Mengonsumsi Minuman Berenergi Meningkatkan Gangguan Tidur
Mengonsumsi minuman berenergi meningkatkan risiko gangguan tidur dan insomnia. Waktu tidur pun menjadi lebih sedikit.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mengonsumsi minuman berenergi menjadi kebiasaan anak muda, termasuk mahasiswa, di sejumlah negara. Namun, kebiasaan ini berpotensi memicu masalah kesehatan. Penelitian terbaru menyebutkan, meminum minuman berenergi meningkatkan risiko gangguan tidur.
Laporan penelitian ini ditulis oleh Gareth Iacobucci dan telah diterbitkan di The British Medical Journal (BMJ), Januari 2024. Studi tersebut menemukan, mengonsumsi minuman berenergi dikaitkan dengan kualitas tidur yang buruk dan insomnia di kalangan mahasiswa.
”Semakin sering mengonsumsi minuman berenergi, semakin sedikit jam tidur yang dimiliki. Bahkan, hanya meminumnya 1-3 kali dalam sebulan dapat meningkatkan risiko gangguan tidur,” tulis peneliti, dilansir dari Eurekalert.org, Selasa (23/1/2024).
Minuman berenergi umumnya memiliki kandungan kafein rata-rata 150 miligram per liter. Minuman dengan berbagai rasa ini juga mengandung gula, vitamin, mineral, dan asam amino dalam jumlah yang bervariasi.
Minuman ini sering dipasarkan untuk meningkatkan kebugaran fisik. Beberapa merek bahkan sangat populer di kalangan mahasiswa. Mereka pun mengonsumsinya secara rutin.
Untuk meneliti dampaknya lebih jauh, para peneliti melibatkan 53.266 peserta studi kesehatan pelajar berusia 18-35 tahun di sejumlah perguruan tinggi di Norwegia. Mereka ditanya seberapa sering mengonsumsi minuman berenergi dengan pilihan jawaban harian, mingguan (2-3 kali), bulanan (1-3 kali), dan jarang atau tidak pernah.
Mereka juga ditanyai tentang pola tidur, seperti kapan mereka tidur dan bangun, berapa lama mereka tertidur, serta seberapa sering terjaga setelah tidur. Efisiensi tidur kemudian dihitung dari total jam tidur malam dengan waktu yang dihabiskan di tempat tidur.
Insomnia lebih sering terjadi pada perempuan dan laki-laki yang mengonsumsi minuman berenergi secara harian. Secara keseluruhan, konsumsi lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah tidur dengan kaitan paling kuat, yakni durasi tidur pendek.
Hasilnya, pelajar laki-laki dan perempuan yang mengonsumsi minuman berenergi setiap hari mempunyai waktu tidur setengah jam lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsinya sesekali atau tidak sama sekali. Waktu yang dibutuhkan untuk tertidur juga lebih lama.
”Peningkatan konsumsi (minuman berenergi) dikaitkan dengan peningkatan waktu bangun di malam hari dan waktu yang dibutuhkan untuk tertidur. Artinya, efisiensi tidur lebih buruk,” ujar Iacobucci.
Durasi tidur
Insomnia juga lebih sering terjadi pada perempuan dan laki-laki yang mengonsumsi minuman berenergi secara harian. Secara keseluruhan, konsumsi lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah tidur di semua aspek dengan hubungan paling kuat, yakni durasi tidur yang pendek.
Insomnia didefinisikan sebagai mengalami kesulitan untuk tidur dan bangun lebih awal selama tiga malam dalam seminggu. Selain itu, penderita juga mengalami kantuk di siang hari dan kelelahan minimal tiga hari dalam seminggu.
Penelitian lainnya yang diterbitkan di American Journal of Preventive Medicine menyebutkan, konsumsi minuman berenergi di kalangan remaja dan orang dewasa meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Meskipun minuman ini dipasarkan untuk mengurangi kelelahan dan meningkatkan kinerja fisik, tidak jarang memicu masalah kesehatan.
”Meningkatnya penggunaan minuman energi, terutama di kalangan dewasa muda, menimbulkan kekhawatiran serta memerlukan studi dan 0pengawasan lanjutan,” ujar Sara N Bleich, penulis senior laporan penelitian itu.