Kompetensi Digital Guru untuk Tingkatkan Mutu Pembelajaran
Teknologi digital dapat meningkatkan kemajuan pendidikan. Namun, kompetensi digital para guru butuh peningkatan.
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan teknologi digital dalam pembelajaran mendukung para guru menyiapkan para siswa menjadi kreator, tak sekadar sebagai pengguna teknologi. Karena itu, para guru Indonesia diberi kesempatan meningkatkan kompetensi digital dengan sistem kredensial mikro.
"Peningkatan kemampuan guru di bidang digital, khususnya informatika, menjadi perhatian. Apalagi, Informatika merupakan salah satu mata pelajaran dalam Kurikulum Merdeka," kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nunuk Suryani, Senin (11/3/2024), di Jakarta.
Baca juga: Mengatasi Hambatan Belajar dengan Teknologi Digital
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) menyelenggarakan kembali Program Microcredential CS50x Indonesia-Harvard University. Program tersebut diikuti oleh 273 guru jenjang sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Program ini dimulai dengan program percontohan tahun lalu yang diikuti sebanyak 150 guru.
Selanjutnya, program ini dilaksanakan dengan format kegiatan secara daring dan luring mulai Oktober 2023-Maret 2024. Para guru diajarkan langsung oleh para teacher fellow dari Harvard University mengenai ilmu komputer dan seni pemrograman.
Sasaran program ini terbuka untuk semua guru dan tidak terbatas pada yang mengajar di bidang komputer dan informatika. ”Mata pelajaran Informatika akan dapat menyumbangkan kemampuan berpikir komputasional yang dilandasi oleh logika,” kata Nunuk.
Karena itu, mata pelajaran ini menjadi salah satu mata pelajaran yang berkontribusi pada terwujudnya Profil Pelajar Pancasila, khususnya dalam hal menumbuhkan daya nalar kritis dan kreatif siswa, serta bergotong royong dalam kebinekaan global di dunia nyata ataupun dunia maya.
Program CS50x berlangsung 22 minggu secara daring. Kemudian peserta terpilih mengikuti rangkaian program luring lima hari di Jakarta Intercultural School pekan lalu yang dipandu secara langsung oleh praktisi sains komputer dari Harvard University, Profesor David Malan.
Dalam diskusi bertajuk ”Digital Skill bagi Guru” pekan lalu, David memaparkan, salah satu prinsip dasar yang didapatkan para guru melalui program ini adalah berpikir komputasi (computational thinking) sebagai landasan berpikir dalam bidang informatika.
Selanjutnya, prinsip lain yang ditanamkan adalah pelajaran Informatika bukan sekadar soal penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai alat, melainkan sebagai sarana menjadikan peserta didik sebagai warga digital (digital citizen).
Lebih lanjut, para guru peserta juga mendapat pemahaman bahwa Informatika adalah ilmu yang fleksibel dengan bidang keilmuan lain. Pada hakikatnya, perangkat informatika memudahkan untuk menuntaskan pekerjaan di berbagai bidang kehidupan serta membantu menyelesaikan permasalahan di era modern.
”Prinsip yang tak kalah krusial di zaman ini adalah pembelajaran Informatika mestinya dapat melahirkan generasi kreator sehingga peserta didik tidak hanya menjadi pengguna teknologi,” kata David.
Dengan prinsip-prinsip tersebut, program CS50x Indonesia-Harvard University sejalan dengan semangat Merdeka Belajar yang mengedepankan peningkatan kompetensi guru.
Pembelajaran Informatika dapat melahirkan generasi kreator sehingga peserta didik tidak hanya menjadi pengguna teknologi.
Program tersebut berkontribusi dalam meningkatkan pemahaman para pendidik untuk menerapkan prinsip komputer sains dalam proses pembelajaran. Setelah guru kembali mengajar di sekolah masing-masing, peserta didik diharapkan dapat berpikir secara algoritmik dan memecahkan masalah secara efisien.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menekankan, pelaksanaan program CS50x merupakan wujud komitmen gerakan Merdeka Belajar dalam meningkatkan kompetensi guru.
Adapun program ini menjadi langkah nyata untuk meningkatkan kompetensi guru-guru di Indonesia. ”Dengan mengikuti program ini diharapkan para guru akan mendapatkan ilmu yang relevan dengan perkembangan zaman sebagai bekal untuk meningkatkan mutu pembelajaran,” kata Nadiem.
Memberi harapan
Secara terpisah, pada tahun lalu, Vice President and General Manager Google for Education Shantanu Sinha menjelaskan, transformasi pendidikan Indonesia dengan memanfaatkan teknologi digital memberi harapan untuk menjawab pendidikan di masa depan.
Laporan Google bertajuk ”Masa Depan Pendidikan Indonesia: Lima Tema” menyebut, Indonesia punya pekerjaan rumah membenahi lingkungan belajar, memacu literasi digital guru, mengurangi beban administrasi, pengalaman belajar kontekstual, serta pembelajaran mandiri berpusat pada siswa.
Ada tiga tren yang menentukan masa depan pendidikan, yakni memersonalisasi proses belajar, meningkatkan kualitas pengajar, dan beralih ke pola pikir pembelajaran seumur hidup.
”Para guru sudah memahami perlunya personalisasi belajar karena tiap orang unik, mulai dari motivasi, cara belajar, hingga kecepatan belajar. Namun, untuk melakukannya tidak mudah dan butuh waktu karena jumlah siswa yang banyak serta butuh usaha lebih banyak,” kata Shantanu.
Baca juga: Saat Guru Memburu ”Centang Hijau”
Secara terpisah dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Nadiem menegaskan, digitalisasi pendidikan, termasuk program prioritas, selain sekolah dan guru penggerak, juga penerapan Kurikulum Merdeka, program literasi, akreditasi dan asesmen, kebahasaan, serta pemajuan kebudayaan.
Dalam hal digitalisasi pendidikan, terdapat 79.259 sekolah formal yang telah menerima bantuan TIK tahun 2020-2023. Sebanyak lebih dari 1,3 juta perangkat TIK diberikan guna mendukung program digitalisasi sekolah, serta ada empat platform digital: Platform Merdeka Mengajar, Platform Kampus Merdeka, Platform Sumber Daya Sekolah, serta Platform Profil Rapor Pendidikan dan Manajemen Data serta Infrastruktur.
Untuk Platform Merdeka Mengajar, disebutkan lebih dari 3,5 juta orang mengunjungi aplikasi itu pada tahun 2023. Sebanyak 225.400 sekolah yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka menggunakan Platform Merdeka Mengajar dengan baik.
Lebih dari 2,2 juta pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka telah mengakses Platform Merdeka Mengajar, serta lebih dari 267.000 PTK mengunggah lebih 774.000 bukti karya.
Terkait pemanfataan Aplikasi Arkas, sebanyak 392.709 satuan pendidikan (91,28 persen) aktif memakai aplikasi pelaporan keuangan sekolah, 100 persen dinas aktif menggunakan Markas (Dinas Pendidikan), serta sebesar Rp 53,63 triliun potensi anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2023.
Ada juga ekosistem aplikasi Siplah yang di dalamnya terdapat 18 mitra pasar daring. Sebanyak 273.647 satuan pendidikan memanfaatkan ekosistem Siplah dengan nilai belanja kebutuhan sekolah Rp 13,8 triliun.
Sementara untuk aplikasi TanyaBOS, ada 17.494 pengunjung yang aktif dan berpartisipasi di forum TanyaBOS yang melayangkan sekitar 3.600 pertanyaan.