Bunuh Diri Keluarga, Cerminan Ketahanan Keluarga yang Rapuh
Fungsi keluarga perlu diperkuat agar ketahanan keluarga bisa terbentuk, termasuk ketahanan jiwa dari setiap anggotanya.
Tulisan berikut tidak dimaksudkan untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa. Jika Anda merasa depresi dan mulai berpikir untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda kepada tenaga profesional, seperti psikolog atau psikiater. Meminta pertolongan mereka bukan berarti Anda lemah.
Kejadian bunuh diri satu keluarga yang terjadi di apartemen Teluk Intan Tower di Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Sabtu (9/3/2024), patut menjadi keprihatinan bersama. Kejadian tersebut semakin menunjukkan akan pentingnya ketahanan dalam keluarga.
Keluarga merupakan unit terkecil di masyarakat yang memiliki fungsi penting dalam setiap pengembangan tiap individu di dalamnya. Fungsi keluarga amat krusial. Setidaknya ada delapan fungsi dalam keluarga, mulai dari fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, serta pembinaan lingkungan. Apabila fungsi tersebut bisa berjalan dengan baik, ketahanan sebuah keluarga diharapkan bisa terbentuk dengan baik pula.
Sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai kondisi suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mampu secara fisik-material, psikis, mental, dan spiritual. Dengan kemampuan itu, keluarga dapat hidup mandiri serta mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin.
Baca juga: Indonesia Darurat Kesehatan Jiwa, Perkuat Resiliensi
Dengan adanya ketahanan keluarga, kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah yang dihadapi keluarga pun akan lebih baik sehingga keluarga pun bisa sejahtera. Akan tetapi, ketahanan keluarga tersebut justru menjadi persoalan yang dihadapi saat ini.
Kriminolog yang juga Ketua Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia Arthur Josias Simon Runturambi dihubungi di Jakarta, Rabu (13/3/2024), mengatakan, nilai-nilai keluarga yang mulai terkikis membuat ketahanan keluarga semakin melemah. Hal ini pula yang membuat risiko bunuh diri di keluarga menjadi meningkat.
”Nilai dan fungsi keluarga itu perlu digaungkan kembali dan diperkuat kembali. Nilai keluarga yang mulai terkikis ini membuat keluarga semakin rentan, termasuk untuk menimbulkan tindakan bunuh diri. Beban kehidupan yang semakin berat seharusnya diimbangi dengan ketahanan keluarga yang semakin kuat,” ujarnya.
Menurut dia, ketahanan keluarga jangan sekadar dipandang secara kuantitatif. Setiap lembaga dan pemangku kepentingan harus memiliki keseriusan untuk memperkuat ketahanan di setiap keluarga. Fungsi keluarga yang selama ini kurang berjalan dengan baik perlu dibangkitkan kembali.
Keputusan dalam satu keluarga umumnya ditentukan oleh orangtua.
Terkait kejadian bunuh diri yang dilakukan oleh satu keluarga, Josias mengatakan, kondisi tersebut merupakan tanggung jawab orangtua. Pada kasus tersebut, anak perlu dipandang sebagai korban. Sebab, keputusan dalam satu keluarga umumnya ditentukan oleh orangtua.
Baca juga: Sebanyak 869,10 Persen Kasus Bunuh Diri di Indonesia Tidak Terlaporkan
”Yang harus menjadi perhatian jika ada kesepakatan dalam satu keluarga bahwa ada penderitaan harus diakhiri bersama. Pemahaman itu semakin berkembang di era media sosial ini. Pengaruh media sosial sangat besar, sedangkan pengaruh kelembagaan di masyarakat yang menguatkan nilai-nilai sosial budaya malah berkurang,” katanya.
Dokter spesialis jiwa Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Jiwa dr H Marzoeki Mahdi Bogor, Lahargo Kembaren, menuturkan, masyarakat serta keluarga besar juga punya peran yang penting dalam menjaga ketahanan jiwa setiap anggota keluarganya. Namun, kepedulian di masyarakat justru menurun.
”Kepedulian di masyarakat, tetangga, serta keluarga tidak lagi kuat. Perubahan perilaku ini sudah terjadi. Karena itu, kita kini harus kembali menguatkan kepedulian itu dengan lebih proaktif dan peka terhadap situasi orang terdekat kita,” ucapnya.
Pencegahan
Lahargo menyampaikan, peristiwa bunuh diri merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan. Seseorang yang bunuh diri sebenarnya bukan ingin mengakhiri hidup, tetapi ingin mengakhiri kepedihan atau penderitaan hidup yang dialami. Akan tetapi, mereka tidak memiliki cara lain untuk mengakhiri penderitaan tersebut.
Oleh sebab itu, upaya percobaan bunuh diri seharusnya bisa dicegah apabila ada pendampingan yang kuat dari lingkungan. Upaya peningkatan kesadaran dan advokasi mengenai kesehatan jiwa serta pencegahan bunuh diri harus lebih masif dilakukan. Setiap orang diharapkan bisa memiliki ketahanan jiwa yang baik.
Upaya pencegahan juga bisa dilakukan melalui intervensi efektif. Itu, antara lain, melalui pembatasan akses benda-benda yang berisiko untuk percobaan bunuh diri, pembatasan informasi di media yang memicu perilaku bunuh diri, serta pendampingan intensif pada kelompok berisiko.
”Kita juga perlu memberikan perhatian kepada seseorang yang memiliki faktor risiko terkait dengan bunuh diri. Kesehatan jiwa yang terganggu bisa memicu terjadinya tindakan bunuh diri. Selain itu, masalah finansial, adanya penyakit kronis, serta kesepian juga bisa berhubungan pada munculnya percobaan bunuh diri,” ujar Lahargo.
Benny Prawira Siauw, pegiat kesehatan jiwa yang juga Kepala Koordinator Into The Light menyampaikan, solusi muktisektoral merupakan hak yang mutlak untuk memperkuat kesejahteraan dan kesehatan jiwa masyarakat di Indonesia. Hal itu memerlukan sistem kesehatan mental yang mudah terjangkau secara ekonomi. Selain itu, sosialisasi mengenai pemanfaatan program jaminan kesehatan nasional perlu lebih masif dilakukan.
“Akses ke layanan seperti terapi keluarga dan individu perlu diperluas dan dirancang sedemikian rupa agar relevan secara budaya dan mudah diterima masyarakat. Dengan begitu, bisa memperluas segala hal yang dibutuhkan saat satu keluarga mengalami guncangan mental,” tuturnya.
Baca juga: Menyelisik Problematika Kasus Bunuh Diri
Ia menambahkan, selain sistem dan layanan kesehatan jiwa, langkah pencegahan bunuh diri juga dapat didukung oleh pengelola gedung tinggi. Sudah beberapa kali kasus bunuh diri ditemukan dengan cara melompat dari ketinggian. Karena itu, pengelola gedung tinggi sangat disarankan untuk menyediakan pagar dan jaring pengaman, serta melatih tim petugas keamanan untuk mendeteksi tanda adanya orang yang akan mengakhiri hidup dan menangani krisis saat ada percobaan bunuh diri.
Benny mengungkapkan, keluarga kini hidup dalam kondisi sosial masyarakat yang penuh dengan tantangan. Ketahanan keluarga perlu dibangun dari dalam dan luar lingkup keluarga itu sendiri. Dari dalam, ketahanan keluarga bisa dibangun dengan memperbaiki relasi dan komunikasi antaranggotanya serta saling belajar untuk mampu meregulasi emosi.
Sementara dari luar, ketahanan keluarga bisa dibangun dengan adanya kondisi dan norma masyarakat yang mendukung kesehatan jiwa. Itu bisa dilakukan dengan mendukung kesetaraan jender, nondiskriminasi, tidak menstigma adanya gangguan jiwa, mewujudkan keadilan sosial, serta mengurangi kesenjangan ekonomi dan tekanan finansial.
“Ada peranan signifikan dari masyarakat yang membuat keluarga jadi lebih rentan. Tekanan dan ketimpangan ekonomi misalnya, berpotensi untuk menyebabkan adanya guncangan hebat dalam keluarga sehingga sulit untuk melihat masa depan yang lebih baik bagi seluruh keluarga,” katanya.
Baca juga: Ketahanan Keluarga Diuji Saat Pandemi
Upaya untuk mencegah bunuh diri membutuhkan kolaborasi multisektor. Banyak aspek yang bisa diperkuat untuk mencegah bunuh diri di masyarakat, mulai dari aspek pendidikan, spiritual, keagamaan, keluarga, dan kelembagaan di masyarakat. Pendanaan yang mencukupi untuk mengatasi persoalan bunuh diri juga harus disiapkan secara khusus di masyarakat.
Diharapkan dengan adanya perhatian yang kuat terkait persoalan ini, masalah bunuh diri bisa ditanggulangi dengan baik Diharapkan pula setiap individu bisa memiliki ketahanan akan dirinya sekaligus ketahanan bagi setiap anggota keluarganya.
Artikel ini telah dilengkapi dan diperbarui pada 15 Maret 2024 pukul 07.38.