapat melaksanakan vaksinasi dosis penguat untuk skema non-program. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu jalannya vaksinasi rutin.
”HET (harga eceran tertinggi) produk dan pelayanan vaksinasi booster non-program akan ditentukan melalui peraturan Menteri Kesehatan. Kami juga akan mengontrol sirkulasi produk dengan memakai labeling. Jadi, meski jenis vaksinnya sama, label untuk APBN dan non-APBN akan dibedakan,” ujarnya.
Kepala Badan POM Penny K Lukito menyampaikan, uji klinik untuk pemberian vaksin dosis penguat masih dilakukan oleh para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Uji klinik dengan penggunaan vaksin primer berjenis CoronaVac, AstraZeneca, dan Sinopharm.
Uji klinik tersebut dilakukan untuk penggunaan homologus (penggunaan vaksin jenis sama untuk dosis penguat) dan heterologis (vaksin dengan jenis berbeda). ”Diharapkan data entry ini bisa diperoleh pada April 2022 untuk pemberian heterologus, sementara yang homologus diupayakan bisa selesai pada Desember (2021) ini,” ujarnya.
Ketua ITAGI Sri Rezeki Hadinegoro menambahkan, vaksinasi dosis penguat perlu diberikan karena berbagai penelitian menunjukkan, terjadi penurunan imunitas setelah enam bulan vaksinasi dosis kedua diberikan. Ditemukan pula kasus Covid-19 pada yang sudah mendapatkan vaksin dosis lengkap Sinovac.
”Maka, perlu direncanakan pemberian booster pada semua masyarakat. Untuk vaksinasi booster ini diperlukan perencanaan tersendiri mengingat logistik, SDM (sumber daya manusia), serta pendanaan yang terbatas,” ucap Sri Rezeki.
Stok vaksin
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Netty Prasetiyani, menyatakan, ketersediaan stok vaksin yang dibutuhkan dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia harus terjamin. Hal itu juga perlu memperhatikan asas keadilan bagi semua penduduk.
Dengan kebutuhan vaksin yang cukup besar untuk vaksinasi dosis penguat, stok vaksin untuk masyarakat yang belum mendapatkan vaksin juga perlu diperhatikan. Saat ini, banyak warga belum mendapatkan vaksinasi, bahkan untuk vaksin dosis pertama.
”Ketersediaan dan stok pengadaan vaksin perlu menjadi perhatian karena untuk booster dan vaksinasi anak saja sudah membutuhkan sekitar 300 juta dosis vaksin. Perlu dipastikan ketersediaan vaksin ini bisa sesuai dengan target yang ditetapkan,” ucap Netty.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, total penduduk yang sudah mendapatkan vaksin dosis pertama sebanyak 147,9 juta orang atau 71,03 persen dari target sasaran. Sementara itu, vaksin dosis kedua sudah diberikan pada 104,08 juta orang atau 49,9 persen target yang menjadi sasaran vaksinasi.
Kini, baru ada 13 provinsi dengan cakupan vaksinasi dosis pertama lebih dari 70 persen, antara lain DKI Jakarta, Bali, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Kepulauan Bangka Belitung. Selain itu, baru ada sembilan provinsi dengan capaian dosis pertama untuk warga lansia lebih dari 60 persen, antara lain DKI Jakarta, Bali, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir menyampaikan, terkait rencana pemenuhan vaksin Covid-19 pada 2022, pengadaan vaksin akan didapatkan melalui tiga mekanisme meliputi vaksin impor jadi, vaksin produksi Bio Farma yang didapatkan dari proses fill and finish dan vaksin Merah Putih, serta vaksin yang didapat dari Covax Facility. Sementara pendanaan dari APBN, bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), dan bank swasta.
Ia menuturkan, selama ini total vaksin Covid-19 yang sudah didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia sebanyak 279,2 juta dosis. Selain itu, masih ada stok vaksin yang belum didistribusikan sebanyak 65,9 juta dosis.
”Sebanyak 65,9 juta dosis vaksin ini akan membantu percepatan ke program vaksinasi berikutnya. Khusus vaksin Sinovac, kami juga sedang lakukan proses registrasi untuk segera mendapatkan EUA (izin penggunaan darurat) untuk menjadi vaksin booster,” ujarnya.
Vaksinasi anak
Secara terpisah, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyampaikan, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk anak usia 6-11 tahun telah dimulai pada Selasa, 14 Desember 2021. Sebagai permulaan (kick-off), vaksinasi dilaksanakan di tiga kota didi tga provinsi, yakni DKI Jakarta, Depok (Jawa Barat), dan Tangerang Selatan (Banten).
Vaksinasi untuk anak usia 6-11 tahun rencananya dijalankan secara bertahap, mulai dari daerah dengan cakupan dosis pertama lebih dari 70 persen dan cakupan dosis pertama lansia lebih dari 60 persen. Hingga saat ini, ada 115 kabupaten/kota di 19 provinsi yang telah memenuhi kriteria tersebut.
“Vaksinasi anak usia 6-11 tahun akan kita mulai hari ini dengan jumlah sasaran sekitar 26,5 juta anak,” ucap Dante.
Pelaksanaan vaksinasi untuk anak usia 6-11 tahun telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 6688 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 bagi Anak Usia 6-11 tahun. Dalam aturan itu disebutkan, vaksin yang digunakan adalah vaksin jenis Sinovac yang telah mendapatkan EUA dari Badan POM untuk pemberian pada anak berusia 6-11 tahun.
Sejumlah ketentuan terkait pemberian vaksin Covid-19 pada anak juga diatur dalam aturan tersebut. Ketentuan itu meliputi, antara lain, penundaan pada anak yang menjalani pengobatan imunosupresan jangka panjang, anak dengan gangguan imunitas yang belum mengantongi izin dari dokter yang merawat, serta anak yang baru mendapat vaksin lain kurang dari dua minggu.