Indonesia Waspadai Potensi Hujan Lebat Selama Sepekan Ke Depan
BMKG memprediksi intensitas hujan lebat seperti yang menyebabkan banjir saat ini di berbagai wilayah masih berpotensi terjadi dalam sepekan mendatang. Warga diminta meningkatkan kewaspadaan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tingginya curah hujan di sejumlah wilayah di Indonesia termasuk Jabodetabek selama dua hari terakhir masih berpotensi terjadi selama sepekan ke depan. Hal ini disebabkan peningkatan aktivitas seruakan udara dan kecepatan angin permukaan hingga menimbulkan tingkat labilitas serta kebasahan udara yang cukup tinggi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan, wilayah Jabodetabek diguyur hujan secara merata dengan intensitas lebat hingga sangat lebat pada 18-19 Februari. Curah hujan dengan intensitas lebat yakni lebih dari 50 milimeter per hari dan sangat lebat mencapai 100-150 milimeter per hari. Curah hujan ini sekaligus disertai dengan kondisi ekstrem yakni curah hujan dengan intensitas lebih dari 150 milimeter per hari.
“Data ini terkumpul dari pengamatan di Halim Perdanakusuma yaitu tercatat 160-176 milimeter per hari, di Sunter Hulu 197 milimeter per hari, di Lebak Bulus 154 milimeter per hari, dan Pasar Minggu 226 milimeter per hari. Hujan di wilayah Jabodetabek umumnya pada malam hingga pagi hari,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (20/2/2021).
Dalam sepekan ke depan, BMKG memprediksi masih terjadi potensi hujan dengan intensitas lebat bahkan disertai kilat petir dan angin kencang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. (Dwikorita Karnawati)
Dwikorita menjelaskan, curah hujan ekstrem pada 18-19 Februari terjadi karena meningkatnya aktivitas seruakan udara dari Asia yang cukup signifikan sehingga mengakibatkan peningkatan awan hujan di wilayah Indonesia bagian barat. Terdapat juga gangguan atmosfer di zona ekuator yang mengakibatkan perlambatan dan pertemuan angin dari arah utara dan melewati wilayah Jabodetabek.
“Pertemuan angin ini dari arah Asia utara dengan angin dari Samudera Hindia dan saling menghalangi. Saat membelok dan melambat di situlah terjadi peningkatan intensitas pembentukan awan-awan hujan yang akhirnya terkondensasi turun sebagai hujan dengan intensitas tinggi,” katanya.
Selain itu, hujan lebat juga terjadi karena peningkatan kecepatan angin permukaan mencapai 54 kilometer per jam di perairan timur dan selatan Vietnam serta Selat Malaka bagian utara. Adanya tingkat labilitas dan kebasahan udara di sebagian besar wilayah Jawa bagian barat yang cukup tinggi juga berpotensi meningkatkan awan hujan.
Menurut Dwikorita, saat ini seluruh wilayah di Indonesia termasuk Jabodetabek masih berada pada puncak periode musim hujan. Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat masih berpotensi terjadi selama puncak periode musim hujan ini yang diperkirakan akan berlangsung hingga awal Maret 2021.
“Dalam sepekan ke depan, BMKG memprediksi masih terjadi potensi hujan dengan intensitas lebat bahkan disertai kilat petir dan angin kencang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Namun, dalam satu provinsi hujan tidak selalu merata,” ucapnya.
Lebih rendah
Deputi Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, intensitas curah hujan di wilayah Jabodetabek selama dua hari terakhir masih lebih rendah dibandingkan curah hujan pada 1 Januari tahun lalu lalu yang menyebabkan banjir parah di sejumlah titik. Tercatat hujan ekstrem di Jakarta pada 1 Januari 2020 sebesar 377 mm per hari masih merupakan curah hujan tertinggi di kota ini sejak pengukuran pertama pada zaman kolonial 1866.
“Banjir di Jakarta bisa disebabkan karena tiga faktor yaitu hujan yang jatuh di sekitar wilayah Jabodetabek dan bermuara ke Jakarta. Kedua, banjir disebabkan curah hujan yang terjadi sendiri di wilayah Jakarta dan ketiga adanya gelombang pasang air laut di Jakarta Utara. Ketiga faktor inilah yang perlu menjadi perhatian,” ungkapnya.
Sementara untuk kondisi cuaca di wilayah perairan, Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo meminta masyarakat untuk mewaspadai wilayah yang terimbas oleh pusat tekanan rendah tersebut karena berpotensi mengalami gelombang tinggi.
Sejumlah daerah yang berpotensi mengalami gelombang tinggi 2,4-4 meter sepekan ke depan di antaranya dari perairan utara Sabang, perairan barat Pulau Nias hingga Mentawai, perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian barat dan selatan, serta Samudera Hindia selatan Jawa, hingga NTT. Adapun gelombang sangat tinggi lebih dari 4 meter juga berpotensi terjadi di Laut Natuna, utara perairan Kepulauan Natuna, Samudera Pasifik utara Halmahera, dan Papua Barat.