Orangtua Berperan Penting Cegah dan Deteksi Dini Pneumonia Anak
Orangtua berperan penting dalam pencegahan dan deteksi pneumonia anak. Pneumonia jadi penyebab tertinggi kematian anak.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pneumonia masih menjadi penyebab utama kematian pada anak dan balita. Upaya pencegahan dan deteksi dini menjadi sangat penting agar anak bisa tercegah dari risiko penularan penyakit tersebut. Orangtua pun diharapkan bisa lebih aktif dalam upaya tersebut.
Anggota Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Nastiti Kaswandani, dalam konferensi pers bertajuk ”Pneumonia pada Anak” di Jakarta, Kamis (11/1/2024), mengatakan, orangtua punya pengaruh yang besar untuk mencegah penularan pneumonia pada anak.
Selain itu, orangtua berperan untuk mendeteksi adanya pneumonia pada anak. Deteksi yang cepat diperlukan agar penanganan bisa segera diberikan. ”Orangtua perlu lebih sadar kapan anaknya dalam kondisi harus dibawa ke rumah sakit. Gejala awal pneumonia seperti demam dan batuk biasa,” ujarnya.
”Namun, jika demam yang terjadi sudah tinggi disertai napas yang lebih cepat seperti ngos-ngosan ataupun dinding pada dada bagian bawah terlihat lebih cekung, anak harus segera dibawa ke rumah sakit,” tuturnya.
Selain deteksi dini, orangtua perlu memastikan anak terhindar dari faktor risiko pneumonia. Faktor risiko itu meliputi kondisi gizi buruk, defisiensi vitamin A, lingkungan tempat tinggal padat, cuaca dingin, pajanan polusi udara yang bisa diakibatkan asap rokok, asap bakaran biomassa, serta polusi udara lingkungan.
Pajanan dari aroma terapi yang menyengat dan mengandung bahan kimia juga patut diwaspadai sebagai faktor risiko dari gangguan sistem pernapasan anak.
Nastiti menambahkan, pencegahan yang tidak kalah penting untuk dilakukan yakni memastikan anak terlindungi dengan imunisasi. Pneumonia dapat dicegah dengan imunisasi. Pastikan pula anak mendapatkan gizi yang cukup serta mendapatkan ASI eksklusif.
”Lindungi dan cegah pneumonia pada anak dengan memberikan ASI eksklusif, nutrisi seimbang, dan vitamin A. Imunisasi terkait pneumonia yang bisa diberikan seperti imunisasi pneumokokus (PCV), HiB, dan influenza. Imunisasi terbukti berperan menurunkan risiko kematian dan kesakitan akibat pneumonia,” tuturnya.
Penyebab kematian
Nastiti menyampaikan, penularan pneumonia harus diwaspadai karena pneumonia masih jadi penyebab kematian tertinggi pada anak dan balita. Pada 2018, angka kematian pneumonia pada anak balita di dunia mencapai 800.000 anak. Sebagian besar kematian terjadi pada anak usia di bawah dua tahun.
Angka kematian pneumonia di Indonesia juga sangat tinggi. Bahkan, Indonesia menjadi negara dengan kasus kematian akibat pneumonia tertinggi keenam di dunia dengan jumlah kematian mencapai 19.000 anak balita pada 2018.
Gejala awal pneumonia seperti demam dan batuk biasa. Namun, jika demam yang terjadi sudah tinggi disertai napas lebih cepat, anak harus segera dibawa ke rumah sakit.
Pneumonia merupakan infeksi paru yang bisa disebabkan oleh bakteri, jamur, ataupun virus. Penularannya bisa menyebar melalui kontak langsung dari cairan pernapasan, seperti droplet, air liur, ataupun lendir.
Dari berbagai penyebab infeksi pneumonia, imunisasi bisa melindungi anak dari penularan akibat infeksi bakteri Haemophilus influenzae tipe B dengan imunisasi HiB dan penularan akibat bakteri Streptococcus pneumoniae yang bisa dicegah dengan vaksin PCV.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, kasus pneumonia yang masih tinggi harus terus diwaspadai. Masyarakat harus semakin berupaya untuk mencegah penularan, terutama penularan pada anak.
“Jadi upaya pencegahan itu antara lain bisa dilakukan dengan memperbaiki nutrisi anak, mulai dari pemberian ASI (air susu ibu) secara eksklusif, hindari pajanan rokok, dan tidak lupa untuk imunisasi. Kita harap angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia pada anak bisa diturunkan,” katanya.
”Mycoplasma pneumoniae”
Nastiti menuturkan, penularan pneumonia akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae yang sempat menjadi perhatian publik merupakan salah satu penularan yang sudah lama teridentifikasi. Pneumonia akibat bakteri tersebut bukan merupakan penyakit baru dan misterius.
Gejala ataupun tanda klinis dari penularan pneumonia akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae umumnya tidak berbeda dengan penularan pneumonia lain. Gejala yang muncul seperti demam dan batuk. Namun, pneumonia jenis ini memiliki kekhasan yakni gejala klinis sering kali tidak disertai sesak ataupun hipoksia (kekurangan oksigen pada tubuh).
Karena itu, pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae sering disebut sebagai ”walking pneumonia” yang pasiennya masih bisa beraktivitas seperti normal sementara gambaran rontgen pada paru menunjukkan adanya keparahan.
Ia menjelaskan, identifikasi pneumonia tidak mudah untuk dilakukan. Hal itu pula yang menjadi penyebab mengapa penularan pneumonia akibat Mycoplasma pneumoniae yang sempat dilaporkan meningkat di China sempat disebut sebagai pneumonia yang tidak teridentifikasi.
Pemeriksaan untuk menentukan penyebab pneumonia cukup sulit. Selain itu, biaya yang diperlukan juga mahal. Bahan pemeriksaan atau spesimen yang diperiksa juga tidak mudah untuk didapatkan.
”Masyarakat diharapkan tidak panik secara berlebihan terkait Mycoplasma. Pneumonia ini bukan penyakit baru. Selama ini, pneumonia Mycoplasma banyak terjadi pada anak usia sekolah. Berbeda dengan jenis pneumonia lain yang banyak ditemukan pada anak balita,” ujarnya.