Pemasaran Susu Formula Dinilai Tidak Etis dan Melibatkan Tenaga Kesehatan
WHO dan Unicef melaporkan banyaknya praktik buruk pemasaran susu formula yang melanggar standar internasional sehingga menghambat pemberian air susu ibu eksklusif. Sebagian praktik ini juga melibatkan tenaga kesehatan.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) melaporkan banyaknya praktik buruk pemasaran susu formula yang melanggar standar internasional sehingga menghambat pemberian air susu ibu eksklusif. Praktik ini sering kali melibatkan tenaga kesehatan yang sebelumnya mendapat hadiah dan berbagai manfaat lain dari perusahaan.
Laporan yang didasarkan pada wawancara dengan orangtua, perempuan hamil, dan petugas kesehatan di delapan negara ini dirilis WHO dan Unicef pada Rabu (23/2/2022) siang waktu Geneva, Swiss. Laporan ini menyoroti bagaimana pemasaran susu formula memengaruhi keputusan seseorang tentang pemberian susu yang sebagian besar melanggar standar internasional terkait praktik pemberian makan bayi.
Dalam laporan ini, para peneliti mewawancarai 8.500 orangtua dan wanita hamil serta 300 petugas kesehatan di kota-kota di Bangladesh, China, Meksiko, Maroko, Nigeria, Afrika Selatan, Inggris, dan Vietnam. Hasilnya, paparan pemasaran susu formula mencapai 84 persen dari semua perempuan yang disurvei di Inggris Raya, 92 persen wanita yang disurvei di Vietnam, dan 97 persen wanita yang disurvei di China, yang meningkatkan kemungkinan mereka memilih susu formula.
Secara keseluruhan 51 persen yang disurvei di delapan negara telah menjadi sasaran pemasaran dari perusahaan susu formula, yang sebagian besar melanggar standar internasional tentang praktik pemberian makan bayi.
Laporan itu menemukan, teknik pemasaran industri mencakup penargetan daring yang menyalahi aturan dan invasif; menggunakan saluran bantuan yang disponsori; promosi dan hadiah gratis; dan praktik untuk memengaruhi pelatihan dan rekomendasi di antara petugas kesehatan.
Pesan yang diterima orangtua dan petugas kesehatan itu sering kali menyesatkan, tidak berdasarkan secara ilmiah dan melanggar Pedoman Internasional Pemasaran Pengganti ASI yang disahkan oleh Majelis Kesehatan Dunia pada 1981 untuk melindungi ibu dari tindakan agresif praktik pemasaran oleh industri makanan bayi.
”Laporan ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa pemasaran susu formula tidak dapat diterima, menyesatkan, dan agresif,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. Karena itu, peraturan tentang pemasaran eksploitatif harus segera diadopsi dan ditegakkan untuk melindungi kesehatan anak-anak.
Laporan ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa pemasaran susu formula tidak dapat diterima, menyesatkan, dan agresif.
Direktur Eksekutif Unicef Catherine Russell mengatakan, ”Pesan yang salah dan menyesatkan tentang pemberian susu formula adalah penghalang besar untuk menyusui, yang kami tahu terbaik untuk bayi dan ibu.”
Dengan temuan ini, Russell mengatakan, perlu adanya kebijakan, undang-undang, dan dorongan yang kuat untuk melindungi praktik menyusui. Selain itu, perlu memastikan bahwa perempuan dilindungi dari praktik pemasaran yang tidak etis.
Peran tenaga kesehatan
Dalam laporan ini, salah satu yang disoroti adalah sejumlah besar petugas kesehatan telah didekati industri susu dan makanan bayi untuk memengaruhi rekomendasi mereka kepada ibu baru melahirkan. Hal ini dilakukan melalui pemberian hadiah promosi, sampel gratis, pendanaan untuk penelitian, pertemuan berbayar, acara dan konferensi, dan bahkan komisi dari penjualan, yang secara langsung berdampak pada pilihan makanan orangtua.
Lebih dari sepertiga perempuan yang disurvei mengatakan, setidaknya seorang petugas kesehatan telah merekomendasikan merek susu formula tertentu kepada mereka.
Untuk mengatasi tantangan ini, WHO dan Unicef menyerukan kepada pemerintah, petugas kesehatan, dan industri makanan bayi untuk mengakhiri pemasaran susu formula yang eksploitatif dan sepenuhnya menerapkan serta mematuhi persyaratan. Itu termasuk mengesahkan, memantau, dan menegakkan hukum untuk mencegah promosi susu formula, sesuai Kode Internasional, termasuk melarang klaim nutrisi dan kesehatan yang dibuat oleh industri susu formula.
Laporan ini juga menemukan, di semua negara yang disurvei, para ibu menyatakan keinginan kuat untuk menyusui secara eksklusif, mulai dari 49 persen wanita di Maroko hingga 98 persen di Bangladesh. Namun, laporan tersebut merinci bagaimana aliran berkelanjutan dari pesan pemasaran yang menyesatkan memperkuat mitos tentang menyusui dan air susu ibu (ASI), serta merusak kepercayaan wanita pada kemampuan mereka untuk menyusui.
Mitos-mitos tersebut meliputi, antara lain, perlunya susu formula pada hari-hari pertama setelah kelahiran, ASI yang tidak mencukupi untuk nutrisi bayi, bahwa bahan formula bayi tertentu terbukti meningkatkan perkembangan atau kekebalan anak, persepsi bahwa susu formula membuat bayi kenyang lebih lama, dan bahwa kualitas ASI menurun seiring waktu.
Padahal, sebagaimana dijabarkan dalam laporan WHO dan Unicef ini, menyusui dalam satu jam pertama kelahiran, diikuti dengan menyusui eksklusif selama enam bulan dan terus menyusui hingga dua tahun atau lebih, menawarkan garis pertahanan yang kuat terhadap semua bentuk kekurangan gizi anak, termasuk kurus dan obesitas.
Selain itu, praktik menyusui bertindak sebagai vaksin pertama bayi, melindungi mereka dari banyak penyakit umum pada masa kanak-kanak. Praktik menyusui bayi juga mengurangi risiko diabetes, obesitas, dan beberapa bentuk kanker pada wanita di masa depan.
Namun, secara global, hanya 44 persen bayi berusia kurang dari enam bulan yang disusui secara eksklusif. Tingkat pemberian ASI secara global telah meningkat sangat sedikit dalam dua dekade terakhir, sementara penjualan susu formula meningkat lebih dari dua kali lipat dalam waktu yang hampir bersamaan.