Negara dengan populasi lansia yang besar perlu mengembangkan pelayanan kesehatan yang terintegrasi untuk memudahkan lansia mengakses layanan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah penduduk lanjut usia yang semakin bertambah memunculkan tantangan dalam sistem pelayanan kesehatan. Berbagai risiko kesehatan yang dimiliki lansia menuntut layanan kesehatan untuk lebih terintegrasi agar lansia bisa memperoleh layanan yang lebih baik.
Pada 2015, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia sebanyak 21,5 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 48,19 juta orang pada 2035. Bahkan, pada 2050, peningkatan lansia di Indonesia merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Gufron Mukti, di Jakarta, Sabtu (29/5/2021), mengatakan, lansia berusia 60 tahun ke atas yang menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) berjumlah 28,4 juta atau sekitar 13 persen dari total peserta yang terdaftar. Selain itu, kelompok usia tersebut mendominasi segmen peserta penerima bantuan iuran (PBI) APBN. Artinya, pembiayaan sebagian besar layanan kesehatan mereka ditanggung oleh pemerintah.
”Untuk mengakses pelayanan kesehatan, berbagai tantangan ditemui pada kelompok usia lansia. Itu antara lain terkait mobilitas, biaya pelayanan tidak langsung, seperti transportasi dan jarak ke fasilitas kesehatan; serta tantangan sosial ekonomi, seperti dukungan keluarga. Hal ini menyebabkan lansia tidak bisa mengakes layanan kesehatan secara optimal,” katanya.
Merujuk pada penyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Gufron menuturkan, sejumlah tantangan dihadapi negara dengan populasi penduduk yang menua. Misalnya, meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan primer dan perawatan jangka panjang, meningkatnya kebutuhan tenaga pemberi pelayanan, serta bertambahnya kebutuhan akan lingkungan ramah lansia.
Oleh karena itu , WHO pun merekomendasikan setiap negara yang memiliki jumlah penduduk lansia yang besar untuk memperluas sistem pelayanan kesehatan yang terintegrasi. Cakupan kesehatan semesta yang menjadi bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) harus tersambung dengan kebutuhan peserta lansia.
Untuk mengakses pelayanan kesehatan, berbagai tantangan ditemui pada kelompok usia lansia. Itu antara lain terkait mobilitas, biaya pelayanan tidak langsung, seperti transportasi dan jarak ke fasilitas kesehatan; serta tantangan sosial ekonomi, seperti dukungan keluarga.
Selain itu, pengembangan sistem pelayanan primer yang terkoordinasi dan terintegrasi juga perlu untuk mencegah dan memperlambat penurunan kapasitas lansia. Setiap negara juga diminta untuk mengembangkan layanan jangka panjang yang terhubung dengan sistem kesehatan agar lansia memperoleh layanan secara lebih baik.
”Di Indonesia, rekomendasi tersebut telah diwujudkan melalui peningkatkan koordinasi dan kualitas layanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) melalui program mentoring spesialis dan telemedisin. Program rujuk balik dan program pengelolaan penyakit kronis juga diperkuat untuk mendekatkan lansia dengan layanan kesehatan,” tutur Gufron.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyampaikan, kondisi lansia masa kini merupakan bentuk investasi dari pola hidup yang dijalankan di usia muda. Investasi itu meliputi nutrisi harian yang dikonsumsi, aktivitas fisik dan olahraga, serta kondisi psikologis yang dijaga.
”Ketika sudah masuk usia lanjut pun harus dipastikan tetap sehat dan produktif. Dukungan keluarga amat dibutuhkan untuk memastikan kesehatan para lansia bisa terjaga. Pemeriksaan rutin tetap diperlukan karena lansia lebih rentan mengalami penyakit akibat dari penurunan imunitas,” ucapnya.
Vaksinasi pralansia
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rondonuwu dalam siaran pers mengatakan, pemerintah berupaya mempercepat pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia dengan target satu juga dosis per hari. Selain mendorong pelaksanaan vaksinasi pada petugas kesehatan, petugas layanan publik, dan lansia pemerintah akan memperluas sasaran penerima vaksin untuk kelompok umur pralansia antara 50 dan 60 tahun.
Kebijakan ini dijalankan karena kelompok pralansia merupakan kelompok rentan yang perlu dilindungi. Pemerintah juga telah membuka kesempatan vaksinasi dengan mekanisme dua banding satu, yakni vaksinasi untuk satu orang penduduk usia muda yang membawa dua lansia.
”Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Kesehatan, dan Komite Nasional Pengkajian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) juga terus memantau keamanan vaksinasi yang digunakan di Indonesia dan menindaklanjuti setiap KIPI yang terjadi,” kata Maxi.