Pengetahuan Masyarakat Adat Melampaui Literatur Akademis
Peneliti membandingkan pengetahuan dari masyarakat lokal di Afrika dengan pengetahuan akademis dari literatur dan menemukan bahwa masyarakat lokal ternyata lebih berpengetahuan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengetahuan masyarakat adat di Gabon, Afrika, tentang interaksi tumbuhan dan hewan pemakan buah ternyata lebih banyak dari yang selama ini ditemukan dalam berbagai literatur ilmiah. Hasil penelitian terbaru ini menunjukkan tentang banyaknya pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat adat dan selama ini belum terdokumentasikan oleh akademisi.
Hasil penelitian ini dipresentasikan di Ecology Across Borders pada Senin (13/12/2021) oleh Clémentine Durand-Bessart, peneliti di Biogéosciences Université de Bourgogne dan Centre d'Écologie et des Sciences de la Conservation, Perancis. Laporan Bessart ini dirilis oleh The British Ecological Society.
Studi ini dilakukan dengan mewawancarai komunitas masyarakat adat di Doussala, Gabon. Bessart menemukan bahwa rata-rata masyarakat adat di kawasan ini mengetahui 732 interaksi antara tumbuhan dan hewan pemakan buah (frugivora), bahkan sebagian mampu mengidentifikasi sebanyak 2.700 interaksi. Pengetahuan ini mencakup 100 pemakan buah dari gajah hingga kelelawar dan 286 spesies tumbuhan.
Ketika membandingkan pengetahuan lokal dengan literatur akademis, para peneliti menemukan bahwa 34 persen interaksi tumbuhan dan hewan ini hanya diketahui oleh masyarakat lokal dibandingkan dengan 22 persen interaksi yang hanya diketahui sumber akademis. Sementara 44 persen pengetahuan ini dibagi di antara keduanya.
Pentingnya mengintegrasikan sumber pengetahuan lokal, yang secara historis kurang dihargai, dengan pengetahuan akademis untuk benar-benar memahami kompleksitas jaringan ekologis di alam.
”Membandingkan pengetahuan dari masyarakat lokal dengan pengetahuan akademis dari literatur, kami menemukan bahwa meskipun banyak interaksi yang diketahui oleh keduanya, masyarakat lokal ternyata lebih berpengetahuan,” ujar Bessart.
Selama dua bulan kerja lapangan di Doussala, Bessart telah mendokumentasikan lebih banyak informasi tentang keragaman interaksi antara pohon dan hewan pemakan buah daripada yang telah diterbitkan dalam literatur akademis dari hasil kerja selama puluhan tahun.
Bessart juga menemukan bahwa masyarakat adat memiliki wawasan unik tentang hewan yang dipelajari dengan baik. Sebanyak 254 interaksi tanaman dicatat untuk gorila barat. Dari jumlah tersebut, 37 dikenal oleh masyarakat lokal, tetapi tidak diketahui oleh literatur akademis. Demikian pula, 222 interaksi dicatat untuk gajah hutan, di mana 33 di antaranya hanya diketahui masyarakat lokal dan belum dicatat dalam literatur ilmiah.
Masyarakat adat juga menambahkan interaksi yang melibatkan spesies di kawasan yang sebelumnya tidak diketahui memakan buah-buahan, seperti luwak hutan, trenggiling raksasa, dan ular sanca.
Menghargai pengetahuan lokal
Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya mengintegrasikan sumber pengetahuan lokal, yang secara historis kurang dihargai, dengan pengetahuan akademis untuk benar-benar memahami kompleksitas jaringan ekologis di alam. ”Aspek penting dari studi ekologi adalah mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin untuk memiliki pandangan yang lebih baik tentang bagaimana ekosistem bekerja,” kata Bessart.
Studi yang dilakukannya, menurut Bessart, dengan jelas menunjukkan bahwa pengetahuan ekologi lokal, yang sering kali unik, sangat berharga dalam membantu memahami berbagai proses ekologi, terutama di daerah terpencil. ”Penambahan interaksi ini dengan literatur akademis mengubah apa yang kita ketahui tentang interaksi pohon-pemakan buah dan pada akhirnya akan membantu menginformasikan bagaimana kita dapat melindungi spesies dan habitatnya,” katanya.
Dalam studi tersebut, para peneliti mengumpulkan fotografi dari 100 spesies pemakan buah dan 286 pohon penghasil buah di hutan Gabon yang telah didokumentasikan dalam literatur akademis. Mereka kemudian mewawancarai 39 penduduk desa Doussala, Gabon barat daya, pada 2019 untuk membandingkannya.
Sebelumnya, dalam laporan Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiverity and Ecosystem Services (IPBES), masyarakat adat dan masyarakat lokal disebut memiliki pengetahuan rinci tentang keanekaragaman hayati dan ekosistem. Pengetahuan ini terbentuk melalui ketergantungan langsung mereka pada ekosistem lokal mereka, dan pengamatan serta interpretasi perubahan yang dihasilkan dan diturunkan selama beberapa generasi, tetapi diadaptasi dan diperkaya dari waktu ke waktu.