Tiga Warisan Dokumenter Indonesia Diajukan sebagai Ingatan Kolektif Dunia ke UNESCO
Indonesia akan mengajukan tiga warisan dokumenter sebagai nominasi Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World. Salah satu yang diajukan adalah pidato Soekarno di Sidang Majelis Umum PBB pada 1960.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia berencana mengajukan tiga warisan dokumenter nasional sebagai Ingatan Kolektif Dunia yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO. Ketiganya dinilai sebagai cerminan jati diri bangsa serta sumber pijakan sejarah bagi generasi mendatang.
Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World (MoW) merupakan dokumentasi warisan bersejarah di dunia yang berperan penting bagi umat manusia. Ini merupakan pengingat sejarah untuk masyarakat masa kini dan mendatang, serta sumber belajar sejarah. Adapun warisan dokumenter dapat berupa buku atau arsip lain.
Salah satu warisan dokumenter yang diajukan ke UNESCO ialah arsip pidato Soekarno berjudul To Build the World Anew. Pidato ini disampaikan saat Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat pada 30 September 1960.
Ini representasi puncak pemikiran dan perjuangan Soekarno dalam memimpin bangsa Indonesia dan berpengaruh signifikan ke dunia internasional.
“Ini representasi puncak pemikiran dan perjuangan Soekarno dalam memimpin bangsa Indonesia dan berpengaruh signifikan ke dunia internasional. Arsip pidato ini merupakan koleksi ANRI (Arsip Nasional RI),” kata Kepala Arsip Nasional RI (ANRI) Imam Gunarto pada pembukaan Pekan Memori Dunia (MoWeek), Senin (11/10/2021) secara daring.
Warisan dokumenter kedua yang akan diajukan ke UNESCO adalah arsip Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok (KTT GNB) pertama yang berlangsung pada 1961. Arsip ini diajukan Indonesia bersama Serbia dan Aljazair. Beberapa negara yang menghadiri KTT telah memberi surat dukungan pengajuan arsip ini ke UNESCO. Persetujuan dari beberapa negara seperti India, Mesir, dan Ghana sedang diupayakan.
Arsip lain yang diajukan menjadi nominasi Ingatan Kolektif Dunia adalah Hikayat Aceh, yaitu sastra kuno yang menggambarkan kondisi ekonomi, politik, dan budaya masa lalu. Dokumen ini diajukan Indonesia bersama Belanda.
Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional Woro Titi Haryanti mengatakan, pengakuan dokumen oleh UNESCO penting. Selain menunjukkan jati diri bangsa, ini juga memperkuat keberlangsungan bangsa di masa depan.
“Anak-anak muda calon pemimpin bangsa dapat belajar dari sejarah. Dari sana mereka bisa melahirkan pemikiran, khazanah, dan jalan baru membangun Indonesia,” kata Woro mewakili Kepala Perpusnas.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Tjahjo Kumolo mengatakan, arsip berperan sebagai identitas dan jati diri bangsa. Arsip juga bentuk memori kolektif bangsa dan endapan informasi untuk menumbuhkan nasionalisme. Ini penting untuk generasi masa depan.
Menurut Ketua Harian Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Itje Chodidjah, hingga kini ada lebih dari 400 warisan dokumenter di dunia yang telah diakui UNESCO. Ada delapan warisan dokumenter Indonesia yang tercatat di UNESCO sebagai MoW, baik yang diajukan oleh Indonesia sendiri maupun dengan negara lain (joint nomination).
Warisan-warisan dokumenter itu ialah The Dutch East India Company yang ditetapkan UNESCO pada 2003, I La Galigo (2011), Babad Diponegoro (2013), Negarakertagama (2013), arsip Konferensi Asia Afrika (2015), Cerita Panji (2017), arsip rekonstuksi Candi Borobudur (2017), dan arsip Tsunami (2017).
“Pengakuan arsip sebagai MoW memberi manfaat luar biasa bagi negara, pemerintah, serta masyarakat,” ucap Itje. “KNIU mendukung segala langkah yang dilakukan ANRI untuk menyelamatkan warisan dokumenter bangsa yang diakui dunia sebagai MoW,” tambahnya.
Pidato Soekarno
Itje mencatat setidaknya ada enam point penting pada pidato Soekarno di Sidang Majelis Umum PBB 1960. Keenamnya adalah nasionalisme, persamaan kedaulatan dan HAM, antikolonialisme dan antiimperialisme, restrukturisasi PBB, perdamaian dunia, serta Pancasila sebagai ideologi alternatif.
Pidato tersebut dinilai berdampak bagi dunia. Salah satu gagasan soal restrukturisasi PBB, misalnya, diajukan agar PBB lebih mencerminkan kondisi dunia, modern, dan efisien. Ini juga kritik bagi PBB yang dinilai tidak mewakili negara berpenduduk terbesar di dunia saat itu, yaitu China.
Menurut sejarawan Asvi Warman Adam, pidato hasil pemikiran Soekarno yang terbentuk selama bertahun-tahun. Ada beberapa pidato Soekarno sebelumnya yang menjadi cikal-bakal pidato di Sidang PBB, misalnya pidato Indonesia Menggugat pada 1930.
Ada pula pidato di Konferensi Asia Afrika di Bandung, 1955. Pidato Soekarno saat itu menginspirasi negara-negara Asia dan Afrika untuk merdeka.
“Saya usulkan agar dilampirkan juga kalau ada (pidato-pidato lain) dan sebutkan bahwa pidato ini (di PBB) merupakan akumulasi pemikiran dan gagasan beliau, kristalisasi pemikiran yang jauh sebelum Indonesia merdeka,” ucapnya.
Anggota Dewan Pakar MoW Wardiman Djojonegoro sepakat. Lampiran pidato-pidato lain juga bakal menjadi dokumen pengenalan sosok Soekarno. Sebab, menurut Wardiman, belum tentu anggota dewan juri UNESCO tahu sosok presiden pertama Indonesia tersebut.