Kawasan Konservasi Laut Tingkatkan Kelimpahan Ikan 400 Persen
Kelimpahan populasi dan jenis ikan di kawasan konservasi laut Teluk Lyme, Inggris, meningkat 400 persen sejak ditetapkan pada 2008. Keberadaan Kawasan Konservasi Laut sangat penting untuk pelestarian ekosistem laut.
Oleh
Ichwan Susanto
·2 menit baca
Perlindungan wilayah laut dengan status kawasan konservasi dapat menghasilkan empat kali lipat kelimpahan dan keragaman populasi ikan. Ini memperkuat argumen pentingnya penetapan area perlindungan pada perairan laut yang tentunya wajib diiringi pengelolaan yang baik.
Bukti manfaat keberadaan kawasan konservasi laut (marine protected area/KKL) ini diungkap para peneliti dari University of Plymouth, Inggris, yang memantau KKL Teluk Lyme di Inggris. Di area yang ditetapkan sebagai KKL sejak 2008 tersebut, peneliti menemukan jumlah spesies ikan di dalam zona terkendali sekarang lebih dari empat kali lipat (430 persen) lebih banyak daripada yang ditemukan di luar batas KKL.
Dalam hal kelimpahan secara keseluruhan, ada 370 persen lebih banyak ikan yang dapat ditemukan di dalam KKP daripada di daerah serupa di luarnya, di mana penangkapan ikan masih diperbolehkan. Kajian tersebut juga menunjukkan kisaran spesies ikan yang penting secara komersial di luar KKP meningkat selama periode 11 tahun setelah penetapan tersebut.
Hasil riset ini menunjukkan KKL ibarat bank ikan. Dengan melindungi kawasan dari penangkapan, jumlah ikan akan meningkat sehingga ”meluber” ke area sekitarnya. Dengan demikian, tabungan pokok, yaitu ikan dalam KKL tidak diambil dan masyarakat mendapatkan manfaat dengan mengambil bunganya, yaitu berupa ikan yang meluber di luar KKL.
Ini menunjukkan bagaimana kompromi antara konservasi dan pengelolaan perikanan dapat memengaruhi seluruh ekosistem, habitat lokal, dan mereka yang bergantung padanya.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Applied Ecologypada 8 September 2021 ini merupakan hasil pemantauan rutin menggunakan kamera video bawah air. Setiap tahun, para peneliti merekam survei video berumpan di dalam dan di luar batas KKP untuk memantau populasi ikan di wilayah tersebut.
Pengamatan lebih dari 11 tahun itu telah menghasilkan penampakan sekitar 13.000 organisme individu, mulai dari invertebrata, seperti siput laut (whelks), bintang laut, dan kepiting, hingga vertebrata predator besar yang sangat aktif bergerak, seperti hiu dan pari.
”Penelitian ini adalah puncak dari kerja keras dan kolaborasi bertahun-tahun antara peneliti dari universitas dan para nelayan di Teluk Lyme. Ini menunjukkan bagaimana kompromi antara konservasi dan pengelolaan perikanan dapat memengaruhi seluruh ekosistem, habitat lokal, dan mereka yang bergantung padanya,” kata Bede Davies, yang saat ini sedang menyelesaikan program doktoralnya di University of Plymouth, penulis utama studi tersebut dalam keterangan di situs internet kampus 9 September 2021.
Tim peneliti juga menyoroti pemantauan jangka panjang dan pengelolaan yang tepat terhadap KKL dan jika dikelola dengan tepat dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi perikanan dan konservasi. KKL Teluk Lyme merupakan contoh pertama dan terbesar di Inggris terkait pendekatan ambisius dalam perlindungan laut yang dirancang untuk mengelola, memulihkan, dan melindungi keanekaragaman hayati terumbu karang dengan mempertimbangkan seluruh ekosistem.
Emma Sheehan, associate professor ekologi kelautan, penulis senior studi tersebut, menambahkan, penetapan KKL telah meningkat selama 25 tahun terakhir. ”KKL adalah elemen kunci rencana internasional untuk melindungi dan melestarikan laut,” katanya.
Di Indonesia, dalam sebuah kegiatan daring pekan lalu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Andi Rusandi menyebutkan, jumlah kawasan konservasi perairan laut kini mencapai 28 juta hektar. Indonesia berkomitmen menjadikan setidaknya 10 persen areal lautnya yang seluas 320 juta hektar sebagai kantong-kantong KKL.