Mikroplastik Ada di Udara yang Kita Hirup dan Atmosfer
Peneliti memperkirakan jumlah mikroplastik akan meningkat di masa depan. Hal itu akan berpotensi menyebabkan mikroplastik di udara memberikan pengaruh iklim yang sebanding dengan jenis aerosol lainnya.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mikroplastik ditemukan di tempat-tempat paling terpencil di darat dan di laut serta di makanan kita. Penelitian terbaru menemukan, mikroplastik juga telah ditemukan di udara yang kita hirup dan di atmosfer. Keberadaan mikroplastik di atmosfer ini juga berkontribusi pada sistem iklim Bumi.
Temuan ini dilaporkan Laura E Revell dari School of Physical and Chemical Sciences, University of Canterbury, Selandia Baru, dan tim ini di jurnal Nature pada Rabu (20/10/2021). Dalam studi yang menghubungkan mikroplastik di udara dan perubahan iklim, peneliti menyoroti seberapa luas polusi mikroplastik dan potensinya untuk memengaruhi iklim dalam skala global.
Jenis partikel udara lainnya atau aerosol, seperti debu dan jelaga, menyebarkan atau menyerap sinar matahari, dan sebagai akibatnya mereka mendinginkan atau menghangatkan sistem iklim. ”Kami menemukan mikroplastik melakukan keduanya,” ujar Revell.
Siklus plastik
Mikroplastik adalah fragmen kecil atau serat yang terlepas selama degradasi potongan plastik yang lebih besar. Mereka cukup ringan untuk diangkut oleh angin dalam jarak yang jauh.
Mikroplastik tidak tinggal di tanah, sungai, laut, atau udara, tetapi bergerak di antara berbagai bagian sistem Bumi.
Baru-baru ini, penelitian Steve Allen dari EcoLab, Castanet Tolosan, Perancis di jurnal Nature Geoscience pada 2019 telah mengonfirmasi mikroplastik di daerah tangkapan pegunungan terpencil. Sedangkan penelitian Melanie Bergmann dari Alfred-Wegener-Institut Helmholtz, Jerman dan tim dipublikasikan di jurnal Science pada 2019 menemukan, mikroplastik telah ditemukan di salju Arktik.
”Awal tahun ini kami melaporkannya dalam kejatuhan atmosfer yang dikumpulkan di Selandia Baru,” ujar Revell.
Penelitian lain menunjukkan bahwa begitu polutan mikroplastik memasuki lautan, mereka tidak terus berada di sana, tetapi dapat didorong oleh arus angin masuk ke atmosfer.
”Hal ini membuat kami berpikir tentang siklus plastik: mikroplastik tidak tinggal di tanah, sungai, laut, atau udara, tetapi bergerak di antara berbagai bagian sistem Bumi,” ujarnya.
Awalnya, para peneliti menduga, mikroplastik di udara akan menyebarkan sinar matahari seperti kebanyakan aerosol, yang bertindak memantulkan sinar matahari kembali ke luar angkasa. Ini memiliki efek pendinginan pada iklim bumi.
Sebagian besar jenis aerosol di atmosfer bumi menyebarkan cahaya. Oleh karena itu, secara umum, aerosol sebagian mengimbangi pemanasan gas rumah kaca dalam beberapa dekade terakhir. Satu pengecualian adalah jelaga (atau karbon hitam), yang baik dalam menyerap sinar matahari dan memiliki efek pemanasan.
”Kami menemukan bahwa secara keseluruhan, mikroplastik di udara efisien dalam menghamburkan sinar matahari, yang menyiratkan efek pendinginan pada iklim. Namun, mereka juga dapat menyerap radiasi yang dipancarkan oleh Bumi, yang berarti mereka berkontribusi, dengan cara yang sangat kecil, pada efek rumah kaca,” ujar Revell.
Konsentrasi tertinggi
Peneliti menemukan, konsentrasi mikroplastik di udara yang tertinggi didapatkan dari sampel yang diambil di perkotaan London dan Beijing. Besarnya mencapai ribuan fragmen per meter kubik udara.
”Kami belum tahu seberapa jauh mikroplastik telah mencapai atmosfer, tetapi sebuah studi berbasis pesawat menemukan mereka berada di ketinggian hingga 3,5 kilometer,” kata Revell.
Ini menyajikan pertanyaan tambahan apakah mikroplastik dapat mengubah kimia atmosfer dengan menyediakan permukaan untuk terjadinya reaksi kimia, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan awan. Studi ini menunjukkan pengaruh mikroplastik pada iklim global saat ini sangat kecil dan efek pendinginan mendominasi.
Namun, peneliti memperkirakan jumlah mikroplastik akan meningkat di masa depan. Hal itu akan berpotensi menyebabkan mikroplastik di udara memberikan pengaruh iklim yang sebanding dengan jenis aerosol lainnya.
Diperkirakan 5 miliar ton sampah plastik telah menumpuk di tempat pembuangan sampah atau lingkungan hingga saat ini. Angka ini diproyeksikan meningkat dua kali lipat selama tiga dekade mendatang.
Tanpa upaya serius untuk mengatasi polusi mikroplastik, sampah plastik yang salah kelola akan terus meningkatkan kelimpahan mikroplastik di udara, dan pengaruhnya terhadap iklim di masa depan.