logo Kompas.id
HumanioraSemringah Petani Gunung Anten ...
Iklan

Semringah Petani Gunung Anten dengan Sertifikat Tanah

Masyarakat Gunung Anten telah mendapat sertifikat tanah komunal sebagai bentuk realisasi program reforma agraria.

Oleh
PRADIPTA PANDU
· 4 menit baca
Sawari (tengah) dan petani lainnya dari Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (7/1/2024),  menunjukkan sertifikat tanah skema hak kepemilikan bersama atau komunal. Sertifikat ini diberikan pemerintah kepada masyarakat Gunung Anten pada Oktober 2023 terkait program reforma agraria.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU

Sawari (tengah) dan petani lainnya dari Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (7/1/2024), menunjukkan sertifikat tanah skema hak kepemilikan bersama atau komunal. Sertifikat ini diberikan pemerintah kepada masyarakat Gunung Anten pada Oktober 2023 terkait program reforma agraria.

Senyum semringah tampak dari raut wajah Sawari (57), warga Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, saat menunjukkan salinan sertifikat tanah skema hak kepemilikan bersama (komunal), Minggu (7/1/2024). Ia tidak menyangka, perjuangan para petani selama ini untuk menuntut redistribusi tanah dapat berbuah manis.

Memperoleh sertifikat tanah merupakan mimpi yang menjadi kenyataan bagi Sawari dan petani lainnya di Desa Gunung Anten. Selama puluhan tahun, mereka mengelola tanah telantar tanpa ada kepastian hukum di lokasi eks hak guna usaha (HGU) PT Bantam dan Preanger Rubber yang tidak diperpanjang kembali sejak tahun 2002.

Sawari menceritakan, awalnya pemerintah desa menyebut tanah telantar tersebut bukan milik perusahaan. Oleh karena itu, tanah tersebut kemudian diberdayakan oleh masyarakat dengan tanaman multikultur atau beragam, mulai dari padi huma, cabai, durian, kelapa, pisang, petai, rambutan, cempedak, alpukat, nangka, manggis, hingga duku.

Selain itu, masyarakat juga menanam tanaman keras seperti akasia dan sengon. Pengelolaan ini tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat setempat, tetapi juga membuat tanah telantar tersebut lebih subur dan produktif.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, pihak perusahaan kembali mengklaim tanah telantar yang tidak diperpanjang tersebut. Ketidakpastian hukum membuat masyarakat yang telah mengelola tanah itu kerap diusir, diintimidasi, dan berkonflik dengan perusahaan. Bahkan, pada tahun 2011, empat warga Gunung Anten dikriminalisasi dengan tuduhan masuk ke kawasan tanpa izin dan perusakan lahan pribadi.

Sertifikat tanah skema hak kepemilikan bersama atau komunal milik petani dari Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (7/1/2024),
KOMPAS/PRADIPTA PANDU

Sertifikat tanah skema hak kepemilikan bersama atau komunal milik petani dari Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (7/1/2024),

Sebagai petani kecil, berbagai konflik yang berujung kriminalisasi tersebut sempat membuat nyali Sawari ciut. Namun, semangatnya untuk menuntut reforma agraria sejati kembali membara ketika banyak petani dan masyarakat lain terlibat. Mereka memperjuangkan tanah garapannya selama ini.

”Masyarakat mulai menggarap tanah telantar ini sejak tahun 1990-an hingga saya diusir oleh pihak perkebunan tahun 2004. Semua tanaman saya yang sudah berbuah, seperti durian, kopi, dan kelapa, ditebang. Kemudian pada 2010 dibentuk kelompok tani dan saya berjuang kembali sampai akhirnya bisa menerima tanah redistribusi,” ujar Sawari.

Baca juga : Sektor Agraria dan Kehutanan Perlu Fokus Ditangani Satu Lembaga

Perjuangan masyarakat dan petani Gunung Anten hingga memperoleh sertifikat tanah ini tidak terlepas dari peran kelompok Pergerakan Petani Banten (P2B) sebagai salah satu simpul jaringan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di daerah. Sejak 2010, P2B konsisten menjadi wadah bagi masyarakat dan petani dalam menuntut terwujudnya reforma agraria sejati melalui sejumlah aksi hingga audiensi.

Masyarakat yang tergabung dalam P2B tak pernah lelah berjuang untuk menyuarakan aspirasinya di tingkat kabupaten dan provinsi setiap tahun. Kemudian audiensi juga sempat dilakukan di tingkat nasional dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama KPA. Sementara pendekatan dan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Lebak dilakukan hampir setiap bulan.

Iklan

Aksi tidak hanya dilakukan oleh para laki-laki, tetapi juga kaum perempuan petani. Seluruh lapisan ini dikerahkan guna mempererat soliditas dan solidaritas masyarakat sehingga dapat memperkuat desakan kepada berbagai pihak, khususnya pemangku kebijakan.

Salah seorang petani dari Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (7/1/2024), menunjukkan lahan yang akan dikembangkan untuk agrowisata. Sejumlah petani di Desa Gunung Anten telah mendapat redistribusi tanah sebagai realisasi program reforma agraria pada Oktober 2023.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU

Salah seorang petani dari Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (7/1/2024), menunjukkan lahan yang akan dikembangkan untuk agrowisata. Sejumlah petani di Desa Gunung Anten telah mendapat redistribusi tanah sebagai realisasi program reforma agraria pada Oktober 2023.

Setelah mendapat sertifikat, Sawari dan petani lainnya mengaku lebih tenang dalam mengelola tanah dan menjalankan aktivitas agraria lainnya. Masyarakat juga siap menempuh jalur hukum apabila nantinya terdapat perlawanan kembali dari pihak perusahaan.

Sertifikat komunal

Sertifikat tanah komunal yang diterima masyarakat Gunung Anten dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN pada akhir Oktober 2023 sebagai percepatan program reforma agraria. Saat itu, Menteri ATR atau Kepala BPN Hadi Tjahjanto menyerahkan langsung 12 sertifikat tanah komunal seluas 127 hektar kepada 195 petani yang tergabung dalam P2B di lima desa dan dua kecamatan di Kabupaten Lebak.

Selain itu, dari total redistribusi tanah dalam kepemilikan bersama tersebut, sebanyak 33 persen atau 65 bidang tanah merupakan hak milik atas nama perempuan petani. Sementara pemilikan tanah oleh petani muda yang berusia 35 tahun ke bawah mencapai 25 persen.

Ketua P2B Abay Haetami mengatakan, kepemilikan hak atas tanah secara komunal menjadi pilihan serikat untuk memastikan penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah di tangan petani dapat terjaga dan berkelanjutan. Dengan skema komunal, masyarakat juga tidak bisa menjual sertifikat tanahnya secara sepihak tanpa persetujuan dari pemilik tanah lainnya.

”Kami membuat aturan atau kesepakatan secara internal, bila ada anggota yang menggarap lahan hanya 2.000 meter persegi akan ditambah luasnya. Sementara anggota dengan garapan lahan yang sangat besar juga akan dikurangi luasnya dan diberikan kepada anggota yang memiliki lahan kecil. Dengan begini, ada keadilan bagi para petani,” ucapnya.

Ketua Kelompok Pergerakan Petani Banten (P2B) Abay Haetami menunjukkan peta wilayah milik petani Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (7/1/2024),
KOMPAS/PRADIPTA PANDU

Ketua Kelompok Pergerakan Petani Banten (P2B) Abay Haetami menunjukkan peta wilayah milik petani Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (7/1/2024),

Perjuangan masyarakat Gunung Anten tidak berhenti setelah mendapat sertifikat tanah. Ke depan, masyarakat memiliki pekerjaan rumah untuk membuat lahannya lebih produktif.

Salah satu rencana pengelolaan yang akan dilakukan masyarakat dan P2B ke depan adalah mengembangkan agrowisata seluas 25-27 hektar. Kegiatan ini dicanangkan karena wilayah Gunung Anten kaya akan sumber pangan lokal sehingga bisa memberikan edukasi kepada masyarakat di dalam ataupun di luar Lebak terkait proses pertanian dan pengelolaan lahan.

Baca juga : Reforma Agraria Belum Berpihak kepada Petani

”Nantinya kami akan menjajaki kerja sama dengan berbagai pihak seperti dinas pendidikan agar siswa sekolah bisa berwisata sambil belajar pertanian. Jadi, anak-anak sekolah sekarang bisa mengetahui berbagai jenis tanaman atau bagaimana proses menanam padi,” kata Abay.

Seluruh upaya tersebut juga dilakukan dengan tujuan memberdayakan masyarakat lokal bisa meningkatkan taraf hidup mereka. Pada akhirnya, program redistribusi tanah dan reforma agraria bisa menjadi bukti dalam upaya mewujudkan kesejahteraan di perdesaan.

Editor:
MUKHAMAD KURNIAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000