Buah-buahan Nusantara dicintai di banyak negara di dunia. Buah-buahan yang tumbuh subur di Tanah Air berkelana hingga ke seberang lautan, menempuh perjalanan panjang, dan ditunggu pecintanya.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
Buah bulat berkulit hijau terpampang di layar. Dagingnya putih, sekilas tampak ada biji berwarna hitam di tengah. Dia muncul sebagai tebak-tebakan pembuka cerita perjalanan buah-buahan eksotis Nusantara berkelana ke mancanegara.
Seorang peserta webinar menebak buah delima.
”Bukan, ini bukan delima. Ini kenitu atau sawo susu. Orang luar negeri menyebutnya star apple atau milk fruit. Buah ini paling dicari dan dinantikan musimnya oleh mereka,” kata CEO PT Nusantara Segar Global atau Java Fresh Margareta Astaman dalam diskusi berjudul ”Produk Pangan Indonesia Mengalir Lebih Jauh” yang diadakan Teras Mitra, dalam jaringan, Sabtu (31/10/2020).
Melalui tebak-tebakan itu, Margareta ingin menggambarkan perbedaan perlakuan terhadap buah-buahan. Di ritel modern, buah-buahan impor cenderung seragam ukurannya dan dikemas menarik. Sebaliknya, buah-buahan lokal dibiarkan di rak besar tanpa kemasan, bahkan kadang kala ditempatkan di bawah papan bertuliskan ”curah”.
Di sisi lain, permintaan dunia terhadap buah tropis meningkat. Dokumen Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) berjudul ”Major Tropical Fruits Market Review-February 2020 Snapshot” menyebutkan, konsumsi mangga, manggis, dan jambu di dunia pada tahun 2000 sekitar 4 kilogram per orang per tahun. Pada 2025, angka ini diperkirakan melesat menjadi sekitar 8 kg per orang per tahun.
Menyambut potensi dan apresiasi dunia, Margareta mengekspor buah-buahan tropis Indonesia. Agar lebih berdaya saing, perusahaannya memperoleh sertifikasi Global Good Agricultural Practices dan Social Responsibility Certified Exporter.
Petani mengusulkan
Saat merintis usaha ekspor buah-buahan, Margareta sadar tidak memiliki kemampuan di bidang pertanian. Oleh karena itu, dia menempatkan para petani sebagai mitra bisnis. Hingga kini, ada sekitar 3.000 petani yang menjadi mitra dan 798 petani di antaranya sudah terdaftar di basis data Kementerian Pertanian.
Sebagai mitra, petani berhak mengetahui alur perjalanan buah-buahan yang akan ditanam dan dipanen. Dia membawakan peta dunia ke hadapan petani dan menceritakan ”petualangan” buah-buahan itu dari Indonesia hingga ke Perancis, Belanda, Rusia, Kanada, Selandia Baru, Thailand, negara-negara Timur Tengah, dan China.
Sebagai mitra, petani berhak mengetahui alur perjalanan buah-buahan yang akan ditanam dan dipanen.
Petani memperoleh informasi terkait negara tujuan ekspor dan lama perjalanan sehingga mereka mengetahui perlakuan yang tepat bagi setiap buah-buahan. ”Petani mengusulkan 80 persen dari daftar SOP (prosedur standar operasi) yang kini kami terapkan,” katanya.
Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Nira Satria, Nartam Andreanusa, mengisahkan hal senada mengenai penjualan gula kelapa. ”Sebanyak 95 persen produk kami diekspor ke negara-negara di Eropa dan Amerika. Kalau memenuhi pasar domestik, belum bisa memberikan margin bagi anggota kami,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Sebanyak 95 persen produk kami diekspor ke negara-negara di Eropa dan Amerika.
Gula kelapa yang ditawarkan KSU Nira Satria di Banyumas, Jawa Tengah, bernilai tinggi karena memiliki sertifikat organik berskala internasional, seperti dari Departemen Pertanian Amerika Serikat dan Uni Eropa, serta sertifikasi Fairtrade. Untuk menjaga kualitas dan tetap memenuhi audit sertifikasi, koperasi ini memiliki 35 anggota yang bertanggung jawab terhadap sistem pengendalian internal.
Nartam dan rekan-rekannya merupakan penyadap nira kelapa, kegiatan ekonomi utama masyarakat setempat. Mereka mendirikan KSU Nira Satria pada 2009, yang kini telah memiliki anggota 986 petani di 10 desa di Banyumas.
Menjaga alam
Dunia juga melirik produk pangan Indonesia lantaran semangat menjaga kelestarian alam semesta. Intensi ini terlihat dari kisah vanili yang diangkat Polonium.
Chief Data Officer Polonium, I Made Setiawan, menceritakan, kliennya di sejumlah negara di Eropa ingin menjual produk pertanian yang turut memitigasi perubahan iklim. Dia menawarkan vanili yang dibudidayakan secara perkebunan-hutan (argoforestry) dan tidak merusak hutan.
Cerita tentang ekspor kerap kali meninggalkan jejak prestasi yang membanggakan dan kesan produk lokal yang dicintai di luar negeri. Sebaliknya, di dalam negeri, masih ada pihak yang belum mencintai sepenuh hati buah hasil panen di tanah yang disiram dengan air di Nusantara dan dirawat dengan cucuran keringat petani Indonesia.